Editorial, Vox NTT-Beberapa hari yang lalu Wili Nurdin membuat pernyataan yang cukup mengejutkan publik.
Ketua DPC PDIP Manggarai Timur (Matim) itu tanpa beban menyatakan hampir semua anggota DPRD di kabupaten itu mengerjakan proyek pembangunan.
Dia menyatakan, lima tahun terakhir fenomena itu tidak bisa dibendung dan berjalan tanpa kendali.
“Masyarakat bisa melihat secara kasat mata. Tahulah dan tidak bisa ditipu. Hampir semua DPRD itu kerja proyek. Dan eksekutif juga tahu itu. Banyak juga laporan masyarakat di lapangan, ini proyeknya anggota dewan itu dan ini,” ujar Wili Nurdin kepada VoxNtt.com di Aula Kevikepan Borong, Jumat, 28 September lalu.
Baca di sini sebelumnya: Hampir Semua Anggota DPRD Matim Diduga Kerja Proyek
Sejauh ini memang belum bisa dipastikan, apakah Wili punya bukti atau tidak di balik pernyataannya. Namun siapa yang tak mengenal pria berkumis itu.
Wili sudah makan garam di dunia politik dan acapkali lolos sebagai anggota dewan.
Saat Matim belum dimekarkan, nama Wili Nurdin berada di antara para anggota DPRD Manggarai. Dua periode lagi. Kala itu, dia anggota DPRD Manggarai dari Dapil Lamba Leda.
Selain sebagai ketua DPC partai banteng moncong putih, Wili Nurdin juga pernah menjadi wakil ketua DPRD Matim saat periode pertama kabupaten di ujung timur Manggarai itu dimekarkan.
Dia juga pernah menjadi calon bupati Matim, tapi gagal. Pasangannya saat Pilkada Matim tahun 2013 lalu, yakni Tarsi Sjukur, sesama rekannya anggota DPRD Matim.
Wintas, nama paket keduanya kala itu terpaksa harus takluk di bawah strategi pasangan pemenang Pilkada, yakni Yoseph Tote dan Agas Andreas. Paket yang dikenal dengan sebutan Yoga ini kebetulan incumbent yang cukup kuat, hasilnya pun menang.
Intinya, Wili Nurdin adalah orang yang berpengalaman duduk di kursi dewan. Dia bukan orang sembarangan.
Wili pernah duduk sebagai pengatur anggaran di dewan. Ia boleh dibilang public figure yang kerap mengeluarkan pernyataan beradab. Dia tokoh panutan. Jadi, tidak heran setiap pernyataan yang keluar dari mulutnya menjadi perhatian khalayak.
Jadi, pernyataannya patut dihitung dan tidak boleh dianggap remeh. Pernyataan dari mulut orang yang pernah duduk di dewan memang membawa racun tersendiri bagi institusi itu. Itu tadi, karena dia pernah duduk di DPRD.
Pernyataan Wili bagai racun sianida yang bekerja dengan cepat dan berpotensi mematikan kredibilitas lembaga DPRD Matim.
Masih ingat dengan kasus kematian Wayan Mirna Salihin dua tahun yang lalu yang cukup menggemparkan publik? Mirna disebut-sebut meninggal karena diracuni dengan cairan sianida oleh Jessica Kumala Wongso, rekannya sendiri.
Pada Oktober 2016, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemudian mengeluarkan putusan dengan menvonis penjara Jessica Kumala Wongso selama 20 tahun.
Itu soal racun. Kita kembali ke pernyataan Wili Nurdin yang cukup mengejutkan publik Matim.
Bisa saja pernyataan yang sungguh fenomena itu ibarat jebakan skak mat untuk percaturan politik anggaran DPRD Matim. Atau malah tidak demikian adanya. Semua tafsiran masih terbuka lebar sebelum ada bukti di balik pernyataan Wili.
Jika Wili hanya masyarakat biasa, mungkin responnya biasa-biasa saja. Pernyataannya mungkin “sampah” bagi anggota dewan dan publik, karena lumrah tanpa bukti yang kuat.
Di balik pernyataan Wili, hanya nurani anggota DPRD Matim yang mengetahuinya. Tapi yang pasti berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD secara tegas melarang anggota dewan merangkap jabatan. Salah satunya pekerjaan lain yang ada hubungan dengan tugas dan hak sebagai anggota dewan.
Dari UU tersebut bisa disimpulkan bahwa mengerjakan proyek termasuk yang dilarang untuk anggota dewan. Karena pekerjaan itu bisa dikategorikan tindakan mencaplok kesejahteraan rakyat yang datang dari APBD.
APBD adalah uang rakyat. Tugas DPRD adalah memperjuangkan aspirasi rakyat dan termasuk menganggarkan dana, pengawasan pembangunan, dan membuat Perda.
Biasanya anggota DPRD yang bermain proyek demi keuntungan diri, fungsi pengawasannya pun pasti melempem. Bagaimana DPRD harus tegas mengontrol pemerintah, sementara dia juga menghamba pemerintah melalui proyek pembangunan.
Hal ini juga seiring dengan pernyataan Wili Nurdin. Fakta selama ini, kata dia, proyek infrastruktur di Matim selalu menampilkan kualitas yang buruk, sangat jauh dari harapan. Usia kerjanya lebih lama dari usia pemakaiannya oleh masyarakat.
“Yah itu tadi, bagaimana mau awas, sementara lembaga yang mengawas juga pelaku proyek. Ini jadi soal. Kalau untuk dapat duit jadi pengusaha pedangan, ya wirusaha. Tidak pas kalau duduk di DPRD untuk kejar kaya. Dan lima tahun ini preseden buruk lembaga dewan kita, ” katanya.
Inilah secuil pernyataan Wili yang tentu saja tidak boleh dianggap angin lalu. Meminjam istilahnya, jika ini benar-benar terjadi, maka tentu menjadi preseden buruk bagi roda pembangunan di Matim.
Pernyataan tersebut bak bara api bagi dewan. Semoga saja, ini tidak terjadi di Matim.***
Penulis: Ardy Abba