Borong, Vox NTT-Sekitar radius 500 meter dari Kantor Bupati Manggarai Timur (Matim) ibu-ibu menjajakan dagangannya.
Lokasinya terletak di Desa Gurung Liwut, Kecamatan Borong. Tempat ini merupakan lokasi strategis yang dipilih para ibu itu untuk mengais rezeki dari hasil jualan.
Ini merupakan jalur masuk para pejabat dan pegawai menuju pusat Pemerintahan Kabupaten Matim yang berlokasi di Lehong.
Ibu-ibu biasanya menjajakan dagangannya seperti pisang, sayur singkong, lombok, buah pandan dan bunga pepaya.
Penelusuran VoxNtt.com sejak 9-11 Januari 2019, para ibu yang berjualan bukanlah penduduk asli Desa Gurung Liwut. Tetapi mereka berasal dari kampung tetangga.
Dari lima ibu yang menjajakan dagangannya, empat orang dari Ķampung Warat dan satunya dari Kampung Paka. Kedua kampung tersebut masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Borong.
Sabina Nun seorang ibu asal kampung Warat tampak murung dan sedih saat diwawancarai VoxNtt.com.
Ina demikian ia disapa, seolah tak kuat menceritakan pengalaman hidupnya.
“Ami ho.o pak sedi mose ho.o aw, ne nggo’o ga mose dami ata tua pak (kami ini pak sedih sekali hidup ini, beginilah hidup kami orangtua pak),” tutur Ina sembari menjajakan dagangan miliknya kepada pembeli.
Ina memang memiliki lima orang anak. Namun keempat sang buah hati sudah bersuami. Sejak suaminya meninggal, ia hidup menjanda.
Bagi dia, menjadi penjual sayur dan buah-buahan adalah pilihan tepat demi mengisi perut dan membiayai sekolah sang buah hati yang kini sedang mengenyam pendidikan SMA di Ruteng.
Ina mengaku selama tahun 2018, ia mendapat bantuan dari Dinas Sosial Matim.
“Bo pernah dapat bantuan sale mai dinas sosial 300.000 ribu tiap tiga bulan, tapi toe manga pas pak (memang pernah dapat bantuan dari dinas sosial Rp 300.000 tiap tiga bulan tapi itu tidaklah cukup),” tuturnya.
Senada dengan Ina, Margareta Li pedagang lainnya mengisahkan tentang kehidupannya.
Wanita asal Warat ini pun mengaku sudah empat tahun lamanya berjualan di tempat itu.
” Dulu sempat di Borong pak tapi karena pergi jam 7 pagi pulang jam 7 malam tidak laku kami, makanya pindah ke sini,” ungkapnya.
Menurut Reta, demikian ia disapa setiap hari para ibu yang berjualan selalu laku walaupun tidak seberapa.
” Kami dapat Rp 25.000 sampai Rp 30.000, sehari pak,” imbuhnya.
Selain menjual, Reta biasanya membantu suami untuk membersihkan kebun.
Ia mengaku tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah.
“Bo foto ami ho.o lata (memang kami sering difoto oleh orang), tapi tidak pernah dapat bantuan,” keluhnya.
Reta memiliki empat orang anak, dua diantaranya sudah bersuami. Sedangkan kedua buah hati lainnya masih mengeyam pendidikan di bangku kuliah.
“Aku ga sua roeng ata sekolah, ca awo Maumere ca lau malang (saya memiliki dua orang anak yang sekolah, satu di Maumere satunya lagi di Malang),” imbuhnya.
Di balik perjuangannya, Reta berharap agar kelak anaknya bisa sukses.
“Ngaji daku ga semoga sukses kali ga gelang kaut dapat kerja (Doa saya semoga sukses dan cepat dapat kerja),” tukasnya.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba