Borong, Vox NTT-Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Manggarai Timur (Bawaslu Matim) menyatakan, dugaan politik uang (money politic ) di Kampung Baru, Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong, kekurangan alat bukti.
Hal itu diketahui dari press release Bawaslu Matim yang diterima VoxNtt.com, Sabtu (18/05/2019) sore.
Dalam rilis itu, Bawaslu mengungkapkan kronologis penanganan dugaan pelanggaran Pemilu di Kampung Baru tersebut.
Dugaan politik uang berawal dari laporan Akbar S.P Ekoreko pada 22 April 2019 lalu. Akbar sendiri adalah warga Kampung Ende, Kelurahan Kota Ndora.
Kala itu, pelapor melengkapi syarat formil dan materil. Selanjutnya, Bawaslu Matim sudah meregistrasi laporan Akbar dengan Nomor: 02/LP/PL/KAB.19.17/IV/2019.
Akbar melaporkan Waru Pili yang berprofesi sebagai nelayan dan Budiyanto Pua Meno yang berstatus Polri.
Bawaslu Matim menyebut Akbar melaporkan dugaan money politic itu masih dalam rentang waktu sesuai ketentuan 7 hari kerja.
Masih dalam rilisnya, Bawaslu Matim mengungkapkan, pada Senin, 15 April 2019, Akbar ditelepon oleh Budiyanto untuk datang ke rumahnya.
Lantaran merasa penting Akbar pun mendatangi rumah Budiyanto. Kemudian Budiyanto menelepon Waru Pili dan menyuruhnya untuk membagikan uang kepada Akbar.
Setelah itu, Budiyanto menyuruh Akbar pergi ke rumah Waru. Ketika sampai di rumah Waru, Akbar baru mengetahui tujuan ia disuruh Budiyanto ke rumah itu.
Akbar pun diberi uang oleh Waru sebesar Rp100.000, disertai penjelasan agar memilih calon anggota DPRD Matim dari partai PDIP Dapil 1 dan nomor urut 3 atas nama Epifianus F. Mangu, SH.
Dalam laporan yang disampaikan ke Bawaslu, Akbar memberikan bukti uang sejumlah Rp100.000, 3 (tiga) rekaman suara dan 1 (satu) rekaman video.
Selain itu, saksi yang diajukan Akbar yakni ia bersama ibu kandungnya, Siti Sumarni Saiman.
Usai menerima laporan, Bawaslu Matim melakukan kajian awal. Hasilnya direkomendasikan untuk dilakukan pembahasan.
Pada hari yang sama, Bawaslu Matim mengeluarkan surat klarifikasi untuk memanggil pelapor, terlapor dan saksi untuk mengetahui secara jelas peristiwa itu.
Kemudian, pada Selasa, 23 April 2019 pukul 09.00 Wita, sentra Gakkumdu Matim melakukan pembahasan pertama untuk pemenuhan syarat formil dan materil terkait laporan dengan Nomor: 02/LP/PL/KAB.19.17/IV/2019.
Pada hari yang sama, Bawaslu Matim mengeluarkan surat perintah tugas penyelidikan kepada Kepolisian yang tergabung dalam sentra Gakkumdu Kabupaten Matim dan akan dilaporkan pada pembahasan kedua.
Dari hasil klarifikasi didapatkan 3 poin. Pertama, laporan itu disangkal oleh Budiyanto.
Dikatakan, ia menelepon Akbar karena sebelumnya Akbar meminta bantuan untuk mengurus ijazah di Ruteng.
Budiyanto dan Akbar sendiri masih memiliki hubungan keluarga. Akbar juga sering dibantu oleh Budiyanto. Namun telepon itu bukan untuk mengajaknya memilih salah satu calon DPRD Matim.
Kedua, Waru juga menyangkal. Ia mengaku tidak pernah menjelaskan bahwa uang tersebut adalah untuk memilih salah satu calon DPRD Matim. Dia hanya memberikan uang yang dipinjam oleh Budiyanto.
Ketiga, Siti Sumarni Saiman yang diajukan pelapor sebagai saksi mengaku tidak mengetahui peristiwa tersebut. Siti menyangkal memberikan uang yang diberikan oleh Akbar sebagai barang bukti.
Diakuinya, pernah menerima uang Rp 100.000. Tetapi Siti tidak mengetahui dari mana Akbar mendapatkan uang itu.
Dalam kesaksiannya, Siti mengatakan uang itu telah dipakai untuk membeli bensin. Ia pun tidak pernah memberikan uang kepada Akbar sebagai barang bukti.
Bawaslu Matim juga sempat meminta pelapor untuk mengajukan saksi lain. Namun sampai pada pembahasan kedua, pelapor tidak pernah mengajukan saksi lain yang menguatkan dugaan adanya praktik politik uang tersebut.
Selanjutnya, pada Jumat, 10 Mei 2019 sentra Gakkumdu Matim melakukan pembahasan kedua. Mereka membahas pemenuhan unsur pidana Pemilu.
Dari hasil pembahasan itu, laporan dugaan money politic tidak dapat dibuktikan karena kekurangan alat bukti yang menguatkan laporan Akbar.
Pada hari yang sama, Bawaslu Matim melakukan rapat pleno terkait keputusan akhir laporan dugaan money politic itu.
Rapat memutuskan laporan Akbar tidak dapat dibuktikan karena tidak memenuhi unsur tindak pidana Pemilu dan pelanggaran administrasi.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba
https://www.youtube.com/watch?v=m07YkjJFceU