Ruteng, Vox NTT- Gerakan Sadar Rakyat (Gesar) Jakarta kembali berunjuk rasa di Kementerian Dalam Negeri dan Kemenenterian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kamis (13/06/2019).
Untuk ke sekian kalinya, Gesar menggelar demonstrasi menolak pemberian hibah tanah seluas 24.640 meter persegi di Kelurahan Wangkung, Kecamatan Reok kepada PT Pertamina (Persero).
Koordinator aksi Gesar Saverius Jena dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Kamis sore, mengatakan, kebijakan hibah yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai sangat bertentangan dengan asas keadilan.
Jena menegaskan, Pemkab Manggarai seharusnya mengambil solusi yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat dengan cara mengelola dan memanfaatkan aset tersebut demi kepentingan umum.
Jendral lapangan aksi Yohanes Gesriardo Ndahur menilai Pemkab Manggarai telah melakukan pembohongan publik karena diduga proses penyerahan aset tersebut dilakukan secara diam-diam atau tidak transparan.
Ndahur juga meminta Kementrian BUMN agar mengevaluasi kinerja Dirut Pertamina yang mencaplok aset masyarakat.
Tak hanya itu, dalam tuntutannya pula Gesar Jakarta mendesak Mendagri segera memanggil Bupati Manggarai Deno Kamelus untuk membatalkan pemberian hibah tanah tersebut kepada PT Pertamina.
Gesar Jakarta juga mendesak Mendagri agar meminta Menteri BUMN memerintahkan Dewan Direksi PT Pertamina (Persero) segera mengembalikan tanah hibah tersebut kepada Pemkab Manggarai;
“Jika Bupati Manggarai bersikeras mempertahankan keputusan hibah tanah BMD tersebut kepada PT Pertamina (Persero), Gesar mendesak Mendagri agar membuat rekomendasi kepada penegak hukum untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah ini,” tulis Gesar dalam rilisnya.
Bahkan Gesar mengancam apabila Mendagri tidak serius memberikan respon terhadap tuntutan dan aspirasi tersebut, maka mereka akan melakukan gerakan demonstrasi terus-menerus untuk mengembalikan hak atas tanah itu. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan tanah yang memang menjadi hak rakyat Manggarai.
Penulis: Ardy Abba
Baca Juga: Hibah Tanah Reo dan Perang Ilmu Hukum