Vox NTT- Sejak 24 Oktober hingga 02 November 2019, setidaknya ada tiga berita di media online VoxNtt.com yang ramai diburu pembaca. Ketiganya masuk dalam daftar berita terpopuler untuk pekan ini.
Ketiga berita yang masuk dalam rubrik hukum dan keamanan tersebut hingga kini sudah dibaca lebih dari 10 ribu pembaca/pengunjung.
Ketiga berita terpopuler tersebut, antara lain, Kronologis Dugaan Penganiayaan Noviana oleh Kades Babulu Selatan. Hingga kini berita ini sudah mencapai 12.859 views.
Terpopuler kedua ditempati berita berjudul, Pria yang Hamili SA Saat Ini Tinggal di Bali. Hingga kini berita ini sudah mencapai 7.851 views.
Kemudian, terpopuler ketiga ditempati berita berjudul, Kepala yang Aniaya Gadis 16 Tahun di Malaka Perlu Disanksi Tegas. Hingga kini berita tersebut sudah mencapai 5.758 views.
Berikut tiga berita terpopuler pekan ini:
Betun, Vox NTT- Kepala Desa Babulu Selatan, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka, Paulus Lau diduga menyiksa warganya bernama Noviana Baruk (16) dengan keji.
Kasus tersebut hingga kini sudah mendapat perhatian publik, termasuk pihak aparat Kepolisian.
Dugaan persekusi oleh Kades Paulus dan beberapa warga lainnya tersebut terjadi di Dusun Beitahu, Desa Babulu Selatan, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka pada Rabu, 16 Oktober 2019 lalu.
Kapolsek Kobalima AKP Marthen Pelokila kepada wartawan mengaku, kasus ini sudah dilimpahkan ke penyidik Polres Belu.
Kapolsek Marthen kemudian mengungkapkan kronologisnya berdasarkan keterangan korban.
Kata dia, kejadian bermula ketika pada Rabu (16/10) malam, sekira pukul 18.30 Wita, korban pergi ke rumah Marince Molin. Ia ke sana untuk mengambil sebuah HP miliknya yang di-charge.
Setelah korban pulang ke rumahnya, tiba-tiba Rince Molin berteriak. Ia mengatakan “Novi kasih pulang saya punya cincin”. Korban lantas menjawab “Saya tidak ambil”.
Saat itu juga, Rince Molin melaporkan kepada Margaretha Hoar warga lainnya, tentang kejadian tersebut.
Margareta Hoar kemudian mendatangi rumah korban. Ia langsung memukuli korban menggunakan satu batang kayu jati kering sebanyak 3 (tiga) kali pada kepala bagian belakang.
Keesokan harinya pada Kamis (16/10), sekira pukul 06.00 Wita, korban berada di rumah tetangganya bernama Beirafu Berek.
Tiba-tiba saat itu datang ibu kandung korban sambil menarik lengannya. Ibunya itu lalu mengatakan, “Mari kita pergi ke rumah pemilik cincin”.
Saat itu juga korban bersama ibunya pergi ke rumah Niko Meak, yang adalah ayah kandung dari Rince Molin.
Di rumah Niko Meak, telah berkumpul beberapa orang yakni, Margareta Hoar, Rince Molin dan Niko Tes.
Di sana, korban diinterogasi oleh Niko Meak dengan mengatakan, ”Novi, kalau kau yang ambil cincin itu kasih tahu saja”.
Namun korban tetap menjawab bahwa dirinya tidak mengambil cincin tersebut.
Setelah menjawab demikian, korban kembali dipukuli oleh Margareta Hoar dengan menggunakan telapak tangan kiri pada pipi kiri dan kanan secara bergantian sebanyak 4 (empat) kali.
Saat berada di dalam rumah Niko Meak tepatnya di ruang tamu, telah disiapkan sebuah ember berisi air penuh.
Di dalam ember air itu dicelupkan kabel telanjang yang dialiri arus listrik, untuk memaksa agar korban mengaku.
Melki Tes kemudian menyuruh korban mencelupkan salah satu jarinya ke dalam air tersebut. Korban saat itu pun merasa tersengat arus listrik.
“Korban mencelupkan jari satu kali dan langsung menariknya karena ada setrum listrik,” kata Kapolsek Marthen mengutip keterangan korban.
Selanjutnya, korban ditarik Margareta Hoar dan membawanya menuju ke sebuah rumah Posyandu di Dusun Beitahu.
Di tempat tersebut telah berkumpul beberapa orang di antaranya Kepala Desa Babulu Selatan Paulus Lau dan Edu Roman selaku pamong adat Desa Babulu Selatan.
Korban sendiri melihat di tempat tersebut telah disiapkan seutas tali nilon warna biru. Panjangnya kurang lebih 5 meter. Tali itu telah diikatsimpulkan pada sebuah kayu palang di dalam teras Posyandu.
“Korban pun selanjutnya didudukkan di atas sebuah kursi, yang berada tepat di bawah tali nilon tersebut,” kata Kapolsek Marthen.
Mula-mula pamong adat Desa Babulu Selatan Edu Roman bertanya kepada korban, “Novi, apa benar kau yang mengambil cincin milik Rince Molin”.
Korban lantas menjawab “Saya tidak ambil kakak Edu”. Lalu Edu Roman membentak korban dengan mengatakan “Kau bohong”.
Edu Roman kemudian menyuruh Kepala Desa Babulu Selatan Paulus Lau untuk mengikat korban menggunakan tali nilon tersebut dengan cara, kedua tangan korban diputar ke belakang tubuh, lalu dengan diikat menggunakan tali nilon tersebut.
Paulus Lau mengikatkannya pada kedua lengan sampai kedua siku korban benar-benar rapat. Kemudian tali ditarik ke atas sampai posisi korban tergantung.
Kapolsek Marthen melanjutkan, korban merasa kesakitan dan dalam posisi tergantung.
Saat itu juga tiba-tiba terlapor lain Bene Bau menghampiri korban dan langsung memukuli korban menggunakan kepalan tangan kanan secara bertubi-tubi. Pukulan itu mengenai kepala bagian belakang korban.
Selain itu Bene Bau juga menendang korban menggunakan kaki yang mengenai tubuh bagian belakang.
Setelah Bene berhenti, datang lagi terlapor Domi Berek dan Endik Kasa ikut memukul korban.
Dalam keadaan tergantung tersebut, korban akhirnya berteriak histeris karena rasa sakit. Ia terus histeris hingga tak berdaya.
Korban terpaksa mengatakan bahwa dirinyalah yang mengambil cincin milik Rince Molin, agar segera dilepaskan tali ikatannya.
“Jadi dia terpaksa mengaku,” timpal Kapolsek Marthen.
Selanjutnya setelah korban dilepaskan, Edu Roman menyuruhnya untuk pergi mengambil cincin tersebut.
Korban berpura-pura pergi ke rumahnya untuk mengambil cincin. Padahal sebenarnya korban sendiri tidak mengetahui, di mana cincin itu berada.
Korban selanjutnya menuju ke sebuah sumur yang terletak di belakang perkampungan untuk meminum air karena haus.
Di sana, korban bersembunyi di bawah pohon. Sampai sore hari sekira pukul 17.00 Wita, ibu kandung korban mencari dan menemukannya di tempat persembunyian itu. Selanjutnya korban pulang dibawa pulang ke rumahnya.
“Setelah kejadian tersebut pelapor tidak segera datang melapor ke Kantor Polsek Kobalima, karena pelapor yang merupakan paman kandung korban masih mempertimbangkan untuk mencari jalan damai,” ungkapnya.
Namun karena tidak ada titik temu, pelapor kemudian baru datang melaporkan kejadian tersebut pada Kamis (24/10/2019).
Korban, kata Kapolsek Marthen, mengalami luka pada kedua pergelangan tangan bekas ikatan tali nilon. Ia juga luka pada tubuh bagian belakang.
Hingga saat ini korban dalam keadaan trauma berat, dimana masih sering mengeluh pusing-pusing.
Menurut dia, nama-nama yang disebutkan korban dalam keterangannya telah dilaporkan kepada pihak Kepolisian dan akan dimintai keterangan.
Kata dia, jika ada bukti dan alat bukti yang kuat, maka para terlapor akan ditingkatkan menjadi tersangka.
“Mereka sekarang masih terlapor. Kalau naik ke penyidikan pasti dinyatakan tersangka,” pungkas Kapolsek Marthen.
Ruteng, Vox NTT- Misteri siapa sosok pria yang menghamili SA (23) perlahan terungkap.
Mahasiswi di Unika St. Paulus Ruteng itu sudah ditetapkan sebagai tersangka pelaku pembuangan bayi di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, NTT.
Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Manggarai Antonius Habun mengungkapkan, pria yang menghamili SA saat ini tinggal di Bali.
Ia telah lama menetap di Pulau Dewata. Laki-laki tersebut sudah berkeluarga setelah putus berpacaran dengan SA.
Berdasarkan pengakuan SA, kata Anton, pria itu tidak mengetahui bahwa tersangka hamil pasca berhubungan denganya.
“Laki-lakinya sekarang ada di Bali, diduga karena laki-laki tidak mau bertanggung jawab. Laki-laki itu sudah berkeluarga, namun setelah putus dari tersangka. Dia sempat datang ke Ruteng dan melakukan hubungan lalu balik lagi ke Bali, menurut pengakuan korban laki-laki itu juga tidak tau kalau tersangka hamil,” kata Anton kepada VoxNtt.com di ruang kerjanya, Selasa (29/10/2019).
Hingga kini, pihak Polres Manggarai masih mendalami keterlibatan laki-laki itu di balik kasus pembuangan bayi oleh SA.
Namun demikian, Anton menyatakan berdasarkan aturan, laki-laki itu belum bisa diproses sejauh dia tidak terlibat langsung dalam proses tindak pidana pembuangan bayi.
“Yang pasti kami nanti akan panggil untuk dimintai keterangan lebih lanjut,” katanya.
Sebelumnya, SA resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Manggarai, Selasa (29/10/2019).
Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Manggarai Antonius Habun menjelaskan hal itu dilakukan setelah proses penyelidikan.
“Tadi sudah ditetapkan sebagai tersangka, tapi besok baru dia (SA) diperiksa sebagai tersangka karena kondisinya masih kurang stabil,” ungkapnya kepada VoxNtt.com di ruang kerjanya, Selasa siang.
Ia mengaku, Polres Manggarai telah melakukan rekonstruksi kasus pembuangan bayi tersebut. Rekonstruksi dilakukan untuk mengetahui secara pasti kronologis kejadian.
Anton juga mengungkapkan motif tersangka melakukan tindak pidana pembuangan bayi tersebut.
Menurut dia, tersangka mengaku terpaksa membuang bayinya karena takut dengan aturan di Kampus Unika St. Paulus Ruteng, dimana akan memberikan sanksi cuti bagi mahasiswi yang diketahui hamil di luar nikah.
Apalagi tersangka saat ini sudah semester akhir dan hanya menunggu ujian skripsi untuk menyelesaikan perkuliahannya.
Jakarta, Vox NTT – Anggota DPR RI asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Yohanis Fransiskus Lema mengecam tindakan penganiayaan berat yang dilakukan Paulus Lau, Kepala Desa Babulu Selatan, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka, terhadap Novidiana Baru, seorang gadis berusia 16 tahun.
Menurut politisi muda PDI Perjuangan tersebut, Paulus telah menyalahgunakan wewenang, melakukan tindakan main hakim sendiri (persekusi) yang melanggar hak asasi manusia (HAM) korban.
“Mengecam penganiayaan berat yang dilakukan Paulus Lau kepada Novidiana Baru. Ini sudah termasuk tindakan main hakim sendiri karena tidak melalui proses hukum. Padahal tindakan main hakim sendiri tidak diperbolehkan secara moral dan hukum karena melanggar HAM. UU no.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 4 dan 33 ayat (1) secara eksplisit menyebutkan hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak persamaan di hadapan hukum,” ungkap politisi yang akrab dipanggil Ansy Lema tersebut.
Ansy menilai tindakan Paulus melanggar hak korban untuk mendapatkan keadilan. Bahkan kalau dilihat dari perspektif gender, tindakan main hakim sendiri adalah manifestasi terselubung dari masih kuatnya genggaman budaya patriarki dalam masyarakat kita.
Perempuan dipandang sebagai kelas dua dalam struktur sosial, sehingga selalu dipersepsikan negatif. Mungkin ini penyebab tidak adanya asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) dalam kasus ini.
Ansy secara tegas meminta agar penegak hukum memberikan perhatian, mengadili dan memberikan sanksi pidana kepada (para) pelaku. Tindakan Paulus telah melanggar hukum dapat dijerat dengan Pasal 351 KUHP: penganiayaan diartikan sebagai perbuatan dengan sengaja yang menimbulkan rasa tidak enak, rasa sakit atau luka.
Karena korban mengalami luka berat, ancaman hukuman bisa mencapai 5 tahun penjara. Juga Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, kekerasan terhadap orang maupun barang yang dilakukan secara bersama-sama yang mengakibatkan luka mencapai 7-9 tahun penjara.
“Ataupun pasal 354 KUHP yang berbunyi: Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun,” ujar juru bicara Ahok di Pilgub DKI Jakarta 2017 ini.
Ansy menilai penyalahgunaan wewenang (abuse of power) menunjukkan ketidakmampuan Paulus menjadi pemimpin yang mengayomi warganya dan role model penyelesaian hukum. Demikian pun, Kapasitas dan integritasnya sebagai pemimpin patut dipertanyakan.
Belajar dari kasus ini, Ansy mengharapkan agar pemerintah, terutama penegak hukum lebih gencar dan intens mensosialisasikan tata cara penyelesaian hukum kepada masyarakat.
Lebih dari itu, penegak hukum seperti polisi, kejaksaan, dan pengadilan secara tegas dan adil menyelesaikan kasus main hakim (persekusi) di masyarakat. Penegakkan hukum yang adil harus memihak kepada yang benar.
“Sosialisasi dan penegakkan hukum yang tegas dan adil akan menyadarkan serta menimbulkan rasa percaya (trust) dari masyarakat untuk menempuh jalur hukum sebagai satu-satunya cara untuk mendapatkan keadilan,” tutupnya.
Untuk diketahui, Paulus melakukan penganiayaan dengan cara mengikat tangan Novidiana dan menggantungnya di Polindes Desa Babulu Selatan. Korban dianiaya karena tidak mengaku sebagai pencuri cincin.
Penganiayaan yang dilakukan dari Rabu (16/10/2019) hingga jam 7 pagi tersebut turut disaksikan masyarakat. Bahkan dalam rekaman video, sejumlah warga turut serta menganiaya Novidiana. Korban dilaporkan mengalami luka berat dan nyaris meninggal.
Penulis: Ardy Abba