Maumere, Vox NTT- Masyarakat adat menggelar apel peringatan HUT RI ke- 75 di tanah eks HGU Patiahu-Nangahale, Senin (17/08/2020).
Sebuah apel pengibaran bendera yang sederhana. Para peserta umumnya merupakan anggota komunitas yang beberapa tahun belakangan membangun rumah di Hito Halok, Patiahu.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) wilayah Flores Bagian Timur, Sius Nadus menegaskan sampai saat ini masyarakat adat belum merdeka.
“Hari ini kami saling mengingatkan bahwa kami masih harus berjuang merebut kemerdekaan dan hak-hak kami. Masyarakat adat tidak cukup menunggu hadiah dari negara” ungkapnya kepada VoxNtt.com.
Sampai dengan saat ini, RUU Masyarakat Adat belum juga disahkan padahal sudah diusulkan sejak 2012 lalu.
Di Sikka, Ranperda Masyarakat Adat bahkan hilang dari Propemperda 2020. Padahal di tahun 2019, Ranperda Masyarakat Adat masuk Propemperda.
Kata dia, tanpa ada payung hukum yang jelas, nasib masyarakat adat makin tak menentu.
“Masyarakat adat rentan jadi korban konflik sumber daya alam,” tandasnya.
Sementara itu, salah satu perempuan adat, Yustina kepada VoxNtt.com mengaku keinginannya saat ini adalah bisa merdeka di atas tanah ulayat mereka.
“Sudah cukup lama kami berjuang tetapi pemerintah daerah sepertinya pasif. Bahkan sampai saat ini rekomendasi dari Komnas HAM belum dijalankan,” ungkapnya.
Menurutnya, jalan satu-satunya bagi mereka adalah tetap bertahan di atas tanah tersebut.
Konflik pemanfaatan lahan eks HGU Patiahu-Nangahale telah berlangsung lama. Sejak berakhirnya HGU atas nama PT Dioses Agung Ende (PT Diag) konflik kembali mencuat.
Di satu sisi, ada perusahaan baru milik Kesukupan Maumere, PT Kristus Raja Maumere yang hendak mendapatkan hak guna usaha.
Sementara itu, masyarakat adat merasa berkepentingan atas tanah tersebut yang diyakini sebagai tanah ulayat.
Setidaknya ada puluhan suku yang ada di bawah 2 Tana Pu’an yakni Tana Puan Soge dan Tana Pu’an Goban sedang berjuang mendapatkan haknya.
Penulis: Are De Peskim
Editor: Ardy Abba