Kupang, Vox NTT-Guru Besar Undana, Prof. Fransiskus Bustan menjelaskan, kebudayaan bukan sebuah entitas yang bersifat statis, tetapi dinamis. Dalam pengertian, kebudayaan niscaya mengalami perubahan.
Hal itu dikatakannya saat seminar bertajuk ‘Budaya Manggarai dalam Arus Perubahan Zaman’ yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Mahasiswa Manggarai (PERMAI) Kupang, Selasa (01/12/2020). Seminar tersebut dilaksanakan di Aula Pramuka Undana, Kota Kupang.
Prof. Bustan menjelaskan, fenomena perubahan seiring dan bersamaan dengan dinamika masyarakat yang menjadi pemilik, penganut dan penghayat kebudayaan bersangkutan.
Perubahan itu, kata dia, disebabkan suatu kebudayaan mengalami dinamika sesuai konstelasi dunia yang berkembang, kehidupan masyarakat itu sendiri dan juga dipengaruhi oleh kontak kebudayaan masyarakat lain.
Dampak negatif perubahan kebudayaan Manggarai, menurut Prof. Bustan, ditandai dengan mengguritanya fenomena ‘demanggaraisasi’.
“Orang tidak menampilkan pola perilaku dan gaya hidup seperti orang Manggarai. Fenomena ini dapat ditemukan dan disaksikan dalam wujud perkataan, perbuatan, dan kebendaan,” katanya.
Sedangkan dampak positif perubahan kebudayaan, lanjut dia, ditandai adanya kemajuan dalam berbagai ranah kehidupan.
Dalam ranah pendidikan misalnya, ditandai dengan meningkatnya jumlah warga masyarakat Manggarai yang mengenyam pendidikan tinggi di luar wilayah itu.
Kemajuan ini diperkuat lagi dengan hadirnya tradisi pesta sekolah sebagai hasil rekayasa sosial masyarakat Manggarai.
Karena itu, tidak heran jumlah warga Manggarai yang mengenyam pendidikan tinggi dan bergelar sarjana, magister dan doktor. Kelompok ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Untuk mengentas masyarakat Manggarai dari jeratan fenomena ‘demanggaraisasi’, jelas Prof. Bustan, dilakukan dengan gerakan revitalisasi kebudayaan di wilayah itu.
“Itu dalam upaya remanggaraisasi dengan tujuan mengajak dan mengajak orang Manggarai kembali menjadi orang Manggarai atau mengembalikan jati diri orang Manggarai sebagai orang Manggarai,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua IKMR Kupang Aloysius Sukardan pemateri lain mengatakan, budaya adalah daya dari budi dan daya dari aspek kerohanian manusia.
Ia menjelaskan, budaya berkaitan dengan cipta, rasa dan karsa untuk menjawab persoalan dan tantangan yang ada di sekitarnya, baik tantangan lingkungan alam, maupun tantangan lingkungan sosial.
“Karena itu, kalau lingkungan alam dan sosial berbeda, budaya pun ikut berbeda. Dan hari ini ada pergeseran nilai budaya yang disebabkan oleh tidak tuntasnya pewarisan nilai-nilai budaya. Karena itu, kalau satuan pendidikan di Manggarai memasukkan muatan lokal, itu bisa menahan pengaruh dari luar,” urai Sukardan.
“Dan sebagai masyarakat diaspora yang harus dilakukan adalah menanamkan kembali nilai-nilai budaya secara sadar, meskipun dengan berbagai kekurangan. Contohnya tarian caci, apa yang dilakukan masyarakat diaspora tidak sedetail yang di lakukan di Manggarai. Tapi tetap perlu dilakukan dengan sebaik mungkin,” sambung Sukardan.
Wujud Pelestarian Budaya
Ketua Umum PERMAI Kupang Paulinus Irfan Budiman dalam sambutannya menjelaskan, seminar tersebut merupakan bagian dari upaya pelestarian budaya Manggarai.
“Ini bagian dari bentuk bangunan semangat pelestarian budaya, bangunan kelompok peminatan dan pencarian rumusan upaya penginternalisasian nilai budaya di tengah arus perubahan zaman,” katanya.
Selain itu, kata Budiman, seminar ini merupakan bagian dari misi besar PERMAI Kupang dalam mewujudkan organisasi kepemudaan yang kreatif, inovatif dan berbudaya.
Sebagai informasi, narasumber dalam seminar budaya itu, yakni Prof. Dr. Fransiskus Bustan, M.Lib (Dosen Linguistik Budaya Pascasarjana Undana), Aloysius Sukardan, S.H., M.Hum (Ketua Ikatan Keluarga Manggarai Raya), Dr. Ir. Wayan Darmawa, M.T (Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT yang diwakili Agustinus Harum, S. Pd/Kabid Promosi Pariwisata) dan Yohanes Jimmy Nami, S.IP., M.Si (Dosen Ilmu Politik Fisip Undana).
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba