Ruteng, Vox NTT- Warga Desa Rego, Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat menilai Romo Marsel Hasan tidak jujur dalam pengelolaan keuangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di desa itu.
Hal itu diungkapkan warga Desa Rego kepada Pater Alexander Jebadu, Ketua Forum Diskusi Cendikiawan Asal Manggarai-Maumere (FORCICAMM) yang bermarkas di Kampus Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK), Ledalero, Maumere, Kabupaten Sikka, sebagaimana dalam rilis yang diterima VoxNtt.com.
Alexander mengaku telah menggali informasi dari warga korban kegagalan PLTMH yang dibawa oleh Romo Marselinus Hasan dan rekannya Budi dari Jawa.
Dari informasi yang berhasil dikumpulkan dari warga masyarakat Rego terdapat sejumlah kejanggalan yang salah satunya berkaitan dengan tidak transparannya Romo Marsel Hasan dalam tata kelola keuangan proyek.
Hal itu dimulai dari tidak adanya seksi bendahara atau seksi keuangan dalam struktur panitia proyek. Seluruh pengelolaan keuangan dan pembelanjaan barang untuk proyek itu dikuasai oleh Romo Marsel Hasan sendiri.
Baca Juga: Dituduh Kibuli Warga Karena Gagal Bangun PLTMH, Romo Marsel Hasan Bungkam
Menurut Pater Alexander, sumber-sumber keuangan dari donatur juga hanya diinformasikan secara global tanpa dibuktikan dengan penunjukkan buku keuangan atau buku simpanan keuangan khusus untuk proyek PLTMH ini. Sementara, Romo Marsel Hasan tidak masuk di struktur kepanitiaan proyek, namun semua keuangan dijalankannya sendiri secara tertutup (tidak transparan).
Panitia proyek PLTMH yang terdiri atas tokoh-tokoh masyarakat Rego tidak pernah tahu-menahu soal-soal yang berhubungan dengan sumber keuangan, jumlah uang yang diperoleh dan proses pembelajaan barang untuk proyek ini.
Pater Alexander menjelaskan, dalam laporan penerimaan uang tidak dijelaskan secara rinci siapa dan dari mana yang memberikan sumbangan.
Selain itu, dalam proses pengeluaran juga tidak dibuktikan dengan bukti fisik pengeluaran.
Semua pengeluaran hanya diinformasikan secara global tanpa didukung dengan kwitansi atau nota belanja.
Bahkan, kata Pater Alexander, ada dugaan mark-up harga seperti contohnya harga turbin yang mencapai Rp450. 000.000.
“Warga masayarakat Rego mengeluhkan, kalau turbin saja harganya sudah seperti itu, lebih baik mereka membeli mesin listrik besar? Uang sejumlah Rp450.000.000 sudah terlalu banyak untuk membeli sebuah mesin listrik besar yang kekuatan listriknya bisa memenuhi 160 rumah dari 160 anggota keluarga pelanggan PLTMH ini,” tegas Pater Alexander.
Kejanggalan lain yakni terdapat pembengkakan anggaran di luar RAB pada hasil evaluasi akhir.
Menurut warga masyarakat Rego, pada RAB awal, total biaya proyek PLTMH ini hanya sebesar Rp524.700.000 yang kemudian diperoleh melalui pinjaman kredit pada Bank NTT Cabang Ruteng.
Akan tetapi setelah selesai proyek PLTMH pada bulan November 2017, pada kesempatan evaluasi proyek PLTMH, Romo Marsel Hasan melaporkan kepada warga masyarakat bahwa ada pembengkakan biaya dan bantuan-bantuan dari pihak-pihak lain yang jumlahnya menjadi mendekati Rp1,3 milliar.
Pater Alexander menambahkan, warga masyarakat Rego pada kesempatan evaluasi proyek sangat terkejut dengan angka pembekakan anggaran di luar RAB awal yang besar ini.
Pembengkakan anggaran di luar RAB awal ini tidak pernah disosialisasikan kepada warga masyarakat. Warga masayarakat Rego mengatakan, andaikata mereka diberitahu sejak awal bahwa biaya proyek PLTMH ini mencapai jumlah besar seperti ini, maka mereka tidak berani menerimanya.
Hal lain juga terletak pada upah warga Rego yang ikut kerja di PLTMH. Dalam janji awal Romo Marsel Hasan kepada warga, semua warga yang terlibat kerja akan diberikan upah senilai Rp50.000 per hari.
Upah itu tidak diterima langsung oleh mereka tetapi akan dipakai untuk mengurangi swadaya pinjaman mereka pada Bank NTT Cabang Ruteng.
Namun, kesemuanya itu tidak kunjung direalisasikan. Padahal hampir 100 persen warga Rego terlibat kerja mulai dari penggalian bendungan air utama, penggalian saluran sepanjang 115 meter hingga finishing.
Jumlah hari kerja mereka adalah 108 hari kali 154 orang anggota yang aktif kerja (yang lain adalah PNS). Kalau rata-rata upah harian seperti yang sudah biasa berlaku di Rego adalah Rp50.000 per hari, maka swadaya per orang untuk pembangunan PLTMH ini adalah 108 hari x Rp 50.000 = Rp 5.400.000.
Sementara riil uang kredit di Bank NTT Cabang Ruteng per orang adalah Rp3.500.000
Menurut panitia proyek PLTMH ini, kata Pater Alexander, dari 160 anggota proyek PLTMH ada 154 orang yang bekerja setiap hari selama 108 hari dari jam 08.00 pagi sampai jam 05.00 sore. Maka itu artinya, 154 orang yang aktif bekerja x 108 hari x Rp50.000= Rp831.000.000.
Swadaya lain dari warga masyarakat adalah 150 kubit batu x Rp300.000 = Rp45.000.000, ditambah seperempat hektare kebun kopi digusur tanpa ganti kerugian hasil kopi sekitar 100 kg x 30.000 x rata-rata 25 tahun usia produksi ke depan = Rp75.000.000, ditambah satu pohon cengkih besar ditebang yang hasilnya 30 kg per tahun x Rp 50.000 x rata-rata 25 tahun usia produksi ke depan = Rp37.500.000, ditambah 65 kayu yang dipotong di hutan atau kebun sendiri untuk tiang listrik x Rp50.000 per batang = Rp3.250.000, dan ditambah makan-minum dari 154 warga masyarakat yang bekerja selama 108 hari x rata-rata Rp20.000 per orang per = Rp332.240.000.
Selain itu warga masih berhutang pada Baba Siong di Pateng sebesar Rp10.000.000 dan pengeluaran sewa alat berat eksakavator untuk memperbaiki PLTMH pada tahun 2018 sebesar Rp8.000.000.
Sehingga total swadaya masyarakat yang belum dihitung sebagai swadaya untuk proyek ini adalah Rp1.323.490.000 (satu miliar tiga ratus dua puluh tiga juta empat ratus sembilah puluh ribu rupiah).
Kalau besaran swadaya Rp1.416.490.000 ini ditambah dengan kredit pada Bank NTT Cabang Ruteng sebesar Rp524.700.000, maka total swadaya warga masyarakat miskin di Desa Rego untuk proyek PLTMH yang gagal ini adalah Rp1.951.190.000.
Terhadap situasi itu, menurut Pater Alexander, warga masyarakat menilai bahwa Romo Marsel Hasan tidak jujur dalam pengelolaan keuangan proyek PLTMH Rego.
Vox NTT berupaya untuk mewawancarai Romo Marsel. Pertanyaan yang dikirim melalui aplikasi WhatsApp pada Sabtu (9/1/2021) tidak dijawab. Hanya terlihat centang biru pertanda pesan yang dikirim telah dibaca.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba