Oleh: Marselus Natar
Pandemi Covid-19 dan Dampaknya
Virus corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV) merupakan virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut Covid-19.
Virus Corona bisa menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian.
Virus ini pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019, dan menyebar dengan sangat cepat hampir ke semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan.
Untuk mencegah penyebaran virus Corona, beberapa negara menerapkan kebijakan Lockdown.
Di Indonesia sendiri, diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna mencegah penyebaran virus ini.
Selain pemberlakuan kebijakan PSBB, Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Dinas Kesehatan, membentuk Tim Tugas Gugus Covid yang selalu berusaha mendata dan menyampaikan informasi akurat berkaitan dengan perkembangan penyebaran dan jumlah korban yang terpapar virus.
Selain dari pada itu, pemerintah juga mengeluarkan imbauan berupa yang termuat dalam peraturan protokol kesehatan, dengan tujuan mengajak semua elemen masyarakat untuk selalu menggunakan masker, menjaga jarak dan selalu menjaga kebersihan dengan selalu mencuci tangan.
Sebagai dampak dari pemberlakuan PSBB, maka semua instansi pemerintahan, swasta dan keagamaan diliburkan dari pertemuan secara langsung atau tatap muka.
Langkah praktis agar kegiatan di berbagai instansi tetap berjalan adalah dengan cara memanfaatkan teknologi dan internet secara virtual.
Tidak pelak, sekolah sebagai instansi yang mempertemukan guru sebagai pendidik dan siswa siswi sebagai peserta didik, menerapkan sistem virtual sebagai wadah terselenggaranya kegiatan belajar dan mengajar.
Walaupun kurang efektif dan kondusif, kegiatan belajar mengajar dengan sistem virtual tetap dilaksanakan.
Di dalam pengimplementasiannya, tugas pokok dan fungsi guru katolik dalam pengabdiannya, dituntut untuk lebih kreativitas, rela berkorban, memahami dan mengerti dengan keadaan para siswa, tidak menuntut dan mengutamakan semangat solidaritas pelayanan.
Hakikat Pendidikan
Pendidikan merupakan kunci sumber daya manusia. Tanpa pendidikan, peradaban manusia tidak akan terjadi.
Menurut Aristoteles, “Pendidikan adalah salah satu fungsi dari suatu negara, terutama setidaknya, untuk tujuan negara itu sendiri.
Negara adalah institusi sosial tertinggi yang mengamankan tujuan tertinggi atau kebahagiaan manusia.
Pendidikan semestinya dipandu oleh Undang-undang untuk membuatnya sesuai (koresponden) dengan hasil analisis psikologis, dan mengikuti perkembangan secara bertahap, baik secara fisik maupun mental.”
Pendidikan pada hakikatnya harus menghantar manusia kepada kebahagiaan.
Guru sebagai tenaga pendidik, tidak saja bertugas mentransfer ilmu pengetahuannya terhadap peserta didik, melainkan harus mengetahui dan mengikuti perkembangan kepribadian peserta didik secara bertahap, baik secara lahiriah maupun batiniah.
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Untuk mencapai tuntutan UU No. 20 Tahun 2003, diperlukan lembaga pendidikan berupa lembaga atau institusi sekolah yang menunjang terselenggaranya proses kegiatan belajar peserta didik, mulai dari sarana dan prasarana sekolah yang memadai serta sistem pendidikan yang berlaku dalam satuan lembaga pendidikan yang mengedepankan penanaman nilai-nilai kebangsaan, religiositas, kebudayaan serta keterampilan.
Selain dari pada itu, pemenuhan hak guru sebagai tenaga pendidik yang menjadi nadi yang memfasilitasi terselenggaranya kegiatan mengajar di sekolah adalah hal yang harus diprioritaskan.
Sebuah sistem pembelajaran dikatakan efektif dan kondusif jika dua insan, pendidik (guru) dan peserta didik (siswa), merasa aman, damai, bahagia, dan sukacita selama kegiatan belajar mengajar berlangsung serta selama berada di sekolah.
Sebuah sistem pembelajaran akan berlangsung efektif dan kondusif, jika berlangsung secara tatap muka, tanpa di batasi ruang dan waktu sebagaimana berlaku dalam kegiatan belajar mengajar secara virtual di tengah pandemik virus Corona saat ini.
Berlakunya Sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berbasis virtual (menggunakan perangkat lunak komputer dan android) menimbulkan berbagai polemik dalam praktiknya.
Peserta didik dituntut untuk memiliki android dan harus terkoneksi jaringan internet. Pendidik pun dituntut untuk fasih menggunakan android, tekun dan sabar dalam menyiapkan dan memberikan materi pembelajaran terhadap peserta didik yang mengalami kendala. Itu terutama dalam penggunaan aplikasi android. Guru juga dituntut untuk selalu berjuang untuk menjalin komunikasi dengan orangtua peserta didik untuk mengetahui perkembangan kepribadian peserta didik di rumah.
Lantas, spiritualitas apa yang harus dimiliki dan dikedepankan seorang guru katolik dalam tugas dan pengabdiannya di tengah pandemik virus Corona, agar ia tidak memandang tugas dan tanggung jawabnya sebagai beban?
Guru, Pelayan dengan Spirit Solidaritas
Pandemi virus Corona secara dramatis mengubah tatanan, pola dan cara hidup jutaan manusia di dunia.
Berbagai kebijakan diambil untuk menyikapi fenomena pandemi virus Corona, agar mobilitas tatanan, pola dan cara hidup manusia tetap berlangsung.
Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah panduan interim yang memberikan anjuran tentang penyesuaian Langkah-Langkah Kesehatan Masyarakat dan Sosial (LKMS), yang kemudian jabarkan ke dalam aturan protokol kesehatan, di mana masyarakat dianjurkan untuk selalu menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, tidak melakukan aktivitas yang mengumpulkan massa, hingga menutup atau membatasi akses transportasi udara dan laut.
Kebijakan tersebut ditetapkan dengan tujuan untuk mencegah dan membatasi persebaran virus Corona yang telah mewabah ke seluruh dunia.
Penerapan kebijakan tersebut akan berlangsung efektif jika setiap manusia mengedepankan nilai kesadaran akan pentingnya mematuhi peraturan itu demi keselamatan diri dan orang di sekitarnya.
Manusia sebagai makhluk ekonomi dan makhluk sosial, di mana dalam keberlangsungan hidupnya, membutuhkan kebutuhan akan barang dan kodratnya untuk berrelasi dengan manusia lain, merasa dilema berhadapan dengan kebijakan yang berlaku.
Menyikapi fenomena dilematik tersebut, Presiden Joko Widodo, pada tanggal 15 Mei 2020, mengeluarkan istilah New Normal yang menegaskan bahwa masyarakat Indonesia harus bisa berkompromi, hidup berdampingan dan berdamai dengan virus corona agar tetap produktif.
New Normal merupakan kebijakan membuka kembali aktivitas ekonomi, sosial dan kegiatan publik secara terbatas dengan tetap memperhatikan standar atau protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pada situasi New Normal, industri, tempat kerja perkantoran, tempat kerja sektor jasa dan perdagangan akan dibuka untuk mendukung Keberlangsungan usaha perekonomian. Sementara dalam bidang pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik di tengah kondisi pandemik Covid-19.
Adapun tujuannya adalah memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk menentukan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.
Penerapan kurikulum pada kondisi khusus sebagaimana dimaksud, tetap mengacu pada Kurikulum Nasional.
Menyikapi kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut, berbagai lembaga satuan pendidikan (instansi sekolah) di Indonesia kebanyakan menerapkan kebijakan sistem pembelajaran secara virtual.
Di dalam penerapannya, sistem pembelajaran secara virtual menuai banyak polemik. Guru sebagai pendidik, dihadapkan dengan sistem pembelajaran berbasis perangkat lunak komputer, laptop dan android yang mana dituntut untuk fasih dalam menggunakan perangkat tersebut.
Selain itu, untuk mendukung terselenggaranya kegiatan belajar mengajar berbasis virtual, perangkat lunak sebagai fasilitas penunjang harus terkoneksi jaringan internet atau kuota internet, komunikasi dan sosialisasi secara langsung antara guru dan siswa berkurang yang berdampak pada minimnya pengetahuan guru terhadap perkembangan kepribadian siswa.
Hakikat guru yang harus diguguh dan ditiru oleh peserta didik tampaknya tidak memberikan atau memiliki dampak positif terhadap peserta didik, sebab kegiatan belajar mengajar berlangsung dalam jaringan bukan secara tatap muka.
Namun, guru sebagai pendidik di dalam tugas pengabdiannya, diajak dan dituntut untuk tetap menjadi “garam” di tengah tawarnya situasi dan kondisi kegiatan belajar mengajar yang tidak efektif dan kondusif, serta menjadi “terang” di tengah redup dan surutnya semangat belajar peserta didik di tengah pandemik virus Corona.
Segala bentuk pengorbanan yang bertujuan terselenggaranya kegiatan belajar dan mengajar berbasis virtual, hendaknya dilihat dan dipandang sebagai solidaritas pelayanan.
Di dalam Ajaran Gereja Katolik, menyangkut iman, termasuk pendidikan iman dan moral; namun bukan pendidikan ilmu pengetahuan atau sains, bahwa iman dan akal budi (yang dibentuk oleh pendidikan) keduanya sama-sama menghantar seseorang kepada kebenaran.
Dari para pendidik, dituntut bahwa mereka menyampaikan kepada kaum muda satu pelajaran menghormati kebenaran, sifat-sifat hati, dan martabat manusia yang bersifat susila dan rohani.
Karena pendidikan yang sejati harus meliputi pembentukan pribadi manusia sentuhnya, yang memperhatikan tujuan akhir dari manusia dan sekaligus pula kesejahteraan umum dari masyarakat, maka anak-anak dan kaum muda hendaknya dibina sehingga dapat mengembangkan bakat-bakat fisik, moral dan intelektual mereka secara harmonis, agar mereka memperoleh rasa tanggung jawab yang lebih sempurna dan dapat menggunakan kebebasan mereka dengan benar, dan terbina pula untuk berperan serta secara aktif dalam kehidupan sosial.
Di tengah pandemik virus Corona yang sudah dan sedang mewabah, tugas dan pengabdian seorang pendidik katolik hendaklah dipandang sebagai sebuah aksi atau tindakan pelayanan dengan semangat solidaritas.
Dengan demikian, tugas pokok dan fungsinya sebagai pendidik tidak lagi dilihat pun dianggap sebagai beban melainkan sebuah tindakan iman yang menghantarnya kepada kebahagiaan di dunia akhirat.
Kesimpulan
Di tengah wabah pandemi virus Corona yang sudah dan sedang terjadi saat ini, yang secara dramatis mengubah tatanan, pola dan cara hidup jutaan manusia di dunia, tenaga pendidik katolik diajak untuk melihat dan memandang tugas dan pengabdiannya sebagai seorang guru, sebagai tanggung jawab karitatif dengan semangat pelayanan berlandaskan solidaritas.
Berbagai regulasi kebijakan pemerintah dan sekolah sebagai instansi pembentukan pribadi peserta didik, dibentuk dan diterapkan untuk dapat beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi saat ini.
Pelayanan dengan semangat solidaritas, merupakan konkretisasi atau wujud nyata dari iman akan Yesus Kristus yang mana dalam karya pelayanan-Nya selalu menunjukkan teladan pengorbanan dan solidaritas.
*Penulis adalah seorang rohaniwan katolik pada Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus dan sebagai Mahasiswa pada Sekolah Tinggi Ilmu Pastoral ATMA REKSA Ende. Tinggal dan menetap di Komunitas Biara St. Aloysius Ndao – Ende.