Ruteng, Vox NTT- Mantan kepala sekolah SDK Paka, Kecamatan Satarmese Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), Aloysius Bonare diduga korupsi uang Program Indonesia Pintar (PIP) milik siswa di sekolah tersebut.
Dugaan itu terkuak setelah Aloysius sudah tidak menjabat sebagai kepala sekolah. Saat itu, beberapa orangtua murid pergi ke sekolah untuk mengurusi pencairan dana PIP.
Beberapa orangtua murid di sekolah itu pergi karena mereka diingatkan oleh anak-anak mereka bahwa namanya terdaftar sebagai salah satu siswa yang menerima bantuan PIP.
Namun, saat belasan orangtua murid tiba di sekolah, kepala sekolah yang baru menanyakan tentang keberadaan buku PIP dari siswa yang menerima bantuan.
Orangtua murid pun mengaku bahwa mereka tidak pernah menerima buku PIP tersebut. Selama ini, buku PIP itu dipegang sepihak oleh Kepsek Aloysius. Semua pencairan pun dilakukannya sendiri.
Kejadian seperti ini pun pernah terjadi pada tahun sebelumnya. Kala itu, beberapa orangtua murid mendatangi sekolah karena anaknya menginformasikan bahwa mereka disuruh pihak sekolah agar memanggil orangtua untuk menerima uang bantuan PIP.
Namun, beberapa orangtua murid terpaksa pulang kembali dengan tangan kosong karena Kepsek Aloysius menjelaskan, anak itu ternyata tidak masuk dalam daftar penerima bantuan PIP.
“Kami merasa bingung, sebenarnya bagaimana penentuan bantuan PIP ini. Kalau memang anak kami tidak menerima bantuan, mengapa pihak sekolah menyuruh anak kami untuk datang ke sekolah bersama orangtua untuk menerima bantuan PIP?” tanya salah satu orangtua murid dengan ekspresi bingung.
Setelah bertahun-tahun merasa “dikadali” Aloysius, beberapa orangtua murid pun akhirnya mengumpulkan niat untuk menanyakan kepada pihak sekolah tentang kebenaran informasi penerimaan PIP.
Beberapa orangtua murid pun akhirnya disuruh untuk mengurusi surat berita kehilangan buku PIP dari anak-anak mereka.
Hal ini memperkuat dugaan sebagian orangtua murid bahwa memang anak-anak mereka pernah menerima bantuan PIP, namun tidak jelas uang itu dikemanakan oleh pihak sekolah.
Mereka pun berulang kali mendatangi pihak sekolah. Tidak berhenti di situ, mereka juga mendatangi rumah pribadi Aloysius untuk menanyakan kepastian pencairan dana PIP dan kejelasan buku PIP anak mereka. Namun, Aloysius malah menyuruh mereka untuk membuat berita kehilangan buku.
“Bagaimana kami membuat berita kehilangan sementara kami tidak pernah memegang buku tersebut. Mestinya sekolah yang buatkan berita kehilangan karena buku tersebut dipegang oleh Kepsek sendiri,” jelas salah satu orangtua murid kepada VoxNtt.com, Selasa (29/03/2022).
Merasa ada kejanggalan, beberapa orangtua murid ngotot untuk tidak akan membuat berita kehilangan. Bahkan, ada orangtua murid yang mengancam bahwa dirinya akan siap melaporkan kejadian tersebut kepada pihak luar manakala Aloysius tidak bertanggung jawab dengan perbuatannya.
“Setelah itu, ia baru menyerahkan buku PIP anak saya dan menyerahkan uang senilai Rp1.800.000. Ia menyerahkan uang itu pada hari Sabtu 26 Maret 2022 yang lalu,” jelas salah satu orangtua murid yang enggan dipublikasikan identitasnya kepada VoxNtt.com di Paka, Selasa (29/03/2022).
Usai menerima sejumlah uang dan buku yang diberikan Aloysius, orangtua murid itu pun menemukan sejumlah kejanggalan terkait pencairan dana yang tertulis dalam buku PIP milik anaknya.
Kejanggalan itu terkait tanggal pencairan dana yang tertulis dalam buku PIP anaknya. Di sana, tertulis bahwa pencairan dilakukan pada tanggal 17 Juni tahun 2021 yang lalu dengan besaran uang senilai Rp1.800.000.
“Mengapa baru diserahkan pada hari Sabtu 26 Maret 2022? Bahkan, penyerahan itu pun dilakukan karena saya ngotot menanyakan kebenaran penerima PIP disana,” jelasnya.
Tidak hanya itu, kejanggalan lain yang juga ditemukan pada buku tersebut yakni pada tahun 2018.
Dalam buku PIP tersebut, tertulis sejumlah uang yang dicairkan pada tahun 2018 tepatnya pada tanggal 29 Mei 2018 dengan besaran uang sebanyak Rp205.000 (dua ratus lima ribu rupiah).
“Ke mana uang tersebut? Kenapa kami tidak pernah dipanggil untuk pencairan itu. Memang, pernah anak saya menyuruh kami ke sekolah untuk menerima uang itu. Namun, saat sampai di sekolah, waktu itu pak Kepsek bilang bahwa anak saya tidak terdaftar. Padahal, sebelumnya dia yang menyuruh anak saya untuk memanggil orangtua untuk menerima bantuan PIP,” tambahnya.
Mereka pun menduga bahwa uang tersebut sengaja “dimakan” mantan Kepsek. Dugaan itu semakin kuat saat Kepsek berdalih bahwa buku PIP sudah hilang dan menyuruh orangtua murid untuk membuat berita kehilangan.
Selain itu, seorang sumber juga mengaku bahwa ia mengalami masalah yang sama yakni disuruh untuk membuat berita kehilangan buku PIP. Sementara, ia dan anaknya tidak pernah menerima dan memegang buku PIP tersebut.
Merasa ada yang janggal, orangtua murid itu akhirnya memilih untuk tetap ngotot menyuruh mantan Kepsek untuk mempertanggungjawabkan uang PIP yang menjadi hak anaknya tersebut.
Mantan Kepsek itu pun akhirnya menyerahkan buku PIP milik anaknya dan menyerahkan uang sebanyak Rp1.575.000 pada 28 Maret 2022. Padahal, dalam buku PIP tertuang tanggal pencairan yakni pada 17 Juni 2021.
“Mengapa baru diserahkan sekarang? Apakah selama ini, uang itu sengaja disimpan oleh Kepsek?” tanyanya heran.
Terpisah, salah satu orangtua murid juga mengaku bahwa anaknya terdaftar sebagai penerima dana bantuan PIP di tahun 2022. Namun, kepala sekolah yang baru enggan memproses karena buku PIP anak tersebut tidak ada.
“Silahkan kalian tanya kepada Kepsek yang lama. Kemana bukunya itu? Karena pencairan bantuan ini harus ada buku PIP tersebut,” ujar orangtua murid meniru ucapan Kepsek yang baru ketika ia pergi ke sekolah untuk pencairan dana PIP.
Orangtua murid itu akhirnya pergi menemui mantan Kepsek Aloysius Bonare di rumahnya. Namun, Aloysius malah menyuruhnya untuk mengurus berita kehilangan buku PIP. Orangtua murid ini pun semakin bingung karena menyuruh buat berita kehilangan terhadap sesuatu yang ia belum pernah miliki.
“Setahu saya, berita kehilangan itu untuk barang yang kita pernah pegang. Saya tidak pernah pegang buku itu. Mengapa harus mengurusi berita kehilangan?” tanyanya ketika menjumpai VoxNtt.com.
Sumber tersebut mengaku bahwa banyak sekali orangtua murid yang menghadapi persoalan serupa terkait keberadaan buku yang tidak jelas dan kepastian uang PIP yang menjadi hak dari beberapa anak murid disana.
Bahkan, selama ini banyak sekali orangtua murid yang mendatangi sekolah untuk menanyakan kejelasan terkait berbagai persoalan yang ada namun mereka tidak menemukan kejelasan dibalik permasalahan yang ada.
Mereka pun mengharapkan ada pihak ketiga yang bersedia membantu menyelesaikan persoalan tersebut agar mereka tidak berada pada kebingungan seputar dana bantuan PIP di SDK Paka.
Terpisah, mantan kepala SDK Paka Aloysius Bonare mengisahkan bahwa selama ini, ia memegang buku PIP tersebut. Namun, ia mengaku tidak tahu mengapa sampai buku tersebut hilang. Ia juga menunjukan sejumlah dokumen berisi bukti penandagangan orangtua yang anaknya terdaftar sebagai penerima PIP.
Dalam dokumen berita acara pencairan dana PIP tahun pelajaran 2018/2019 tertuang jelas bahwa jumlah siswa penerima PIP di SDK Paka yakni sebanyak 77 orang siswa. Namun, yang menandatangi sebagai penerima uang PIP hanya sebanyak 68 orang.
Ketika ditanya apakah 77 orang tersebut semuanya menerima uang sesuai jumlah maka ia menjawab bahwa semuanya sudah terima.
“Sudah pak. Semuanya sudah terima. Ini bukti tanda tangannya,” jelas Aloysius, Selasa (29/03/2022).
Namun, ketika ditanya mengapa sampai yang tanda tangan hanya 68 orang dari total 77 orang ia beralasan bahwa ia tidak tahu. Bahkan, setelah ditanyakan berulang kali, ia bahkan balik bertanya kepada wartawan tentang siapa kira-kira orangtua yang mengaku tidak terima.
“Siapa kira-kira yang belum? Karena kalau orang tuanya tidak datang maka ditunda,” jelasnya.
Selain itu, dalam berita acara tahun 2020, jumlah penerima bantuan dana PIP sebanyak 62 orang siswa. Sedangkan, yang bertanda tangan sebagai penerima uang hanya 44 orang siswa. Ia pun menjelaskan bahwa dirinya juga tidak tahu siapa-siapa nama penerima itu.
“Saya juga tidak tahu nama-nama yang 62 ini siapa-siapa. Mungkin masih ada buku yang lain,” jelasnya.
Sementara untuk tahun anggaran tahun 2021/2022 tertuang bahwa jumlah penerima bantuan yakni sebanyak 19 siswa.
Namun, dari jumlah yang ada hanya 16 orang siswa yang tanda tangan. Tiga orang sisanya belum tanda tangan. Ia mengaku bahwa uang tersebut masih disimpannya.
Ia juga mengaku bahwa selama ini pencairan dana PIP tidak melibatkan orangtua siswa. Semua pencairan dilakukan oleh kepala sekolah dan disimpan oleh kepala sekolah. Ia beralasan bahwa uang itu sengaja tidak disimpan di sekolah karena takut hilang.
“Tidak mungkin disimpan di sekolah ka. Bagaimana dengan keselamatan uang tersebut?” jelasnya.
Ia juga mengaku bahwa semua buku PIP siswa dipegang oleh Kepsek. Hal itu karena sesuai dengan kebiasaan dari sekolah tersebut.
“Karena memang sudah begini Dari dulu Kami punya. Buku ditahan di sekolah,” jelasnya.
Tidak hanya itu, ia juga menjelaskan bahwa selama setiap pencairan, maka dalam tiga hari uang itu harus sudah disalurkan kepada orangtua siswa. Namun, apabila orangtua tidak datang ke sekolah maka ia terpaksa menyimpan uang itu.
“(Alasan mengapa sampai pencairan bulan Juni tahun 2021 yang lalu baru diserahkan pada Maret 2022) Itu karena mereka baru datang. Setelah saya sampaikan bahwa ini bukunya,” tutur Aloysius.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba