Ruteng, Vox NTT– Pemerintah Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), dinilai tidak melakukan studi kelaikan atas pendirian Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 09 di Kampung Mbang, Desa Nggalak, Kecamatan Reok Barat.
Hal ini terbukti ketika sekolah itu diresmikan dan mulai membuka pendaftaran. Ternyata hanya lima siswa baru yang mendaftar.
Kelima siswa itu berasal dari Kampung Mbang sendiri. Sedangkan siswa tamatan SDN Romang dan SDN Wangkal enggan bersekolah di SMPN 09.
Tujuh orang lulusan SDN Wangkal sempat mendaftar di SMP Negeri Kajong. Namun kemudian tujuh siswa itu dikabarkan ditolak Kepala SMPN Kajong dan dipaksa mendaftar di Mbang.
Namun, orangtua tujuh siswa itu keberatan memasukan anak mereka ke SMPN 09 Mbang.
Mereka beralasan lembaga pendidikan tersebut merupakan sekolah baru. Orangtua tidak sudi anak-anak mereka dijadikan “kelinci percobaan”.
Alasan lain yakni akses ke Mbang susah dan daerah itu sangat terpencil. Kemudian, mereka tidak mau dibebani membayar gaji guru.
“Mbang itu daerah terpencil. Pemerintah bangun dulu jembatan Wae Mantek,” kata warga Wangkal, Alfito dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Kamis (21/07/2022).
Warga Wangkal lainnya, Leo Utul mengatakan, orangtua tentu menginginkan anaknya menjadi pintar. Oleh karena itu harus bersekolah di sekolah yang bagus.
Menurut Leo, rencana pendirian SMPN di Mbang tanpa berdiskusi dengan warga masyarakat sekitar seperti Wangkal, Kalo dan Romang.
“Hanya mereka orang Mbang saja yang tahu rencana pendirian sekolah itu. Apa demikian membangun sekolah?” tukas dia.
Warga Wangkal, Kalo dan Romang menduga pendirian SMPN Wangkal merupakan proyek politik anggota DPRD dari PKB asal Dapil 4, berinisial KD.
“Ia datang ke Mbang membawa Camat Reok Barat, terus sampaikan ke dinas bahwa masyarakat ingin membangun SMPN di Mbang. Itu manipulasi fakta dan menipu Bupati Manggarai. Aneh juga kepala dinasnya percaya saja kepada proposal yang tidak benar dari oknum anggota DPRD dan Camat Reok Barat,” tegas seorang warga Wangkal, Alfons.
Menurut Alfons, kalau kepala dinasnya cerdas, maka tentu tidak percaya begitu saja proposal itu. Kepala dinas harus memanggil tokoh-tokoh masyarakat sekitar Mbang untuk meminta pendapat mereka.
“Bukan seperti ini langsung percaya begitu saja proposal yang tanpa studi kelaikan,” kata Alfons.
Praktisi pendidikan asal Kecamatan Reok Barat, Hendrik Masur, menilai pendirian sekolah baru di Kampung Mbang sarat kepentingan politik dari salah seorang anggota DPRD.
Dikatakan, pendirian sekolah baru tersebut harusnya mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan(Permendikbud) Nomor 36 Tahun 2014 tentang Pedoman Pendirian Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
“Mendirikan sekolah baru tidak semudah membalikkan telapak tangan. Harusnya semua itu melalu proses diskusi, studi dan kajian yang serius,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia merincikan pada pasal 4 ayat (1) huruf (a) menjelaskan terkait persyaratan satuan pendidikan, meliputi hasil studi kelaikan.
Selain itu, ayat 2 huruf (a) menjelaskan selain persyaratan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pendirian satuan pendidikan harus melampirkan hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian satuan pendidikan formal dari segi tata ruang, geografis dan ekologis.
“Pendirian sekolah baru ini jauh dari partisipasi warga khususnya ketiga kampung yang berada di sekitar sekolah ini. Sekolah pendukung juga tidak ada, kalaupun ada juga itu jauh dari studi kelaikan,” ungkapnya.
Ditambahkan, Pemda Manggarai dalam hal ini dinas terkait seharusnya tidak asal mengeluarkan izin pendirian sekolah baru dengan memberikan kelonggaran-kelonggaran persyaratan tertentu dengan modal dokumen tanah dan bangunan.
Selain itu, perlu ada kajian potensi siswa dan calon guru. Setelah semua beres, pendirian sekolah baru harus dicek kesesuaiannya dengan standar pelayanan minimal.
“Tolong terapkan regulasi yang ketat, kalau kita tidak mau SMPN 9 Reok Barat tersebut pada ujungnya tidak berkualitas,” ungkapnya.
Regulasi yang ketat menunjukkan arti visibilitas dari syarat yang diajukan. Jadi, tidak sekadar mempunyai gedung terus bisa buka sekolah.
Tetapi ada persyaratan-persyaratan minimal yang harus dipenuhi bukan seperti proyek pengaspalan jalan raya yang asal-asalan kemudian menyisakan luka pada rakyat.
“Stop menunggangi pendidikan untuk tujuan politik jangka pendek demi melanggengkan kuasa dengan alih-alih pembebasan manusia. Karena itu sama saja dengan membunuh masa depan anak-anak kita,” tegasnya.
Menurut dia, tugas kolektif semua pihak adalah memastikan generasi-generasi muda tumbuh menjadi lebih cerdas dan bermartabat.
Apalagi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengeluarkan regulasi khusus agar pendirian sekolah baru tidak lagi jor-joran. Tujuannya, sekolah yang baru didirikan mengutamakan kualitas.
Penulis: Ardy Abba