Ruteng, Vox NTT- Dinas Keluarga, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak (KP3A) Kabupaten Manggarai menggelar sosialisasi ‘Dampak Pernikahan Dini’ di SMPN 7 Cibal, Kecamatan Cibal, Sabtu (20/4/2024).
Kegiatan ini menghadir peserta yakni, Kepala Desa Wudi, Kepala Desa Rado, Kepala Desa Welu, utusan 20 orangtua/wali siswa dan 4 orang pengurus TPKK dari tiga desa dan 100 orang siswa kelas 2 dan 3.
Sosialisasi yang disponsori oleh LSM Wahana Visi Indonesia (WVI) AP Manggarai tersebut menghadir lima narasumber dari Dinas KP3A Kabupaten Manggarai.
Mereka yang adalah kepala bidang di dinas itu antara lain, Fransiskus M. Dura, Atanasius B. Huwa, Susaba Suryati Sukut, Yuliana B.S. Makmur, dan Yuliana Rosna.
Kaur Kesiswaan SMP Negeri 7 Cibal Sebastianus Dedi mengaku bersyukur dengan kegiatan sosialisasi tersebut.
Sebab menurut dia, ada banyak tamatan dari sekolahnya yang menikah sangat dini. Itu terutama tamatan yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA.
“Kegiatan hari ini merupakan bagian antisipasi dan mempersiapkan anak khusus kelas 3 yang sebentar lagi tamat dan akan memasuki lingkungan masyarakat yang baru dan lingkungan sekolah yang baru,” jelas Sebastianus.
Ia pun menyampaikan terima kasih kepada Dinas KP3A yang telah bersedia hadir di SMPN 7 Cibal dan berbagi pengetahuan dan wawasan kepada anak-anak dan orangtua.
Akses Pendidikan Tak Bedakan Gender
Sementara itu, Kepala Bidang Kesetaraan Gender Dinas KP3A Kabupaten Manggarai Atanasius B. Huwa mengatakan, sejauh ini akses pendidikan di Indonesia tidak membedakan gender.
Data Kemendikbud Ristek terkini, jelas dia, menunjukkan bahwa jumlah peserta didik perempuan dan laki-laki di Indonesia hampir seimbang.
Pada jenjang SD, misalnya, peserta didik laki-laki sebanyak 53,14 persen dan perempuan sebanyak 47,86 persen.
Pada jenjang SMP, peserta didik laki-laki sebanyak 51,10 persen dan perempuan sebanyak 48,90 persen.
Dan, pada jenjang SMA, peserta didik laki-laki sebanyak 44,50 persen dan perempuan sebanyak 55,50 persen.
Karena itu, dalam materinya, Atanasius mengajak lembaga pendidikan untuk meningkatkan kesetaraan gender bagi siswa.
Caranya, kata dia, dengan memberikan akses pendidikan yang setara antara siswa laki-laki dan perempuan.
Lalu, memberikan pendidikan seksualitas yang komprehensif. Harus juga mengadakan pelatihan dan pendidikan bagi para guru.
Atanasius menjelaskan, kesetaraan gender harus diimplementasikan sejak dini kepada siswa. Hal ini penting agar meminimalisasi dan menghilangkan diskriminasi terhadap gender.
“Karena perbedaan peran laki-laki dan perempuan itu tercipta melalui proses belajar dalam lingkungan sekolah dan masyarakat,” katanya. [VoN]