Ruteng, Vox NTT- Unika St. Paulus Ruteng menggelar berbagai jenis lomba budaya Manggarai yang melibatkan siswa SMA dan SMK se-Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur), Selasa (14/5/2024).
Beragam jenis perlombaan antara lain; Torok Kapu Meka Penti, Torok Tiba Woe Wagal Kawing, Torok Tiba Ema Uskup, Torok Tae du Podo Takung Misa Pentekosta, Pidato Bahasa Manggarai, Baca Puisi Bahasa Manggarai, dan Fotografi Objek Budaya Manggarai.
Torok merupakan salah satu tuturan adat yang masih diwariskan secara turun-temurun dalam masyarakat Manggarai. Torok mengandung berbagai nilai kearifan lokal.
Perlombaan dalam rangka dies natalis Unika St. Paulus Ruteng ke-65 ini disponsori oleh Indonesian Financial Group (IFG) dan Institut Manggarai (IM).
Koordinator subseksi acara bidang lomba budaya RD. Innosensius Sutam menjelaskan, kegiatan lomba budaya Manggarai ini bertujuan untuk memperoleh tiga kompetesi dasar. Ketiganya yakni, pengetahuan (knowledge) tentang budaya Manggarai, di mana peserta belajar Bahasa Manggarai.
Tingkah laku (attitude), di mana peserta bisa mempunyai tingkah laku baik seperti hospitalitas sebagaimana ditunjukkan dalam Torok Tiba Meka, tingkah laku ekologis yang ada dalam tema pidato, cinta Manggarai dan komunitas lewat puisi, dan lain-lain.
Keterampilan (skill) dalam membawakan acara tiba meka dan berbicara Bahasa Manggarai, gestikulasi dan kesopanan dalam menerima tamu, dan lain-lain.
“Perlombaan ini panggung budaya bagi orang muda, ada regenerasi dan kaderisasi budaya. Orang muda sering tidak mempunyai kesempatan untuk mewujudkan diri,” kata Pastor Ino dalam keterangan yang diterima awak media, Rabu (15/5/2024).
Ia menjelaskan, latar belakang dari acara ini adalah revitalisasi, reinterprestasi, serta restrukturisasi budaya Manggarai agar secara positif mampu dikontekstualisasikan dalam situasi yang baru.
“Secara negatif dia menjadi jawaban terhadap krisis budaya, krisis ekologis, krisis moral, krisis sosial,” tandasnya.
“Kita menggali dari sumber sendiri. Krisis budaya Manggarai ini dapat kita lihat dari kurangnya kebanggaan terhadap budaya Manggarai yang oleh sosiolog Rober Lawang disebut sebagai fenomena ‘de-Manggarainisasi’,” imbuh Pastor Ino.
Menurut dia, perlombaan ini sebenarnya ada sinergi dengan kurikulum merdeka, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
Perlombaan ini tentu saja menekan proyek eksplorasi dan elaborasi kebudayaan Nusantara yang sarinya ditemukan dalam Pancasila.
“Hari ini kita sedang eksplorasi dan elaborasi budaya Manggarai, yang pasti mengandung nilai Pancasila,” katanya.
Pastor Ino menambahkan, dalam era globalisasi ini pihaknya mengembangkan glokalisasi. Globalisasi punya nilai positif dan manusia siap menerimanya.
“Tetapi kita juga harus mengembangkan kebudayaan lokal kita. Minum dari sumur sendiri,” terang Pastor Ino.
Pertahankan Jati Diri
Wakil Rektor I Unika St. Paulus Ruteng Marsel Payong dalam sambutannya mengutip pernyataan sosiolog Prof. Robert Lawang yang menyebut saat ini terjadi ‘de-Manggarainisasi’.
“Hal itu dapat dilihat pada bahasa dan nama yang menggunakan nama lain,” jelas Marsel.
Ditambahkan lagi, lanjut dia, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mengidentifikasi bahwa ada ketegangan antara proses globalisasi dan nilai lokalitas.
Itu sebabnya proses pendidikan harus mempertahankan jati diri dan identitas lokal. Hal ini penting agar bijak menghadapi pengaruh dari luar, internet, serta nilai yang tidak selalu kompatibel dengan nilai lokal.
“Merawat lokalitas, identitas, kesejatian diri kita, panitia merancang kegiatan yang menjaga dan menggali nilai budaya Manggarai. Jati diri ke-Manggarai-annya,” katanya.
Senada, salah satu tokoh Institut Manggarai Save Dagun mengatakan, perlombaan ini sangat penting untuk melesatarikan kebudayaan lokal Manggarai.
Rektor Unika St. Paulus Ruteng RD. Maksimus Regus mengatakan, perlombaan unsur budaya ini adalah momen revitalisasi kebudayaan, kerja sama dan kolaborasi antara berbagai stakeholders kebudayaan Manggarai, dan membangun karakter generasi muda Manggarai.
“Hal ini sejalan dengan visi Unika Santu Paulus Ruteng, yang menekan tiga bilai utama, yaitu transformasi, kolaborasi dan karakter,” jelas Pastor Maks.
Apresiasi dan Terima Kasih
Dalam sambutannya pula, Pastor Maks menyampaikan apresiasi kepada semua siswa, pendamping, dan sekolah yang menjadi peserta lomba ini.
“Tak lupa juga kepada pihak mitra dan sponsor Indonesian Financial Group (IFG) dan Institut Manggarai (IM). Tentu saja panitia penyelenggara,” imbuh dia.
Marsel juga menyampaikan apresiasi kepada panitia lomba dan penggagas acara ini. Juga kepada para kepala sekolah yang merespons undangan untuk mengikuti perlombaan.
“Terima kasih mengirim siswa-siswinya. Terima kasih kepada adik-adik siswa SMA/SMK, ini bukan hanya ajang untuk meraih prestasi, tetapi juga ajang merawat Kemanggaraian kita,” ucap dia.
“Terima kasih kepada semua pihak yang berkonstribusi kepada identitas, jadi diri, Kemanggaraian,” tambah Marsel.
Menurut dia, kegiatan ini tidak hanya berhenti pada perlombaan saja. Unika St. Paulus Ruteng, kata Marsel, sudah membentuk unit khusus untuk merawat, menghidupkan kearifan lokal, dan tradisi Manggarai. [VoN]