Kupang, Vox NTT – Sosiolog dan Peneliti Kajian Budaya dari Undana, Lasarus Jehamat menegaskan, pembangunan di NTT sangat tergantung dengan pemerintah pusat.
“Sejauh ini pengambil kebijakan di daerah ini belum mampu mengeksplorasi kekayaan NTT seefektif mungkin,” kata Lasarus, Senin, 11 November 2024.
Ia bilang, “pemimpin kita banyak omong tapi gagal aksi.”
“Ini soal besar kita. Nah, dibutuhkan kerja sama dengan pusat dalam konteks itu. Itulah alasan mengapa kemudian, kualitas relasi pemimpin pusat dan daerah itu amat penting,” jelasnya.
Menurut Lasarus, hal ini tidak ada urusan dengan politik. Hal ini berkaitan dengan praksis pembangunan NTT.
“Kita masih sangat tergantung pusat. Itu harus dicatat. Omong kosong kalau ada yang bilang relasi dengan pusat itu jualan politik semata. Itu keliru,” tegasnya.
Lasarus menjelaskan, politik pemerintahan di Indonesia menuntut model relasi politik yang linear pusat dan daerah. Pakem itu menurut dia, agak sulit dihindari.
Sementara Akademisi asal Undana, Feliks Tan meminta agar pemerintah pusat perlu memperhatikan secara serius pembangunan di NTT.
Perhatian itu tidak saja karena kewajiban pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah, namun kekuatan lobi seorang gubernur juga menjadi salah satu tolak ukurnya.
“Justru lebih bagus kalau secara politik seorang gubernur lahir dari rahim partai atau koalisi partai yang sama dengan presiden,” jelas Feliks.
Menurutnya, NTT butuh pemimpin yang mampu melobi pemerintah pusat untuk membuat yang terbaik untuk NTT.
Hal ini penting sebab NTT bagian dari Indonesia. Jika pintu lobi ke pusat tertutup, maka NTT bisa saja susah sendiri.
Akademisi lain Marsel Robot lebih menekankan pada aspek pendidikan.
Menurutnya, pendidikan merupakan urusan wajib negara. Karena merupakan hak dasar manusia yang harus dipenuhi.
Oleh karena itu, negara dalam hal pemerintah pusat harus menjamin hak dasar warga negara.
Dengan demikian, pemerintah pusat harus mengalokasikan anggara untuk menyenggarakan pendidikan yang berkualitas.
Marsel menegaskan, APBD sangat tidak mungkin untuk membiayai penyelenggarakan pendidikan.
“Kita harus realistis, bahwa NTT sebagai salah satu provinsi termiskin ketiga di Indonesia sangat memerlukan uluran tangan pemerintah pusat. Kita tidak bisa menafikan peran pusat dalam pendanaan pendidikan di Nusa Tenggara Timur,” katanya.
Sebab itu, kata Marsel, peran gubernur untuk mendatangkan dana pembangunan dari pusat sangat penting.
Selain ada regulasi kewajiban pemerintah pusat untuk pembangunan di daerah, lobi seorang gubernur juga penting.
Menurut Marsel, gubernur harus berpikir bagaimana membangun relasi dengan presiden, menjadi salah satu bagian strategis kemajuan pembangunan di daerah.
Tugas daerah yang paling penting, kata dia, ialah; pertama, harus menjamin dan mengawasi penggunaan keuangan sektor pendidikan secara efisien dan tepat sasaran.
Kedua, diperlukan regulasi tingkat daerah untuk mendorong kemajuan pendidikan, terutama bagaimana ekosistem literasi dibangun di lembaga satuan pendidikan.
Ketiga, diperlukan sekolah-sekolah satelit di pinggir kota atau yang kualitas sama dengan pendidikan di kota.
“Model ini penting untuk pemerataan kualitas, sekaligus menghalangi urbanisasi siswa dari desa ke kota. Jika sekolah di kota melampau kuota maka akan terjadi penurunan mutu secara signifikan,” tegas Marsel.
Keempat, diperlukan pelatihan yang regular untuk menyegarkan model dan metode pembajaran yang ramah dengan kemajuan zaman.
Penulis: Ronis Natom