Labuan Bajo, Vox NTT – Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) memandang reforestasi atau penghijauan kembali destinasi pariwisata menjadi isu strategis yang perlu mendapat perhatian.
BPOLBF kemudian berupaya mendorong keberlanjutan sektor pariwisata dan pelestarian lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan yang mengadakan Floratama Learning Center dengan mengusung tema “Reforestasi Destinasi Pariwisata: Tantangan dan Skema Pembiayaan.”
Kegiatan ini diselenggarakan secara hybrid, yaitu online melalui zoom meeting dan secara offline, pada Rabu, 20 November 2024 pagi.
Upaya ini bertujuan tidak hanya untuk melestarikan ekosistem, tetapi juga untuk mendukung daya tarik wisata yang ramah lingkungan.
Dalam Floratama Learning Center membahas tantangan yang dihadapi dalam merealisasikan reforestasi.
Plt. Direktur Utama BPOLBF, Frans Teguh dalam sambutannya saat membuka rangkaian kegiatan Floratama Learning Center mengatakan, sistem pengelolaan kawasan hutan di Ibu Kota Nusantara (IKN), dapat menjadi gambaran bagi pengelolaan kawasan hutan produksi di Parapuar dan beberapa badan otorita lainnya di Indonesia.
Frans pun mengapresiasi kesediaan Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), Myrna A. Safitri atas kesediaanya untuk berbagi mengenai pengelolaan hutan yang seharusnya menjadi salah satu fondasi destinasi wisata di Indonesia.
“Dalam konteks ini, kami ingin mendapatkan gambaran tentang bagaimana pengelolaan kawasan tersebut sehingga dapat menjadi ide atau rekomendasi dalam penataan destinasi pariwisata,” kata Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi itu.
Tema Floratama Learning Center, kata dia, difokuskan pada reformasi destinasi pariwisata sebagai peluang untuk mengajak investor sekaligus memperkuat skema pembiayaan yang inovatif.
Frans berharap dapat belajar dari pengalaman Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), yang telah menghadirkan gagasan dan terobosan seperti konsep Forest City.
Konsep ini relevan untuk mendukung reforestasi hutan produksi dan industri, serta pengembangan kawasan yang dikelola BPOLBF, yaitu kawasan Parapuar Labuan Bajo, serta beberapa spot yang berada di setiap kabupaten di Flores atau di NTT secara keseluruhan, atau juga di beberapa badan otorita seperti di Borobudur dan Toba.
Frans menambahkan, dalam pengembangan kawasan terdapat tantangan yang menghambat optimalisasi reforestasi dan konservasi.
Ia bilang, pendanaan ini seharusnya dapat mengoptimalkan proses reforestasi. Forest Management Plan dapat menjadi platform yang memperkuat konservasi dan perlindungan keanekaragaman hayati, serta meningkatkan nilai tambah melalui pariwisata yang ramah lingkungan.
Frans berharap forum ini memberikan wawasan dan pembelajaran dari otoritas IKN mengenai pengembangan Forest City dan pemanfaatan lahan di kawasan yang dikelola BPOLBF.
“Dengan demikian, kita dapat mendorong pembangunan yang konsisten dan berkelanjutan, demi mewujudkan bangsa yang lebih berkualitas, bermartabat, dan maju,” ujar dia.
Myrna dalam paparannya, menjelaskan mengenai miniatur hutan hujan tropis nusantara terdapat beberapa tujuan pembangunan ekosistem hutan hujan tropis di IKN.
Pembangunan ekosistem yang diterapkan yakni mewujudkan kawasan yang memaksimalkan penyerapan karbon, Konservasi kehati yang berbasis prinsip pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), konsumsi air yang efisien, memiliki jaringan ruang hijau yang terstruktur, memiliki kualitas udara yang baik dan suhu udara rataan sejuk, kualitas air permukaan yang baik, melindungi habitat satwa, memiliki kualitas tutupan lahan yang baik dan terevitalisasinya lanskap hutan hujan tropis.
Myrna menjelaskan, pembangunan miniatur hutan hujan tropis di IKN bertujuan menjalankan fungsi ekologis dan edukasi masyarakat.
Pembangunan miniatur hutan hujan tropis di IKN diharapkan untuk menjalankan berbagai fungsi hutan dan lingkungan.
Di sisi lain, kata dia, hutan ini akan menjadi jendela pertunjukan (show window) mengenai hutan hujan tropis kepada berbagai kalangan masyarakat.
“Jenis tanaman yang akan ditanam berupa jenis-jenis asli hutan hujan tropis dataran rendah dalam hal ini diprioritaskan pada jenis-jenis yang ditemukan pada hutan hujan dipterokarpa kecuali pada lahan yang mengalami hambatan drainase yang biasanya berasosiasi dengan muka air tanah yang dangkal dan adanya lapisan kedap air,” jelas Myrna.
Diketahui, Floratama Learning Center diikuti dan hadiri oleh seluruh pegawai BPOLBF secara hybrid dan beberapa peserta ekternal lainnya seperti dari Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Pelaksana Otorita Danau Toba, Badan Pelaksana Otorita Borobudur, Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan Kabupaten Lembata, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertahanan Manggarai Barat, Dinas Pariwisata Kabupaten Ngada, Dinas Pariwisata Kabupaten Alor, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai, Balai Taman Nasional Komodo, WWF Indonesia.