Ini jalan kan kami hitung sudah empat kali digusur. Sebelumnya menggunakan APBD Mabar. Ada yang menyebut itu jalur pemerintah daerah. Tetapi kenapa dia (Kades Hendrik) alokasi lagi dari dana desa
Ruteng, VoxNtt.com– Hendrikus Baharun, Kepala Desa (Kades) Golo Lajang, Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar)- Flores diduga menilep dana desa tahun anggaran 2016.
Dolfosius Suhardi dan Gordianus Hambul, dua warga Desa Golo Lajang saat menemui VoxNtt.com di Ruteng-Manggarai, Senin, (14/11/2016) membeberkan sejumlah kejanggalan pada pembangunan fisik di desa tersebut yang sudah dirumuskan dalam APBDes Nomor; 02 Tahun 2016.
Mereka menduga Kades Hendrik telah melakukan korupsi pada pembangunan rintisan jalan dari Dusun Tuwa menuju Dusun Lesem. Pasalnya, ruas jalan tersebut sudah dirintis tiga kali sebelumnya dengan menggunakan APBD Mabar.
Anehnya, dalam APBDes Golo Lajang nomor 02 tahun 2016 itu, pemerintah desa masih mengalokasikan anggaran dari dana desa sejumlah Rp 611.580.069 untuk pembangunan ruas jalan tersebut.
Dolfo menjelaskan dari total tersebut, biaya fisik mencapai Rp 569.500.000 dan biaya administrasi serta Honor Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) sebanyak Rp 12.080.069, biaya bantuan teknis perencanaan sebanyak Rp 18.000.000, dan biaya teknik pengawasan sejumlah Rp 12.000.000. Padahal, faktanya hanya ada perbaikan di titik-titik tertentu dan sekitar tiga ratusan meter dirintis baru.
“Ini jalan kan kami hitung sudah empat kali digusur. Sebelumnya menggunakan APBD Mabar. Ada yang menyebut itu jalur pemerintah daerah. Tetapi kenapa dia (Kades Hendrik) alokasi lagi dari dana desa. Padahal hanya perbaikan di titik-titik tertentu saja dan ada penambahan sedikit. Anehnya sampai saat ini jalur itu belum bisa dilalui kendaraan roda empat,” tegas Dolfo.
Kejanggalan lain, demikian dia menambahkan, dalam APBDes ada pembangunan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) dengan anggaran sebesar Rp 35.000.000 dari ADDes yang sejauh ini belum ada bangunannya.
Perincian pembangunannya, kata dia antara lain; biaya fisik Rp 31.500.000, biaya administrasi dan operasional TPK sebesar Rp 1.000.000, biaya bantuan teknis perencanaan sebanyak Rp 1.500.000, dan biaya teknik pengawasan sejumlah Rp 1.000.000.
Minta Sosialisasi
Dolfo mengaku, sejumlah masyarakat geram dengan model kebijakan Kades Hendrik yang terindikasi sarat dengan praktek korupsi tersebut.
Karena itu, pada 25 Oktober 2016 lalu sedikitnya 30 tokoh masyarakat mengirimkan surat kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Golo Lajang.
Surat ini bertujuan untuk meminta pemerintah desa agar segera melakukan sosialisasi secara terbuka jumlah anggaran yang masuk ke rekening desa serta pengalokasianya.
“Permendagri Nomor 47 Tahun 2016 tentang Administrasi Pemerintah Desa, di pasal 10 poin 1 dan 2 menyebutkan bahwa masyarakat desa berhak meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa mengenai kegiatan penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat,” pungkas Dolfo.
Namun anehnya, kata dia, saat pertemuan pemerintah desa enggan memberikan Rancangan Anggaran Biaya (RAB) kepada masyarakat saat ditanya terkait sejumlah indikasi korupsi tersebut.
Kades Hendrik hanya menjelaskan bahwa telah terjadi pemangkasan anggaran ADD yang berimbas pada pembangunan di desa-desa.
Terkait dengan dugaan korupsi tersebut, Dolfo meminta penegak hukum segera memeriksa pembangunan fisik di desa Golo Lajang.(AA/VoN)