Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) meminta pemerintah membatalkan penyesuaian tarif pengurusan surat-surat kendaraan bermotor karena Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 dinilai cacat administrasi.
Jakarta,VoxNtt.com-FITRA menilai tidak pernah ada uji publik, PP bisa cacat secara administrasi karena tidak ada bagian uji publik yang mengedepankan komponen lain untuk mengkaji peraturan tersebut.
“Pemerintah menerbitkan PP 60/2016 tentang penyesuaian tarif untuk pengesahan surat tanda nomor kendaraan (STNK), penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, penerbitan surat izin mengemudi, dan lain-lain”, ujar Sekretaris Jenderal FITRA, Yenny Sucipto, dalam konferensi persnya, pada Kamis, (05/1).
Penyesuaian tarif tersebut misalnya penerbitan STNK untuk kendaraan roda dua yaitu dari Rp50.000 menjadi Rp100.000, sementara untuk roda empat atau lebih dari Rp75.000 menjadi Rp200.000.
Perubahan tarif juga berlaku untuk penerbitan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB) baru dan ganti kepemilikan (mutasi). Besaran tarifnya dari Rp.80.000 untuk roda dua dan tiga menjadi Rp.225.000 dan kendaraan roda empat dari Rp.100.000 menjadi Rp.375.000.
Yenny menilai evaluasi mengenai kinerja pengelolaan PNPB terkait peningkatan kinerja pelayanan masyarakat dalam pengurusan surat-surat kendaraan bermotor harus dilakukan sebelum dikeluarkan produk kebijakan.
FITRA mencatat terdapat sekitar Rp270 miliar potensi PNBP 2015 yang tidak terserap karena masalah di sistem administrasi manunggal satu atap (samsat), pembayaran ke bank yang terlambat, dan problem pengelolaan.
Lebih lanjut Yenny mengatakan pemberlakukan PP 60/2016 menegaskan persoalan ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan tersebut.
“Ini mengkhawatirkan kami karena akan bisa dimanfaatkan oleh elit tertentu, mengingat tidak ada akuntabilitas dalam PNBP di sektor kendaraan bermotor”, ungkapnya.
FITRA juga merekomendasikan agar target penaikan PNBP berdasar PP 60/2016 sebesar Rp.1,7 triliun dikaji lebih dalam.
“Kalau memaksakan kehendak dengan menegasikan penerimaan negara bukan pajak lain, akan meningkatkan ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintahan. Kebutuhan akan dana tidak harus dilakukan dengan pemberlakukan kebijakan yang sporadis”, tutup Yenny. (Ervan Tou/VoN)
Foto Feature: Yenny Sucipto