Oleh: Safwan Noer*
Maraknya TKA Ilegal yang berada di wilayah RI menjadi sorotan bagi seluruh elemen bangsa, terlebih TKA yang berasal dari negeri tirai bambu yang begitu membludak datang dari seluruh penjuru negeri.
Keputusan Pemerintah untuk menghapus kewajiban TKA menguasai bahasa Indonesia dalam rangka mempercepat investasi, malah menjadi ruang terbuka bagi para TKA untuk masuk ke negeri ini.
Kebijakan ini justru merugikan bangsa kita pasalnya saat TKI bekerja di luar negeri, mereka diharus memahami bahasa di negara tempat bekerja.
Pemerintah beralasan bahwa para TKA yang masuk ke Indonesia merupakan tenaga ahli dalam rangka transfer of Knowladge pada anak negeri , namun realitasnya tidak semua TKA memiliki kemampuan profesional yang dibutuhkan negeri ini.
Mereka adalah buruh kasar yang tidak memiliki kemampuan khusus untuk transfer ilmu yang mana menjadi alasan klasik pemerintah Indonesia.
Ketika semua media fokus pada kasus maraknya TKA Ilegal, bak tersambar ombak, masing-masing lembaga yang berwenang seperti kecolongan dan kebakaran jenggot atas kejadian ini.
Kejadian ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam membendung dan mengawasi masuknya TKA ilegal.
Belum optimalnya pemberlakuan undang-undang ketenagakerjaan Tentang TKA, dan lemahnya pengawasan terhadap masuknya TKA di Indonesia, baik Kemenakertrans, dan Imigrasi, menjadi pintu gerbang utama masalah membludaknya TKA Ilegal.
Problem ini harus dievaluasi segera mungkin untuk menertibkan para TKA di Indonesia.
Pemerintah RI sebagai pemegang otoritas kebijakan tentu harus memberikan regulasi yang jelas terhadap para TKA, baik secara adminitrasi, maupun dalam hal profesional pekerjaan, sehingga sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku.
Kurangnya pengawasan dari pihak berwenang kepada setiap warga negara asing yang masuk ke Indonesia membuka peluang para WNA yang seharusnya hanya mendapatkan izin perjalanan (turis) kemudian memanfaatkan peluang untuk mencari pekerjaan di negeri ini.
Dampak dari banyaknya TKA Ilegal yang tidak memiliki keahlian, akhirnya memperkecil peluang pekerjaan bagi orang-orang pribumi.
Kesenjangan gaji yang tidak berimbang antara para TKA dengan Pekerja lokal, merupakan dampak paling menonjol yang dapat dirasakan, dimana gaji TKA lebih tinggi dari Pekerja Lokal, khususnya TKA yang bekerja sebagai buruh kasar bukan tenaga ahli.
Tentu hal ini telah melukai hati rakyat banyak. Sekali lagi ini merupakan tugas pemerintah untuk menindaklanjuti dan memberikan kebijakan dalam memberikan hak yang sama baik TKA maupun Tenaga Kerja Lokal.
Pemberlakuan Undang-undang ketenagakerjaan khusus WNA secara masif, serta pengawasan intensif oleh Pemerintahan terhadap para TKA , menjadi solusi dalam masalah maraknya TKA Ilegal.
Kemudian peran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam mengawasi para TKA di daerah masing-masing menjadi bagian penting dalam meminimalisir para TKA Ilegal.
Pemerintah RI Hari ini juga harus fokus untuk produktivitas pekerja lokal, sehingga dapat mengurangi pengangguran, dan memberikan peluang bagi anak negeri untuk ikut serta berkontribusi bagi membangun negeri.***
Foto Feature: Safwan Noer saat kegiatan gathering zona Sumatra (kiri dalam foto)
*Penulis adalah President ASEAN Muslim Students Association Indonesia ( AMSA Indonesia )