Ruteng, VoxNtt.com- Ilmu memang mahal. Untuk mendapatkan pendidikan yang baik memang butuh perjuangan meski nyawa menjadi taruhannya.
Melawan maut demi mendapatkan pendidikan, saban hari sudah menjadi sajian empuk sejumlah anak sekolah SDN Topak, Desa Golo Langkok, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai-Flores.
Betapa tidak, sebagian anak dari sekolah ini terpaksa harus menempuh perjalanan sejauh kurang lebih 3 kilometer.
Mereka berjalan menyusuri hutan dan perkebunan warga untuk sekedar duduk mendengar pelajaran di sekolah. Itu terutama bagi anak-anak sekolah asal Kampung Ara.
Bukan saja karena jauh penderitaan mereka, namun tak kala sadis menanti ialah melewati kali Wae Lawar. Nasib mereka setiap pergi dan pulang sekolah bertaruh di atas arus air kali Wae Lawar yang cukup besar itu.
“Walau jalannya sudah beraspal, namun di kali ini belum ada jembatan permanen. Anak-anak sekolah dari Kampung Ara bertaruh nyawa di kali Wae Lawar,” ujar Fidelis Randut, Warga Desa Liang Bua, sebuah desa tetangga Golo Langkok, Senin (13/2/2017) malam.
Parahnya lagi ketika musim hujan, anak-anak SD dari Kampung Ara terpaksa harus merayap di atas jembatan bambu yang dibuat warga.
Jembatan ini sengaja dibangun untuk bisa mengakses melewati banjir saat musim hujan dari Kampung Ara ke Topak.
Nasib mereka setiap musim hujan sangat bergantung dengan keramahan jembatan bambu yang berjarak 10 meter itu.
Kekuatan jembatan yang hanya beralaskan dua potong batang bambu selebar setengah meter itu memang cukup menantang dan menyeramkan bagi para siswa.
Apalagi tumpuhan di bagian ujungnya hanya diikat dengan tali alam yang sudah lapuk. Bagian ujung bambu alas jembatan hanya ditaruh begitu saja di atas tanah.
Di bagian samping jembatan bambu itu hanya terdapat dua buah kayu yang berfungsi sebagai pegangan. Sekitar jembatan medan cukup terjal dengan dihiasi hutan nan hijau dan perkebun warga.
“SDN Topak itu sebenarnya sengaja dibangun untuk anak-anak warga Kampung Topak saja. Namun puluhan anak dari kampung Ara juga bersekolah di tempat ini. Di jembatan bamboo cukup menantang memang, apalagi kalau hujan dia sangat licin dan mebahyakan keselamatan,” aku Fidelis.
Di atas jembatan, kata dia, para siswa harus menjaga keseimbangan saat menapaki bambu. Tak hati-hati, para siswa ini bisa jatuh ke arus sungai Wae Lawar.
Dikatakan, kesadaran bahwa pendidikan begitu penting selalu menjadi penyemangat dalam aktivitas mereka setiap hari. Sebab, tak ada jalan lagi menuju ke sekolah, selain melewati Wae Lawar.
Dengan kondisi ini, Fidelis pun berharap kepada pemerintah kabupaten Manggarai segera membangun jembatan Wae Lawar tersebut. (Ardy Abba/VoN).