Kupang, VoxNtt.com- Hari menjelang senja. Sudah menjadi biasa, Pantai Pasir Panjang menjadi salah satu tujuan destinasi wisata akhir pekan bagi penduduk Kota Kupang.
Mereka datang entah untuk melepas penat ataupun menemani anak-anak untuk mandi air laut.
Diapiti dua hotel megah, Pantai Pasir Panjang ini berada tepat dalam wilayah RT 07 Kelurahan Pasir Panjang, Kecamatan Kota Lama, Kota Kupang.
Dari kejauhan kita dapat menyaksikan sejumlah orang dengan berbagai aktivitas di atas hamparan pasir putih tersebut.
Pantauan VoxNtt.com, Sabtu (18/03/2017), tampak ada beberapa kelompok anak-anak sedang asyik bermain sesekali mencelupkan badan dalam air laut yang bening.
Ada juga orang dewasa yang menemani anak-anaknya sambil menikmati udara pantai sembari berfoto selfie mengambil moment sunset.
Sejak dulu, Pantai Pasir Panjang memang menyimpan banyak kisah. Tak hanya menyimpan kenangan manis bagi orang yang datang berekreasi tetapi juga kisah pahit tentang perlawanan masyarakat setempat melawan kepentingan elit yang pro terhadap kapital.
Menurut cerita dan pemberitaan media 2 tahun sebelumnya, pantai ini pernah menjadi perbincangan banyak orang dan banyak pemangku kepentingan di Kota Kupang.
Pasalnya, pemerintah Kota (pemkot) Kupang di zaman Wali Kota Jonas Salean membangun jogging track sepanjang 500 meter, dengan lebar 11 meter di bibir pantai tersebut.
Pemerintah kala itu menggunakan dana dari APBN tahun 2014 sebesar Rp 9,5 miliar.
Perlawanan rakyat saat itu terkesan sia-sia walaupun argumentasi ekologis, ekonomis, pun dasar historis disuarakan kepada pemerintah Kota Kupang.
Suara-suara itu disatu-tekadkan dalam Aliansi Suara Rakyat Pasir Panjang bersama elemen aktivis lingkungan hidup, aktivis sosial, mahasiswa, pemuda beserta masyarakat Pasir Panjang.
Komitmen Ketua RT
Di antara riuh ramai para penikmat suasana pantai, tampak seorang pria tengah sibuk menyirami anakan pohon sepanjang bibir pantai.
“Selamat sore juga kaka”, balas pria yang usianya kira-kira 40 tahun ini sambil terus sibuk menggayung genangan air hujan yang kebetulan terjebak dalam kubangan-kubangan kecil di lapangan tanah samping pasar ikan Falileo.
Percakapan pun dimulai. Pria yang memperkenalkan diri bernama Frans Riwu ternyata Ketua RT 07 Pasir Panjang.
“Ini ada siram pohon waru baru tanam kemarin”, jawabnya.
Ia menjelaskan bahwa pohon waru yang sedang disiramnya merupakan bantuan dari Balai Sungai Propinsi NTT untuk memperingati Hari Air Sedunia.
Anakan pohon ini baru ditanam dirinya bersama warga RT lain sehari yang lalu.
Oleh karena itu, dia menyiram sambil sesekali mengotrol guna menjaga tumbuh kembang pohon bernama latin Thespesia populnea itu.
Wartawan VoxNtt.com mencoba melemparkan beberapa pertanyaan terkait sejarah pantai ini.
“Kalo kaka dong liat ini pasir pu panjang na kaka dorang pasti su mengerti kenapa ini pante kasi nama Pasir Panjang”, jawab pria berkepala botak ini.
Beliau menjelaskan, pantai Pasir panjang sudah sejak zaman nenek moyang. Di pantai berpasir putih ini berbagai aktivitas dilakukan.
Para nelayan menggunakan pasir ini untuk menambatkan perahu dan membereskan peralatan melaut, sebagian masyarakat berolahraga di atas pasir, rekreasi, dan bahkan pasir putih dari pantai ini dipercaya mampu menyembuhkan penyakit seperti stroke.
“Su (sudah) banyak orang stroke datang terapi di sini. Kalo dulu pak mantan gubernur almarhum Piet Talo pernah datang terapi di sini”, kisah Cecep, kebiasaan pria ini disapa.
Akan tetapi, lanjut Cecep, keberadaan dari Pantai ini perlu dijaga dan dipertahankan. Pasalnya, Pantai Pasir Panjang sebenarnya sangatlah panjang dan luas.
Akan tetapi kini hanya tersisa di RT 07 Kelurahan Pasir panjang. Sedangkan di wilayah RT lainnya sudah dikapling menjadi milik privat untuk usaha bisnis, perhotelan, serta ditutup oleh semen beton jogging track yang dibangun pemkot Kupang pada tahun 2015 silam.
“Kalo seandainya kami tidak lawan 2 tahun lalu, mungkin sekarang katong (kita) sonde (tidak) bisa liat ana-ana maen pasir, mandi aer laut, lari sore ato maen bola di sini. Perahu-perahu yang kaka liat itu pasti sonde mungkin bisa parker lai di sini. Pemerintah bangun beton lebar 11 meter na pasti semua pasir di sini tatutup (tertutup) e kaka”, jelasnya sambil menunjukan batas pembangunan jogging track.
Ia juga menceritakan bahwa jogging track yang telah dibangun membawa masalah bagi masyarakat setempat. Misalnya beberapa waktu lalu sampah menumpuk dan menghasilkan bau busuk di wilayah tetangganya akibat tertahan semen beton jogging track.
Sebelum pamit pulang, sang ketua RT memberikan pesan ekologis untuk diwartakan kepada publik.
”Kita jaga pante ini untuk anak cucu kita. Jangan buang sampah di pante. Mari jadikan pante pasir panjang yang tersisa ini milik kita semua. Milik seluruh masyarakat Kota Kupang, juga pante-pante laen yang ada di Kota Kupang. Karna kalo kita tidak jaga alam, apa alam akan jaga kita?” pesannya menutup obrolan. (Florianus Dede/VoN)