Bajawa, Vox NTT- Pasca penghapusan dana Bantuan Operasional Pendidikan (Bosdik) dan Bantuan Kesehatan Daerah (Bokda) oleh pemerintah kabupaten (Pemkab) Ngada tahun 2017 ini, seolah nasib pilu sedang merongrong para guru honor dan tenaga honor kesehatan.
Tak jarang beberapa forum rapat kerja (Raker) pendidikan tingkat kecamatan, riakan keluhan para guru selalu menjadi sari diskusi. Sorotan tajam pun tak terelakan dari mulut para guru honor.
Saat Raker pendidikan tingkat kecamatan Wolomeze, 14 Maret lalu misalnya, salah seorang kepala sekolah, Ros Lukang menyoroti masalah penghapusan Bosdik tersebut. Ia menilai kebijakan penghapusan dana Bosdik tahun 2017 ini telah meresahkan para insan pendidikan.
Sorotan berupa penolakan Ros terutama untuk guru honor yang sudah direkrut daerah. Dengan dihapusnya dana Bosdik lanjut dia, tentu saja menimbulkan keresahan yang mendalam bagi para guru honor. Secara tidak langsung juga mengganggu proses pendidikan.
Sorotan Ros kala itu menanggapi presentasi salah seorang staf Dinas Pendidikan, Elisius Watungadha.
Watungadha memang pada Raker Selasa awal pekan lalu itu mengatakan, akan kembali mengusulkan anggaran Bosdik pada tahun anggaran 2018 mendatang.
Karena itu Kepsek Ros hanya meminta supaya Pemkab Ngada konsisten akan janjinya. Sebab dia mencium penghapusan Bosdik tersebut menunjukan ketidakkonsistenan pemerintah. Padahal program ini sebenarnya menjadi prioritas pemerintah.
“Kalau pada tahun 2018 akan kembali didanai agar jangan sampai menimbulkan keresahan lagi. Harus ada kepastian supaya guru honor tidak harap-harap cemas,” ujar Ros.
Timbal balik pikiran antara Ros dan Watungadha saat Raker pendidikan tingkat kecamatan Wolomeze itu terasa menghangatkan suasana pertemuan.
Elisius Watungdha menjelaskan, dana Bosdik pada tahun 2017 sebenarnya sudah dianggarkan sekitar Rp 11 miliar dari APBD II Ngada. Itu untuk alokasi honor lebih dari 1.000 guru.
Namun karena ada penurunan dana transfer DAU ke Ngada sekitar Rp 80 miliar, maka terpaksa anggaran tersebut dicampak. Realisasi anggaran Dinas Pendidikan Ngada pun berkurang sekitar Rp 15 miliar pada tahun 2017.
Bupati Ngada Marianus Sae juga seirama dengan penjelasan Elisius Watungdha tersebut. Saat pembukaan Musrenbangkab, Kamis (23/3/2017), dia mengatakan, tak dianggarkannya Bosdik oleh APBD Ngada 2017 karena ada pemotongan dana transfer dari pemerintah pusat yang nilainya hampir Rp 80 miliar.
Kendati demikian, Marianus tetap mengatasi masalah tersebut dengan mendorong pemerintah desa agar dapat mengalokasikannya melalui dana desa.
DPRD Pertanyakan Nasib Guru Honor dan Tenaga Kesehatan di Kelurahan
Bupati Marianus memang mendorong pemerintah desa di Ngada agar mengalokasikan anggaran untuk guru honor dan tenaga honor kesehatan. Namun, nasib mereka yang bekerja di tingkat kelurahan dipertanyakan.
Salah satu yang mempertanyakan itu ialah Wakil Ketua DPRD Ngada, Dorohtea Dhone.
Wanita yang akrab disapa Orti itu menegaskan, para tenaga guru honor dan tenaga honor kesehatan di desa-desa masalah memang sudah bisa diatasi dengan alokasi dana desa.
Namun dia mempertanyakan nasib tenaga guru dan tenaga honor kesehatan yang bertugas di sekitar 16 kelurahan di Ngada.
“Bagaimana nasib mereka ini. Dengan alokasi dana mana akan membayar, karena mereka sudah direkrut melalui seleksi oleh Pemda Ngada. Ini yang harus dipikirkan,” ujar anggota DPRD dari Fraksi NasDem itu ketika dihubungi VoxNtt.com melalui ponselnya, Kamis (23/03/2017) malam.
Karena itu, dia berharap pemerintah tetap menaruh perhatian kepada tenaga honor yang sudah direkrut tersebut. Apalagi banyak di antara mereka yang sudah lama mengabdi.
“Saya lihat tenaga-tenaga honor ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Karena itu saya minta pemerintah agar tidak membuat kebijakan yang berimplikasi pada pelayanan kepada masyarakat, baik di sekolah maupun pelayanan kesehatan,” tegasnya. (Arkadius Togo/VoN)