Borong, Vox NTT- Maraknya kasus human trafficking di luar negeri ternyata tak membuat efek jera bagi para pencari kerja di Kabupaten Manggara Timur (Matim)-Flores.
Respon masyarakat atas perusahan perekrut tenaga kerja legal ternyata masih positif. Buktinya, masih banyak yang ingin mencari kerja di luar negeri.
Pada, Kamis, 18 Mei 2017 misalnya, Dinas Nakertrans Matim kembali mengurus sedikitnya 5 Tenaga Kerja Wanita (TKW). Mareka hendak ke Negara Malaysia.
Data yang diterima VoxNtt.com dari Dinas Nakertrans Matim kelima wanita itu antara lain; Rosalia Titi, asal Keka kecamatan Poco Ranaka, Risna Fatima asal Wotok desa Nanga kecamatan Sambi Rampas, dan Sisilia Nelti Sina, asal Compang Wunis desa Compang Wunis kecamatan Poco Ranaka.
Selain itu, TKW lainnya yakni Marta Ndang, asal Meni desa Golo Pari kecamatan Sambi Rampas dan Rosdelima Renek, asal Perang desa Torok Golo kecamatan Rana Mese.
Kelima wanita ini sudah berkeluarga dan memiliki anak. Mereka direkrut oleh perusahan PT Rimba Ciptaan Indah.
Baca: Demi Mengubah Ekonomi Keluarga, Wanita Asal Matim Ini Rela Tinggalkan Suami
Dalilnya satu, mereka menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Pasalnya, kemiskinan selalu menggerogoti rumah tangga mereka. Pilihan menaruh nasib menjadi TKI menjadi solusi alternatifnya.
Tenaga kerja, baik Antar Kerja Antar Negara (AKAN) maupun Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dari Matim memang tergolong tinggi.
Kabid Penempatan Tenaga Kerja Dinas Nakertrans Matim, Ino Lampur melaporkan data. Dia membeberkan dinasnya mencatat per-18 Mei di tahun 2017 ini sebanyak 38 TKI. Sedangkan tenaga kerja AKAD sebanyak 34 orang.
Sementara perusahaan perekrut resmi yang beroperasi di Matim, beber Ino, yakni sebanyak 6 ke luar negeri dan 3 dalam negeri.
Perusahan ke luar negeri yakni; PT Gasando Buana Sari, PT Rimba Ciptaan Indah, PT Karya Pelita Karya Juhari, PT Mitra Sinergis Sukses. Keempat tersebut perusahaan merekrut tenaga kerja dengan tujuan ke Malaysia.
Lalu, PT Anuhgerah Usaha Jaya dan PT Tekad Jaya Abadi merekrut tenaga kerja dengan tujuan ke Singapura.
Sedangkan, perusahan perekrut dalam negeri antara lain; PT Timor Sakti Setia, PT Mutiara Timur Mitra, dan PT Hadi Jaya. Tiga perusahan ini merekrut tenaga kerja dengan kota tujuan yaitu Jakarta.
Maraknya pengiriman TKI dan AKAD ini menuai sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari LSM Insan Lantang Muda (Ilmu).
Ketua LSM Ilmu, Doni Parera menilai Pemkab Matim gagal dalam mewujudkan UUD 1945 pasal 7 ayat (2). Sebab, sejauh ini pengiriman TKI masih marak dari kabupaten itu.
“Ini keadaan yang sangat buruk. Pemda, “serahkan” warganya, untuk dijadikan tenaga kerja ditempat lain, dalam keadaan belum punya keahlian. Ini tidak beda dengan orang tua yang “menjual” anaknya dalam pandangan saya,” ujar Doni saat dihubungi VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp, Jumat (19/5/2017) malam.
Seharusnya kata Doni, kewajiban pemerintah adalah memberikan dan menyediakan pekerjaan yang layak bagi masyarakat.
“Ketika mereka tidak mampu memperbaiki ekonomi masyarakat, tidak dapat memberikan lapangan kerja, lalu dengan bangga disalurkan jadi babu melalui perusahaan pengerah tenaga kerja,” tegasnya.
Padahal selama ini lanjut dia, terbukti perusahan-perusahan tersebut sabagai lintah darah bagi para pekerja.
“Ingat, yang tampak manis, semua ongkos perjalanan, pelatihan ditanggung oleh perusahaan penyalur. Namun kemudian dipotong dari upah bulanan hasil keringat pekerja,” tukas Doni.
Sorotan lain datang dari Komisi Justice, Peace, and Integrity of Creation–Holy Spirit Missionary Sisters (JPIC-SSpS) wilayah Flores Barat.
Kordinator JPIC SSpS wilayah Flores Barat, Suster Maria Yosefina pesimis para TKI yang dikirim oleh Pemkab Matim tersebut bakal berjalan mulus di negara tujuan. Sebab, tenaga kerja yang dikirim hanya bertamatkan Sekolah Dasar (SD).
“Mestinya harus jelas tempat penampungan di Jakarta, sehingga mudah untuk kita komunikasi dengan mereka,” ujar Suster Yosefina yang selama ini intens mengawal isu-isu human trafficking dan kekerasan terhadap perempuan.
Kalau boleh, kata dia, pemerintah ke depannya lebih giat dan efektifkan Balai Latihan Kerja (BLK). Hal ini tentu saja untuk meminimalisasi angka TKI dan AKAD.
“Apalagi seorang ibu yang harus rela tinggalkan anak-anaknya hanya demi ingin hidupnya lebih baik,” katanya.
Padahal menurut Suster Yosefina, banyak juga yang pulang merantau dari luar negeri hidupnya tak ada perubahan. (Nansianus Taris/Adrianus Aba-VoN).