Kota Kupang, Vox NTT–Sejak dikeluarkannya pengumunan seleksi calon Sekda NTT menggantikan Sekda aktif saat ini, Fransiskus Salem, perhatian publik mengarah ke tahapan proses seleksi sebagaimana yang tertera dalam surat edaran Panitia seleksi (Pansel).
Dalam surat edaran yang ditandatangani Fransiskus Salem selaku Ketua Panitia seleksi terdapat beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi oleh peserta seleksi yakni: Berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lingkungan Pemerintahan Provinsi NTT, Memperoleh persetujuan tertulis dari pejabat Pembina kepegawaian, Memilik pangkat/golongan ruang serendah-rendahnya Pembina Utama Madya (IV/d), Menduduki jabatan eselon II-a pada 2 (dua) jabatan yang berbeda, menduduki jabatan sekurang-kurangnya eselon II-a dan minimal telah 5 (lima) tahun secara terus-menerus saat mendaftar, dan beberapa persyaratan lainnya.
Namun persyaratan yang dikeluarkan dalam surat edaran itu bertentangan dengan PP No 11 tahun 2017 Tentang Managemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tercantum dalam pasal 107 point b yakni:
- Memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah sarjana atau diploma IV;
- Memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi Jabatan yang ditetapkan;
- Memiliki pengalaman Jabatan dalam bidang tugas yang terkait dengan Jabatan yang akan diduduki secara kumulatif paling singkat selama 7 (tujuh) tahun;
- Sedang atau pernah menduduki JPT pratama atau JF jenjang ahli utama paling singkat 2 (dua) tahun;
- Memiliki rekam jejak Jabatan, integritas, dan moralitas yang baik;
- Usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun; dan
- Sehat jasmani dan rohani.
Menanggapi kejanggalan ini pengamat politik dari Universitas Nusa Cendana, Lasarus Jehamat mencium aroma politik kotor yang sengaja dimainkan pada tahapan seleksi untuk menggolkan kepentingan tertentu.
“Buat saya, jabatan Sekda amat strategis. Karena strategis maka setiap pemimpin politik berusaha agar bisa memainkan kepentingannya. Saya yakin, pembina ASN punya logika kepentingan seperti itu” kata Jehamat.
Kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan politik jangka panjang.
“Benar bahwa ASN yang diketuai oleh sekda tidak boleh berpolitik tapi, segŕegasi kepentingan pembina amat kental dalam pemilihan sekda NTT kali ini” katanya saat dimintai tanggapan lewat Black Berry Messanger (BBM), Selasa (23/05/2017).
Lebih lanjut Jehamat menyampaikan pembina ASN (Gubernur NTT) memiliki kuasa politik terhadap ASN. Apalagi jika dihubungkan dengan kepentingan politik menjelang pilgub 2018 mendatang.
“Pembina pasti memiliki cara pandang terhadap kontestasi politik 2018. Saya yakin benar bahwa ada ‘rasa like dan dislike subyektif’ dalam diri pembina terkait kontestasi politik 2018” katanya.
Lanjut Jehamat, jika Sekda NTT terpilih tetap mengacu pada persyaratan seperti yang tertera dalam surat edaran Sekda NTT menjadi tidak ada legalitasnya. Karena itu maka legitimasinya rendah.
“Itu berarti pengambil kebijakan mengangkangi peraturan yang telah dibuatnya sendiri” ungkap Jehamat.
Karena itu, magister lulusan Universitas Gajah Mada ini mengajak seluruh masyarakat NTT untuk mengawal proses ini agar menghasilkan Sekda NTT baru yang berkualitas.
Sebelumnya surat edaran ini juga mendapat kecaman dari Ketua PMKRI Cabang Kupang, Kristoforus Mbora.
Kristo, demikian disapa menyampaikan bahwa kriteria yang dikeluarkan Panitia Seleksi inkonstitusional dan mendesak Sekda NTT agar edaran itu ditarik kembali untuk ditinjau ulang.
“Saya minta Sekda untuk menarik kembali surat edaran itu untuk ditinjau kembali, terutama persyaratannya itu kan inskonstitusional karena secara sengaja melanggar PP No.11 Tahun 2017 itu” jelas Kristo.
BACA:Kursi Sekda NTT Memanas, Kriteria Calon Disinyalir Cacat Hukum
Sama pendapat dengan Jehamat, Kristo juga menduga ada kepentingan kelompok tertentu yang sedang disembunyikan dan berbau politis.
“Cara-cara ini adalah untuk mengebiri hak birokrat-birokrat pontensial yang juga layak untuk menjadi Sekda, dengan mengendepankan kepentingan tertentu. Karena itu saya berharap agar Sekda bersama Pansel tidak boleh memaksakan agar kriteria itu digunakan karena ini Nampak sangat politis, dan menurut saya ini sangat menghambat keinginan masyarakat umum terhadap pemerintahan yang berkualitas, bersih dan jujur” tegasnya. (Boni Jehadin/VoN).