*Puisi-puisi Aris Nggawi

Cerita Jenaka

Sedih itu air mata

Mata air dari sudut pandang berkaca

Sedih itu wajah burung dara

Wajah anak Jawa

Anak Jawa merah muda

Mudah merah dicotok cerita jenaka

Anak jalanan jelajah angkasa

Menjelma aksara-aksara lepas

Di pungut si pemulung

Dipuja anak muda

Dipadu jadi kata

Jadi cerita jenaka

Buat gadis remaja

Anak manis manja

Jadi selimut malam

Kamar 04, 7 April 2017

Salam

Dari Ibu Pertiwi

Terbaring lemas di pucuk senja

Di bawah – jubin putih tak beralas

Tak hirau

Pekik kian merapat.

Sejak sediakala, sejak kakek nenek

Batu dan karang tak pernah retak

Ditampar tasik subuh hingga senja.

Anakku…

Terbaring lemas pada jendela petang

Telanjang dada

Diramu aroma senja

Tak beralas

Sepotong celana mencekik pinggang.

Salam…

Hai nahkoda bidukku

Tengoklah sebentar

Aku hendak mengetuk kupingmu

Meski tak terekam dalam ingatan.

Liriklah anakku

Keringat pemuas dahaga

Air mata pengobat rasa lapar.

Salam…

Kamar 04, 3 Maret 2017

Senja

Senja…

Itu manjamu

Bibir mengecup pucuk pena

Lidah menusuk kubang kalbu

Aku binatang jalang

Aku malu

Dicerca seuntai melodi

Di sudut bias mentari

Izinkan kususun sederet aksara lepas

“Maaf…”

Kusebut namamu,

Senja

Senja…

Kau tak ingin jumpa..?

Aku kaget oleh gaung kepak sayap

Entah bulu apakah itu

Senja…

Aku di penghujung asamu..?

Angin

Dari mana datangmu..?

Senja…

Ku ‘kan lekang

Tanpa redup sinarmu

Senja…

Tanjung, Maumere, 5 Maret 2017

*Penulis tinggal di rumah pembinaan Biara St. Karolus Borromeus, Scalabrinia

Maumere, NTT. Aktif pada Komunitas Sastra Djarum Scalabrini. Penikmat sastra.

——————————————————————

Yang Mbeling pada Cerita Jenaka dan Senja

(Catatan atas puisi-puisi Aris Nggawi)

Hengky Ola Sura-Redaksi Sastra Voxntt.com

Puisi-puisi Aris Nggawi tampak sepele pada pembacaan yang sambil lalu dan mengalir. 

Puisi pertama dan ketiga dengan judul Cerita Jenaka  dan Senja terkesan nyeleneh. Kesan main-main seolah ditunjukan. 

Judul jenaka isinya langsung dibuka dengan deret kata sedih itu air mata. Begitu juga pada puisi ketiga Senja. Pada puisi Senja, Aris menunjukan permainan bentuk dari bait yang meliuk.  

Mendalami puisi ini butuh kesiapan untuk memasuki permainan kata-kata yang lepas bebas. Tidak terlalu naïf juga jika puisi pertama dan ketiga ini masuk dalam kategori puisi mbeling.

Puisi mbeling adalah puisi yang membumikan persoalan secara konkret, langsung mengungkapkan gagasan kreatif ke inti makna tanpa pencanggihan bahasa. 

Sedangkan menurut Soni Farid Maulana, puisi mbeling adalah sebuah jalan tikus yang memaksakan orang menghentikan kendaraannya melewati jalan raya kemudian memilih jalan tikus untuk sampai ke tujuan. 

Dalam kata lain puisi mbeling adalah semacam jeda dari tradisi puisi lirik yang cara mengapresiasinya perlu semacam pisau analisis.

Menyimak puisi Cerita Jenaka dan Senja tentu rasa-rasanya Aris memilih jalan tikusnya untuk menyampaikan pesan dari puisi. 

Tanpa beban Aris bilang wajah anak Jawa, anak Jawa merah muda, muda merah dicotok cerita jenaka. Aris rupanya sedang mengolok-olok orang/tokoh atau apalah yang disebutnya wajah anak Jawa. 

Butuh pendalaman lebih lanjut toh inilah satu kekhasan dari mbeling yang nakal, kurang ajar dan sepertinya susah diatur. 

Aris menohok dengan judul Cerita Jenaka  tapi menampakan pertentangan pada deret-deret kata.

Selanjutnya pada puisi Senja ada yang kiranya dimaklumi bahwa puisi juga adalah satu dunia otonom yang lepas. 

Kebebasan berekspresi tampak pada bentuk dari baris yang meliuk. Dalam puisi ada yang dikenal dengan nama tipografi. 

Pada puisi Senja Aris lepas bebas dengan rasa pukau dan takjubnya pada suasana di Tanjung Maumere. 

Keterangan tempat pada akhir dari judul puisi ini sungguh merupakan pesan dari keseluruhan bangunan kata yang digores Aris. Yang mbeling adalah Aris seolah hanya menyajikan bias mentari untuk menyusun aksara. 

Aksara yang disusunnya lalu jadi satu tipografi yang meliuk. Ini saya kira satu gaya baru dari kebanyakan penulis-penulis puisi dari NTT yang berani menampakan wajah mbeling dalam dunia perpuisian kita.***