Maumere, Vox NTT– Terkait Kasus pengadaan lahan untuk pembangunan Kantor DPRD Nagekeo, Elias Djo layak dikenai pertanggungjawaban pidana.
Alasannya Elias Djo selaku Pejabat Bupati Nagekeo kala itu yang mengambil kebijakan tanpa didasari kajian yang jelas dan berakibat merugikan keuangan negara.
“Proses penyelidikan Kejari Ngada atau Kejati NTT sebaiknya difokuskan kepada proses dan mekanisme pengadaan tanah untuk pembangunan Kantor DPRD Nagekeo,” ujar advokat TPDI, Meridian Dado kepada VoxNtt.com di Maumere, Jumat (30/6/2017).
Baca: Dituding Lakukan “Pembohongan Publik”, Ini Respon Bupati Nagekeo
Menurut Meridian, jika itu dilakukan maka akan ditemukan banyak aturan dan mekanisme pengadaan tanah yang sengaja tidak dilakukan.
Pengadaan tanah tanpa didahului kajian yang baik tersebut berujung pada kerugian negara sebesar Rp 10 Miliar.
Meridian menyatakan sejak awal upaya pengadaan tanah seluas 2,5 Ha yang berlokasi di Pomamela, Kelurahan Lape, Kecamatan Aesesa tersebut bermasalah.
Elias Djo selaku Pejabat Bupati kala itu diduga sengaja mengabaikan fakta bahwa mayoritas pimpinan Suku Lape tidak mengakui Efraim Fao sebagai pemilik tanah.
Baca: TPDI Kembali Menggugat: Pernyataan Bupati Nagekeo Mempersulit Dirinya
Sebaliknya, para pimpinan Suku Lape menyatakan tanah tersebut merupakan milik dari Konradus Ru Remi.
Pada akhirnya pewaris sah melakukan upaya hukum dan menang dengan keluarnya putusan Mahkamah Agung RI dengan Nomor Putusan 522K/Pdt/2015 yang menyatakan tanah tersebut merupakan milik Konradus Ru Remi.
Konsekuensinya hakim memerintahkan eksekusi dengan melakukan pembongkaran gedung Kantor DPRD Nagekeo yang dibangun dengan proyek senilai Rp 10 M.
“Ini membuktikan bahwa kebijakan pengadaan tanah tersebut dibuat dan dijalankan dengan itikad buruk,” tegas Meridian. (Are De Peskim/VoN)