Oleh : Hancel Goru Dolu
PSN Ngada adalah raksasa NTT asal Flores yang tak bisa menjuarai ETMC kala turnamen tua itu dihelat di daratan Flores. Anggapan ini beredar luas.
Bahkan, terlanjur berkembang menjadi mitos sepakbola NTT. Mitos ini kembali menguat ketika ETMC tahun ini kembali mentas di daratan Flores. Kota sejarah Ende akan menjadi tuan rumah di Flores kesekian yang kan menguji kelanggengan mitos itu.
Tak sedikit cuitan para gibol NTT yang mengingatkan akan mitos ini. Apalagi, di Ende pada tahun 1999, PSN Ngada yang datang dengan status sebagai juara bertahan harus tumbang di partai puncak saat melawan tuan rumah.
Selama perhelatan ETMC di daratan Flores (juga di tempat lain), PSN Ngada memang rutin menjejaki tapak semifinal, namun tangga juara selalu jadi misteri.
Hingga kini, PSN Ngada telah mengumpulkan 7 medali juara ETMC. Dan belakangan 4 kali juara Piala Gubernur NTT. Di dua turnamen regional NTT tersebut, PSN Ngada menjadi juara terbanyak di NTT.
Sebagian besar di antaranya dicapai di daratan Pulau Timor dan Pulau Sumba. Semua sejarah itu tercipta di luar Flores. PSN Ngada seperti sedang terkena ungkapan Ngada, “lau bata moe manu selalu tara, wado dia sa’o moe manu sekepo bapo.”
Di luar kampung perkasa seperti ayam jago, kembali ke rumah seperti ayam segenggaman tangan. Bahkan ketika ETMC dihelat di Bajawa, ibukota kabupaten Ngada, PSN Ngada tak bisa menjadi juara.
Gregorius Patty Pello, tokoh sepuh sepakbola Ngada, tak sepenuhnya sepakat dengan data dan mitos ini.
Menurutnya, PSN Ngada juga pernah juara di daratan Flores, saat turnamen ini masih bernama El Tari Cup. Itu terjadi di perhelatan El Tari Cup tahun 1970 di Larantuka.
Sejak tahun 1979, El Tari Cup telah resmi berubah nama menjadi El Tari Memorial Cup, untuk mengenang mendiang Gubernur El Tari yang sosoknya begitu berpengaruh di NTT.
“Saya juga tidak mengerti kenapa PSN tidak bisa juara di kandang sendiri. Mungkin saja beban mental bermain di depan publik sendiri jauh lebih berat sehingga ‘agak’ kehilangan konsentrasi dan rasa percaya diri. Selalu ada rasa takut salah di depan penonton sendiri. Semoga pemain termotivasi untuk memecahkan mitos ini,” tutur Gregorius, yang juga merupakan mantan pemain dan pernah melatih PSN Ngada itu.
Toa Gili Ola, Bati Liko Sani
Seperti disinggung di awal, PSN Ngada selalu mendapatkan gelar juaranya kala bertandang ke kandang lawan.
Sejak tahun 1970 hingga kini, PSN Ngada tak pernah lagi memenangkan piala mendiang El Tari di tanah Flores. Mereka rutin toa gili ola, merambah dunia di luar wilayah mereka.
Di akhir tahun 2016 kemarin, tim asal Kabupaten Ngada ini bahkan menembus partai final Liga Nusantara PSSI di Jogjakarta dan Jawa Tengah.
Status sebagai raksasa NTT dan finalis Liga Nusantara inilah yang dibawa PSN Ngada ke Ende.
Gregorius mengingatkan bahwa status sebagai finalis Liga Nusantara 2016 juga bisa menjadi beban, oleh karena publik menantikan penampilan dengan nilai lebih.
“Terutama dalam segi taktis/teknis karena telah berbicara pada level yang lebih tinggi. Jadi langkah PSN sebenarnya juga diiringi beban jaga waka,” urainya.
Selain handicap di daratan Flores, PSN Ngada juga dihadapkan pada fakta bahwa mereka terakhir kali menjuarai ETMC sepuluh tahun lalu. PSN Ngada yang tak pernah pulang di babak penyisihan itu, akhirnya membuat Ngada Mania gregetan menanti.
Apalagi kali ini, kekuatan sepakbola di NTT terbilang mulai merata. Dulu PSKK Kupang menjadi saingan klasik PSN Ngada, selain kekuatan lama seperti Perseftim Flotim dan Persap Alor.
Beberapa tahun terakhir ini, banyak tim di NTT yang mulai berbenah. Kini Persamba Manggarai Barat, Persami Maumere, Perse Ende, Persena Nagekeo, hingga Persemal Malaka dan beberapa tim lainnya menghentak sepakbola NTT.
Ada yang melangkah lebih jauh semisal berani membayar pelatih dan pemain berkualitas dari luar NTT. Selain itu, data ETMC juga menunjukkan bahwa sejak tahun 2010, tim tuan rumah selalu berhasil keluar sebagai juara.
Joyce Jawa, sekretaris tim PSN Ngada, mengakui perihal atmosfir kompetisi yang dibangun oleh tuan rumah. “Di Ende kini, euforia akan ETMC begitu luar biasa.
Kami menyadari, PSN Ngada dengan segala kebesaran masa lalunya, bukanlah unggulan utama.
Persebaran kekuatan sepakbola di NTT kini merata. PSN Ngada datang dengan tujuan untuk menampilkan yang terbaik bagi publik bola NTT,” ujarnya.
Joyce juga mengapresiasi pola pembinaan yang telah dilakukan oleh tim-tim lain. Termasuk soal pembelian pemain non lokal NTT.
Menurutnya, pola perekrutan semacam itu bisa saja bagus bagi tim bersangkutan. Akan tetapi, itu juga bisa menjadi pisau bermata dua,
ketika pemain lokal akhirnya dikorbankan. Sepakbola NTT, kata Joyce, hanya bisa bangkit ketika semua masyarakat bola NTT berdiri di atas kaki sendiri.
Prinsip berdiri di atas kaki sendiri itulah yang membawa Ngada terus mengevaluasi segala capaian dan senantiasa berbenah.
Pembenahan terus dilakukan, salah satunya dengan memperbanyak kesempatan bermain kepada para pemain di turnamen-turnamen lokal. Kini, PSN Ngada sedang dan akan terus menggulirkan kompetisi internal klub-klub di bawah naungan Askab PSSI Kabupaten Ngada. Setelah toa gili ola, Ngada tak lupa kembali untuk bati liko sani, terus merintis pembangunan di dalam dirinya sendiri.
Sani yang berarti pondok kecil itu, adalah gambaran dari tanah Ngada. Di ETMC kali ini, Sani itu bisa juga jadi gambaran tentang tanah Flores. PSN Ngada bisa dikatakan telah kenyang gelar di Gili Ola, mungkinkah ini saatnya untuk berpesta di pekarangan Sani sendiri?
ETMC 2017 ini menjadi makin menarik untuk disaksikan, kala PSN Ngada kembali berhadapan dengan mitos sepakbola NTT, yang terlanjur hidup dan berkembang itu.
Mampukah PSN Ngada Menaklukkan Mitos?
PSN Ngada sejak dahulu memang tak pernah sesumbar perihal perjuangan dan lawan-lawan yang akan dihadapi di atas lapangan.
Satu hal yang nyata terlihat adalah fighting spirityang selalu ditampilkan. Daftar pemainnya diisi oleh potensi-potensi lokal, yang begitu bangga mengenakan jersey Oranje Ngada dan menampilkan permainan tak kenal lelah untuk tim negeri leluhurnya. Mungkin itulah kelebihannya selama ini.
Pelatih PSN Ngada, Kletus M. Gabhe menggambarkan karakter tak kenal lelah itu dalam kalimat, “dalam bermain sepakbola, tentunya para pemain berlari, di dalam berlari, PSN punya spirit ‘jangan pernah berhenti berlari saat anda merasa capai, tetapi berhentilah berlari di saat lawan anda sudah terkuras habis energinya.’”
Kletus yang membentuk kuartet pelatih bersama Timoteus K. Sebo, Johanes Liko dan Arnoldus Y. Siwemole ini, tak percaya pada mitos yang berkembang itu.
Menurut mereka, itu semua adalah kebetulan semata, sama sekali tak ada faktor teknis di dalamnya. Persiapan dan latihan yang baik serta mental bertanding yang terus diasah adalah kuncinya.
Menurut mereka pula, status sebagai runner-up Liga Nusantara 2016 bisa saja mengganggu aspek psikologis tim.
Namun, secara teknis, hal tersebut tak terlalu banyak berpengaruh. Berbekal rekrutmen pemain yang menerapkan standar terukur berdasarkan teori olahraga, pembatasan usia dan metode latihan yang sistematis dan ilmiah, PSN Ngada datang dengan keinginan untuk memberikan penampilan terbaik.
Prestasi sebagai runner-up Liga Nusantara 2016, oleh mereka, bukan dianggap sebagai prestasi PSN Ngada semata, tapi merupakan prestasi perkembangan sepakbola NTT.
Dalam semangat perkembangan secara holistik itu pula, Bernard. F. D. Burah selaku Manager tim PSN Ngada sangat mengharapkan implementasi semua regulasi yang telah ditetapkan oleh PSSI, demi kemajuan sepakbola NTT.
“Sudah saatnya kita mengimplementasikan regulasi-regulasi yang ditentukan PSSI, karena hal tersebut dibuat demi kemajuan sepakbola di masing-masing tingkatan.
Pada event ETMC tentunya kita berharap, semua regulasi yang ditentukan PSSI kita terapkan, demi kemajuan sepakbola NTT,” imbuhnya.
Demikianlah tentang PSN Ngada dan mitos yang mengitarinya selama perhelatan ETMC berlangsung di Flores.Mitos bisa tetap hidup selama manusia terhegemoni di dalamnya. Mitos bisa pula dipatahkan, ketika manusia telah berhasil memetik buah dari segala usaha dan perjuangannya.
PSN Ngada telah menyatakan sikapnya untuk terus berusaha dan semata menampilkan yang terbaik bagi publik bola NTT. Di Stadion Marilonga Ende, 22 Juli sampai 8 Agustus 2017 nanti, semuanya akan terjawab.***
Penulis adalah Pecinta sepak bola NTT.