Anak-anak Ombak

Barangkali keraguanlah yang

Memberangkatkanmu merantau jauh

Ke negeri ombak.

Tak ada senyum dari bibir pantai,

Selain riwayat tangis yang terucap

Perlahan,

Karena kau lupa mencatat alamat

Terakhir,

Tempat di mana hidup dilukis

Serupa lengkung pelangi.

             November, 2009

 

Aku Akan Datang

Aku akan datang kerumahmu

Membawa serta gelombang laut banda

Yang masih membungkus cerita

Perkawinan kita.

Di debur mimpi,akan kau lihat

Anak kita bermain memanggil ayah,ibunya

Yang telah di kawinkan laut

Juli, 2011

 

Ku Ingin Berteduh

Jika kau pewaris abadi lengkung pelangi

Ku ingin,

Berteduh di bola matamu

Hingga segala usiaku memuncak

Di ujung waktu.

          April, 2016

Apol Sukardi, alumnus STFK Ledalero, saat ini tinggal di Papua. Sedang mempersiapkan penerbitan antologi puisi berjudul Anak-Anak Ombak.

 Post Factum dari Puisi-Puisi Apol Sukardi

Catatan oleh Redaksi Hengky Ola Sura

Menerima kiriman puisi Apol Sukardi ke meja redaksi adalah satu kegembiraan tersendiri bagi saya. Secara pribadi saya mengagumi puisi-puisi Apol sudah sejak ia masih keranjingan menulis puisi-puisinya semasa berada di STFK Ledalero. Kami biasanya saling membangun diskusi juga perdebatan kecil tentang sastra (baca puisi). Setelah menghilang dari dunia ‘aneh’ bernama puisi Apol mengrimkan karyanya. Saya memang belum melihat adanya puisi-puisi baru toh tiga puisi ini adalah puisi-puisi yang ditulis dari 2009, 2011 dan tahun 2016. Apol rupanya punya pengalaman sendiri akan kenangan (memoria) terhadap pengalaman yang sudah terjadi (post factum) akan tiga puisinya kali ini untuk coba dikirim ke khalayak pembaca.

Dari puisi Anak-anak ombak dan puisi Aku akan datang, tampak ada narasi kegigilan, rasa sakit, cemas, was-was juga derita. Toh dalam kegamangan rasa seperti yang tersebut selalu ada harapan. Selalu ada visi. Maka puisi Ku ingin berteduh, menjadi serupa jalan pulang, sebuah harapan teguh untuk tidak latah.

Sebagai seorang petualang di pedalaman rimba Papua, saya percaya Apol dengan segala pergulatannya ikut mewanti-wanti kita untuk pertama selalu membangun semacam ingatan akan kenangan baik suka dan duka. Yang kedua bahwa kenangan selalu menjadi batu pejal untuk terus melanjutkan kegigihan hidup.

Tiga puisi Apol kali ini adalah puisi-puisi yang mudah dicerna dan ikut membawa kita merenugi ceruk-ceruk waktu suka-duka kita bahwa yang sudah terjadi (post factum) tetap menjadi pelajaran untuk segalanya yang bernama kehidupan. Demikianlah karya sastra (baca puisi) ikut mengajarkan kita untuk memurnikan dan memuliakan kehidupan.***