Atambua, Vox NTT-Pasca dikembalikan mobil dinas anggota DPRD Belu beberapa waktu lalu sesuai dengan amanat PP Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD, kini Pemerintah Daerah melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), sementara menyusun anggaran untuk mengakomodir tunjangan transportasi bagi anggota DPRD Belu.
Informasi yang dihimpun VoxNtt.com saat kegiatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang Komisi C, Senin (30/10/2017) kemarin, besaran tunjangan transportasi anggota DPRD sebanyak 7.150.000 per bulan.
Hal itu disampaikan Marsel Mau Meta selaku kepala BPKAD ketika ditanya Ketua Komisi C, Theodorus Seran.
Namun, oleh DPRD, angka itu dianggap tidak rasional. Sejumlah anggota DPRD menyatakan menolak dan mengancam akan mengembalikannya karena jumlah yang ditetapkan tidak rasional (kurang) bahkan mereka (DPRD) menilai, Rp. 7,1 juta itu melecehkan martabat mereka.
Ditemui di ruang Wakil Ketua II, Ketua Komisi III, Theodorus Seran Tefa, Stefanus Mau, Anton Soares, Paulus Samara, Ida Ayu Putu Tantri dan Petronela Bere mengatakan, menolak dan meminta pemerintah untuk lebih realistis.
Menurut Theo, jumlah tunjangan yang ditetapkan oleh BPKAD tidak rasional dan terkesan merendahkan DPR.
“Hak ini kalau dirincikan per hari maka kita sudah sangat direndahkan karena sudah jauh di bawah harga pasar. Perhitungan pemerintah sejauh mana?? Tanpa mengindahkan hak protokoler kami sebagai anggota DPR,” tegas Theo.
Dirinya menambahkan, jika pemerintah memaksakan untuk memberikan tunjangan itu dengan jumlah yang ada, maka anggota DPR akan mengembalikan tunjangan tersebut kepada Pemerintah dan cukup Pemerintah berterima kasih karena apa yang dilakukan merupakan bentuk kemitraan.
“Jika dipaksakan maka kami akan menolak dan kami hanya akan menyampaikan terima kasih kepada Pemda sebagai bentuk kemitraan,” ujar Theo.
Senada dengan Theo, anggota DPRD lain, Patris Samara juga menyampaikan keberatan dan penolakannya atas rancangan jumlah tunjangan transportasi yang dibuat BPKAD.
Samara mengatakan, tidak masuk akal jika Pemerintah menetapkan jumlah tersebut atas alasan kapasitas keuangan daerah terbatas. Dijelaskannya, yang berwewenang menakar kapasitas keuangan daerah itu ada di Legislatif karena Legislatif memiliki fungsi budgeting.
Alasan dan jumlah tunjangan transportasi yang ditetapkan, menurut dia, tidak relevan dengan kondisi dan tugas DPR.
“Dasar pemerintah bahwa mengukur keuangan daerah itu ada di mana? Sebenarnya kewenangan soal mengukur kapasitas keuangan daerah itu ada di Dewan. Jadi, menurut saya sudah sangat tidak relevan dan kita akan panggil kepala BPKAD untuk minta penjelasannya,” tegas Samara yang diamini beberapa anggota DPR yang ada di ruangan itu.
Dijelaskan, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2017 dikaitkan dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan untuk standarisasi transportasi di seluruh seluruh NTT besarannya 15 juta rupiah perorang. Karen itu, kalau bicara kemampuan keuangan daerah maka harus ada tolak ukur yang jelas.
Dewan melihat pada aturan di Propinsi. Prinsipnya jangan melebihi yang ada di Propinsi.
“Sangat lucu kalau pemerintah mengatakan wewenang mengukur keuangan daerah ada pada eksekutif. Sebenarnya hal itu menjadi bagian dari fungsi DPR yaitu penganggaran. Karena itu kami minta Pemerintah segera melakukan revisi,” tutup Samara.
Penulis: Marcel Manek
Editor: Boni Jehadin