Ruteng, Vox NTT- Kapolres Manggarai, AKBP Marselis Sarimin Karong meminta maaf atas tindakan represif bawahannya saat aksi unjuk rasa Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng, Sabtu (09/12/2017).
Sebelumnya, tindakan penganiayaan tersebut dilakukan saat puluhan anggota PMKRI Ruteng menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Mapolres Manggarai, Sabtu siang. Aksi tersebut dalam rangka merayakan Hari Anti Korupsi sedunia.
Sejumlah polisi yang sedang berjaga jalannya demonstrasi memukul beberapa anggota PMKRI Ruteng. Bahkan, ada oknum polisi yang mengancam mematahkan batang leher para aktivis, jika berani melawan polisi.
“Mohon bantuan rekan-rekan untuk memuat berita permohonan maaf dari Kapolres Manggarai atas perlakuan dari oknum Polres Manggarai, yang melakukan penganiayaan terhadap para mahasiswa yang melakukan demo tadi di Mapolres Manggarai,” kata Kasubag Humas Polres Manggarai, Ipda Daniel Djihu menghubungi VoxNtt.com, Sabtu malam.
Sebelumnya diberitakan, aksi unjuk rasa puluhan aktivis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng di kota itu, Sabtu, 9 Desember 2017, berujung ricuh dengan aparat keamanan dari Polres Manggarai.
Pantauan VoxNtt.com, beberapa aktivis PMKRI dipukul polisi saat aksi dalam rangka Hari Anti Korupsi sedunia itu.
Kericuhan tersebut bermula ketika para mahasiswa meneriakan yel yel perjuangan. “Polisi-polisi di mana otakmu, polisi-polisi di mana otakmu,” teriak sebagian aktivis PMKRI. “Di pantat,” sahut peserta aksi lainnya.
Menurut salah seorang aktivis PMKRI, yel yel seperti itu biasa didengungkan untuk membakar api semangat dalam memperjuangkan hak masyarakat tertindas.
Yel yel didengungkan sesaat sebelum mereka meninggalkan Kantor Mapolres Manggarai.
Para aktivis kesal lantaran Kapolres Manggarai AKBP Marselis Sarimin Karong tidak berada di tempat untuk berdialog dengan mereka.
“Ini catatan penting bagi lembaga Polres Manggarai, masa setiap kali kami demo dan meminta dialog, Kapolres selalu tidak ada di tempat? Kami ini utusan masyarakat dan berhak meminta klarifikasi ke Kapolres terkait dugaan konspirasi korupsi di Manggarai dan Manggarai Timur,” tegas Servas Jemorang, Presidium Germas PMKRI Ruteng.
Tampaknya yel yel itu yang menyulutkan emosi sejumlah anggota polisi yang sedang berjaga.
Sejumlah polisi kemudian menerobos barisan demontran yang hendak menuju Kantor Bupati Manggarai dari sisi jalan. Sempat terjadi adu mulut, sebelum polisi mendorong dan memukul sejumlah aktivis PMKRI.
Tak hanya aktivis di barisan jalan yang dipukuli, orator yang berada di mobil pick up juga tak luput dari sentuhan tangan polisi.
Bahkan, tak hanya memukul para mahasiswa katolik itu, salah satu oknum polisi sempat mengancam akan mematahkan batang leher mahasiswa jika berani melawan polisi.
Untuk diketahui, aksi unjuk rasa aktivis PMKRI ini mengangkat sejumlah kasus dugaan korupsi, yang menurut mereka membutuhkan penjelasan polisi karena luput dari pantauan publik.
Dalam pernyataan sikap, PMKRI menulis sejumlah dugaan kasus korupsi di Manggarai dan Manggarai Timur.
Itu antara lain; dugaan korupsi pajak galian C oleh Pemkab Manggarai sebelum diterbitkan UU Nomor 9 Tahun 2014 tentang Izin Pengelolaan Tambang.
Selanjutnya, dugaan Pungli yang dilakukan oknum Polantas Polres Manggarai.
Menurut PMKRI Ruteng, ada oknum polisi saat melakukan penindakan pelanggaran lalu lintas sengaja nakal. Dia mengambil keuntungan pribadi dan memanfaat tugasnya sebagai aparatur negara.
PMKRI Ruteng juga mencium adanya dugaan korupsi pembangunan rumah murah dan rehabilitasi rumah tidak layak huni di Manggarai.
Pemprov NTT telah mengupayakan program pembangunan rumah layak huni sebanyak 388 unit dengan dana miliaran rupiah.
PMKRI menyebut pula di Manggarai program rehabilitasi rumah tidak layak huni sebanyak 1.338 unit dengan total biaya sebesar Rp 15 Miliar.
“Pembangunan ini dilaksanakan dengan cara bukan memberi bantuan melalui uang tunai kepada masyarakat, namun melalui pemberian material,” tulis PMKRI Ruteng.
Dalam proses pembelajaan material ini, pemerintah memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk menjadi supplier.
PMKRI menyebut, modus korupsi terbaca dari pergerakan supplier ini dalam menetapkan harga satuan setiap material.
“Semisalnya, harga semen di toko Rp 50.000, sedangkan harga yang ditetapkan supplier adalah Rp 70.000,” sebut PMKRI Ruteng.
Sedangkan di Manggarai Timur, mereka menyebut adanya dugaan korupsi di Distanak senilai Rp 4,9 Miliar tahun 2012. Hingga kini, penanganan kasus tersebut belum jelas.
Penulis: Adrianus Aba