Ruteng, Vox NTT- Direktur Pusat Pastoral (Puspas) Keuskupan Ruteng, Pastor Martin Chen menyatakan institusi gereja yang diwakili kaum klerus perlu berpolitik.
Pilihan politik yang harus dilakukan oleh gereja katolik tentu berbeda dengan kaum awam.
Menurut Pastor Martin, gereja berpolitik berpijak pada nilai-nilai injil dan perinsip-perinsip kebaikan lainnya. Hal ini, kata Martin, berangkat dari definisi politik menurut Aristoteles.
Aristoteles membagi politik dalam dua pengertian. Pertama, politik adalah usaha yang ditempuh warga Negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (bonum commune).
Dalam definisi ini menggambarkan segala upaya yang dilakukan untuk memperjuangkan nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan kebenaran.
“Gereja mendorong penguasa agar bertolak dari perinsip-perinsip keadilan, kejujuran, dan lain-lain dalam berpolitik,” ujar Pastor Martin dalam kegiatan Fokus Group Discussion (FGD) yang dijalankan Panwaslu Kabupaten Manggarai di Hotel Revayah, Jumat (29/12/2017).
Kedua, politik adalah segala upaya yang dilakukan untuk menggapai dan menjalankan kekuasaan.
Dikatakan, politik yang dilakukan klerus sebagai perwakilan institusi gereja katolik bukan masuk dalam ranah praktis dalam merebut kekuasaan. Namun, hanya sebatas pada mendorong umat agar menjalankan politik berpijak pada nilai-nilai injil.
“Tentu dia (pastor) tidak boleh mendorong agar memilih orang-orang tertentu. Tetapi hanya sebatas menghimbau agar memilih calon pemimpin yang berintegritas. Dia (pastor) tidak boleh terlibat dalam politik praktis,” terang Pastor Martin.
Dia mengatakan, gereja berkepentingan dalam pemilu dengan melakukan sejumlah langkah konkret. Nilai-nilai injil harus menjadi dasar berpolitik dalam meraih kekuasaan.
Lalu, gereja menolak politik amoral. Selanjutnya, menolak manipulasi politik dan harus kreatif untuk memperjuangkan politik nilai.
Pastor Martin yang hadir sebagai narasumber dalam FGD tersebut juga menghimbau kaum awam agar wajib terlibat dalam politik praktis. Keterlibatan kaum awan tentu saja diharapkan harus berbasis pada nilai-nilai injil.
”Tidak bisa masa bodoh, itu bukan perwujudan iman,” katanya.
Penulis: Adrianus Aba