Borong, Vox NTT-Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) wilayah NTT mendesak Bawaslu RI dan Bawaslu provinsi itu agar membongkar praktik mahar politik senilai 10 miliar sesuai pengakuan Bupati Kabupaten Kupang, Ayub Titu Eki.
Koordinator TPDI, Meridian Dewanta Dado kepada VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp, Senin (22/01/2018), menyampaikan pihaknya menyaksikan di daerah-daerah lain, Bawaslu RI begitu gencar melakukan penyelidikan dan investigasi terhadap kasus dugaan mahar politik.
Namun anehnya untuk di Provinsi NTT Bawaslu RI dan sepertinya tidak peduli dan justru diam-diam saja.
Padahal menurut TPDI, sejak seminggu yang lalu Bupati Ayub Titu Eki sudah mengakui secara tegas bahwa dirinya dimintai nahar politik senilai 10 miliar oleh salah satu partai politik.
Permintaan tersebut saat Bupati Kabupaten Kupang dua periode itu mengikuti proses fit and proper test pada partai politik yang hendak mengusungnya dalam pemilihan Gubernur/ Wakil Gubernur NTT periode 2018 – 2023.
Di mana uang senilai 10 miliar itu merupakan syarat utama agar Ayub Titu Eki bisa diusung sebagai Calon Gubernur NTT.
Lantaran Ayub Titu Eki tidak memiliki uang sebanyak 10 miliar dan pada dasarnya dirinya menolak yang namanya mahar politik tersebut, maka diapun tidak jadi diusung sebagai calon Gubernur NTT oleh partai politik yang bersangkutan.
Menurut TPDI, demi penyelenggaraan pemilu yang demokratis, maka mestinya mengedepankan aspek pencegahan dan penindakan atas adanya dugaan pelanggaran pemilu berupa politik uang (money politic) ataupun mahar politik.
Sebagai bagian dari anti praktik politik transaksional dan anti politik biaya tinggi di Provinsi NTT, maka Bawaslu RI harus segera melakukan pemanggilan terhadap Bupati Kabupaten Kupang Ayub Titu Eki. Pemanggilan itu agar mengklarifikasi adanya mahar senilai Rp 10 miliar oleh salah satu partai politik.
Selanjutnya instansi pengawas pemilu juga wajib mengkonfrontir dan meminta keterangan dari para pengurus PDIP, PKPI, PKB dan Hanura. Partai-partai politik itu yang telah menjadi tempat bagi Ayub Titu Eki untuk mendaftarkan dirinya menjadi Calon Gubernur NTT.
TPDI mengharapkan, Ayub Titu Eki segera menyebut secara terbuka nama partai politik yang memintanya mahar senilai Rp 10 miliar. Diharuskan pula mengungkapkan siapa nama-nama pengurus partai politik yang melakukan permintaan uang tersebut, sehingga menjadi terang-benderang bagi publik di Provinsi NTT.
Menurut TPDI, praktik politik transaksional dan biaya tinggi berupa mahar politik merupakan akar muara dari munculnya perilaku korupsi tatkala sang calon berhasil menang dan menduduki jabatan politik.
Sebab ia akan terfokus mengembalikan mahar politik yang sudah dikeluarkannya, dengan melakukan korupsi.
“Atau gali lubang tutup lubang dan bersengkongkol dengan kontraktor hitam, pemodal mafioso dan pengusaha nakal lainnya,” sebut TPDI.
Penulis: Nansianus Taris
Editor: Adrianus Aba