Kupang, Vox NTT- Koalisi Peduli Perdagangan Orang (KPPO) menyurati kementrian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia (RI) guna menyelidiki kasus kematian Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Milka Boimau yang meninggal di Malaysia pada Rabu, 7 Maret 2018 lalu.
Kematian Milka dianggap tidak wajar oleh pihak keluarga karena jenazah korban penuh dengan jahitan menggunakan benang senar di bagian dada dan perut. Selain itu ada beberapa kejanggalan pada detik-detik akhir kematian korban.
Adik kandung Milka, Agustinus Boimau melalui Koalisi Peduli Perdagangan Orang melayangkan surat ke kementerian Luar Negeri Indonesia.
“Berhubung dengan adanya pengiriman jenazah Besa (Kaka Besar) Milka Boimau dalam kondisi yang sudah dijahit di bagian dada, tanpa adanya permintaan izin keluarga, maupun pemberitahuan kepada keluarga. Maka kami ingin meminta kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk mempertanyakan kepada Pemerintah Malaysia apa yang sedang terjadi kepada warga negara Indonesia ini,” ungkapnya dengan kesal.
Agus menceritakan, saudarinya Milka Boimau masih berbicara selama 9 menit dengan keluarga sebelum meninggal pada 7 Maret 2018 lalu lewat HP. Dia tidak mengeluh sedang menderita sakit.
Menurut dia, keluarga merasa sangat aneh karena:
Pertama, 9 menit sebelum mendapat telepon dari Penang yang mengabarkan Ibu Milka sudah meninggal, Ibu Milka masih berbicara dengan keluarga.
Kedua, pada saat ia sedang berbicara tiba-tiba telepon diambil paksa dan keluarga mendengar ada orang yang berbahasa Melayu.
Ketiga, dua kali ia masih mencoba untuk menelpon dan langsung dimatikan dari sana. Sekitar 9 menit kemudian keluarga mendapat telepon bahwa ia sudah meninggal.
Keempat, 20 menit kemudian keluarga mendapat telepon dari orang yang mengaku majikan bahwa HP sudah diberikan kepada Pak Arif dari KJRI di Penang.
Keluarga meragukan fakta-fakta ini sembari meminta agar pihak KJRI memeriksa dan memberikan klarifikasi.
Dalam surat terbuka yang dibuat di kantor Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) di Jl. R. W. Monginsidi II, Nomor 2, Kelurahan Kelapa Lima, Kecamatan Kelapa Lima, Pasir Panjang, Kota Kupang, pada Rabu, (14/3/18) pukul 11.00 Wita, KPPO Kupang mengurai kronologi kematian Milka.
- Pada saat Almarhum sedang berbicara dengan Agus, telepon diambil paksa dan Agus mendengar ada orang yang berbahasa Melayu.
- Dua kali Agus mencoba menelpon kembali, tetapi langsung dimatikan dari sana. Anehnya, 9 menit kemudian Agus mendapat telefon dari Penang bahwa Milka sudah meninggal.
Oleh karena itu, Agus meragukan penyebab kematian Almarhum. Untuk itu, ia meminta KJRI memeriksa dan memberikan klarifikasi soal kematian Milka yang sesungguhnya.
Terkait luka jahitan di tubuh Milka, mulai dari kemaluan hingga leher, Agus merasa sangat aneh, pasalnya pihak keluarga tidak diinformasikan sebelum jasad Milka dipulangkan ke Kupang.
Surat untuk Kemenlu
Karena itu, KPPO meminta Kemenlu untuk mendapatkan penjelasan dari Pemerintah Malaysia terkait:
- Apa dasar melakukan proses otoposi post mortem, apakah ada dasar visum et repertum yang menjadi dasar dari otopsi post mortem.
- Kepada siapa pihak rumah sakit atau tenaga medis meminta izin melakukan proses otopsi post mortem?
- Mengapa tidak ada keterangan apa pun yang diterima keluarga Milka terkait otopsi post mortem yang sudah dilakukan?
- Mengapa benang jahitan yang dipakai hanya menggunakan tali senar, bukan bahan yang biasa dipakai untuk otopsi?
- Keluarga juga merasa aneh, karena celana dalam korban, juga menggunakan tali senar yang sama.
- Keluarga memeriksa surat dari rumah sakit tetapi tidak menemukan nama
- Para pemerhati juga merasa sangat aneh dengan model jahitan di tubuh Milka
- Total waktu dari kematian hingga kabar visum itu jaraknya hanya 45 menit (dari kabar kematian hingga otopsi). Kami mencurigai bahwa ini adalah Proses Pembunuhan dan bukan Kematian Biasa, dan meminta Kemenlu untuk menyelidiki sungguh-sungguh persoalan
- Keluarga tidak menemukan surat visum et repertum dan post mortem, keluarga hanya menerima surat keterangan kematian.
- Mendiang Milka Boimau juga berhak atas upah sebesar RM 22.480 (sekitar Rp 79.215.661) dari perusahaan tempat dia bekerja, dan harus diserahkan kepada anak kandung Almarhum bernama Mahalia Gloria Boimau. Sebab agent TKI yang menelfon Agus, mengaku bahwa hak Almarhum hanya sebesar Rp 6 juta atau RM 2000.
Keluarga Almarhum Milka Boimau dan Anggota KPPO yang menandatangani surat ke Kemenlu yakni :
- Agus Boimau (Adik kandung dari Milka Boimau)
- Emmy Sahertian (Badan Pembantu Pelayanan (BPP) Advokasi Hukum dan Perdamaian Sinode GMIT)
- Elcid Li dan Randy Banunaek (IRGSC))
- Paul Sinlaeloe (PIAR)
- Herman Seran dan Ade Simon Setiawan (JRUK)
- Ata Bire, Yuli Benu, Agustin Zacharias (JPIT))
- Anna Djukana (Aktivis Perempuan)
- An Waha Kolin (WKRI)
- Maria Hingi dan Leonarda Nora (SBMI)
- Ignas Ledot SVD (Truk-F)
- Theresia Dua Nurak (P2TP2A)
- Faiz Elhaq (Peneliti)
- Laurentina PI (JPIC Kongregasi PI)
- Yahya Ado (Rumah Solusi)
Surat ini juga ditembuskan ke Presiden RI, DPR RI, Kemenakertrans, BNP2TKI, Gubernur NTT, DPRD NTT, Bupati Kupang, DPRD Kabupaten Kupang, Kapolda NTT, BP3TKI Kupang, Sinode GMIT, Pers, dan Rakyat Indonesia.
Penulis : Tarsi Salmon
Editor : Irvan K