Ruteng, Vox NTT- Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus meminta Polda NTT agar mengusut tuntas kasus operasi tangkap tangan (OTT) mantan Kasat Reskrim Polres Manggarai, Iptu Aldo Febrianto pada 11 Desember 2017 lalu.
Kasus yang sempat heboh ini melibatkan Direktur PT Manggarai Multi Investasi (MMI) Yustinus Mahu.
Propam Polda NTT dikabarkan memergoki Iptu Aldo sedang menerima uang sejumlah Rp 50 juta dari Yus Mahu di ruang kerja Kasat Reskrim Polres Manggarai.
Menurut Salestinus, penangan kasus ini tidak boleh tergantung kepada Yus Mahu sebagai korban, yang merasa diperas atau memberi suap kepada Iptu Aldo Febrianto.
Salestinus menilai konten kasus tersebut adalah tindak pidana umum dan/atau Tipikor, bukan delik aduan. Sehingga tidak boleh diserahkan pada kehendak korban Yus Mahu, apakah dilanjutkan ke ranah pidana atau tidak.
“Kita tahu Yustinus Mahu memiliki posisi yang rentan untuk ditakut-takuti, sehingga diduga telah ditakut-takuti akan ditindak berdasarkan pasal suap dan masuk penjara juga. Tetapi itu silahkan saja direkayasa, toh ini bukan delik aduan, ini delik pidana umum dan khusus/Tipikor,” ujar Salestinus dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Minggu (22/04/2018).
Baca: Yus Mahu Harus Ditetapkan sebagai Tersangka
Apalagi lanjut dia, pengungkapan kasus ini adalah hasil dari sebuah OTT Propam Polda NTT yang merespons keresahan masyarakat Manggarai dan tentu saja sangat menyita perhatian publik di daerah itu.
Kata Salestinus, Yus Mahu sudah menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki niat untuk memberikan uang Rp 50 juta tersebut kepada Iptu Aldo Febrianto. Bahkan tidak berniat untuk menuntut Iptu Aldo Febrianto secara hukum.
“Itu berarti Yustinus Mahu ingin menegaskan bahwa yang punya niat mendapatkan uang dari dirinya datang dari Iptu Aldo Febrianto yang kala itu menduduki jabatan strategis selaku Kasat Reskrim Polres Manggarai,” tandas Salestinus.
Yustinus Mahu boleh saja berkeinginan tidak menuntut dan mencabut Laporan Polisi. Bahkan mencabut semua keterangan yang sudah di-BAP pun juga bisa dilakukan.
Namun demikian, Salestinus mengingatkan bahwa kasus pemerasan atau penyuapan tersebut bukan delik aduan. Karena itu, publik masih menunggu sikap tegas, profesional, jujur dan konsisten dari penyidik dan Propam Polda NTT.
“Jangan bodohi masyarakat NTT terus menerus, jangan lukai rasa keadilan publik dengan sikap-sikap tidak bertanggung jawab. Negara sudah keluarkan biaya triliunan rupiah untuk peningkatan pelayanan keadilan di NTT, tetapi mutu pelayanan keadilan di NTT semakin memprihatinkan hanya karena ulah oknum aparat,” pungkas dia.
Dia menambahkan, Kapolri Jendral Tito Karnavian, dalam rapat kerja teknis Polri tanggal 6 Maret 2018 di Mercure, Hotel di Ancol, Jakarta Utara, belum lama ini menyatakan, wajah Polri rusak akibat turunnya kepercayaan publik.
Karnavian kata Salestinus, mengaku Reserse Polri paling banyak menyumbangkan citra buruk Polisi dalam tugas pelayanan keadilan kepada masyarakat.
Langgar Perkapolri
Dalam rilisnnya pula, Salestinus menilai penyidik dan Propam Polda NTT telah melanggar Pasal 34 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak pidana.
Padahal dalam Perkapolri ini, kata dia, secara jelas diatur bahwa kasus Tertangkap Tangan, petugas langsung menyerahkan tersangka kepada penyidik Kepolisian terdekat.
Namun sayangnya, dalam kasus OTT Aldo Febriato penyelidikan sudah berlangsung selama 5 bulan, Status Iptu Aldo Febrianto pun hingga kini masih terperiksa.
Menurut Salestinus, ini mengindikasikan sebuah rekayasa sedang berjalan demi melindungi nama baik korps dan mengkapitalisasi posisi Yustinus Mahu yang rentan terhadap bayang-bayang akan dijadikan tersangka suap.
Dia menduga, korban Yustinus Mahu diarahkan untuk tidak melanjutkan tuntutannya terhadap Iptu Aldo Febrianto sambil melihat reaksi publik Manggarai.
“TPDI, Forum Pemuda NTT di Jakarta bahkan masyarakat Manggarai sangat berkeberatan dengan cara penanganan kasus OTT Propam Polda NTT dan penyidik Polda NTT yang terkesan bertele-tele, melindungi kepentingan korps,” tukas Salestinus.
Penulis: Adrianus Aba