Kefamenanu,Vox NTT- Rendahnya upah tenaga kerja di Kabupaten TTU mendapat sorotan keras dari LMND eksekutif Kota Kefamenanu dan Ikatan Mahasiswa Dawan R (IMADAR) yang tergabung dalam Front Mahasiswa Peduli Rakyat (FMPR).
Itu terutama buruh pertokoan dan perusahaan swasta yang tersebar di kabupaten di perbatasan RI-RDTL tersebut.
Pasalnya, hingga saat ini masih banyak buruh di Kabupaten TTU yang bekerja hingga 10 jam per hari. Sayangnya, mereka hanya mendapatkan upahRp 500 ribu hingga Rp 700 ribu per bulan.
Sorotan tersebut disampaikan FMPR saat aksi unjuk rasa memperingati hari buruh di Perempatan Terminal Bus Kefamenanu, Selasa (01/05/2018).
Pantauan VoxNtt.com, aksi unjuk rasa oleh sedikitnya 25 anggota FMPR tersebut sempat memacetkan lalu lintas di ruas Jalan Eltari.
FMPR juga membawa sejumlah poster bertuliskan lawan politik upah murah, stop represif buruh, lawan rezim Jokowi-JK yang pro kapitalis anti rakyat, wujudkan pendidikan ilmiah gratis bagi mahasiswa, serta nasionalisasi aset asing dan juga tolak UU MD3 serta MOU TNI-Polri.
Selain masalah upah, FMPR dalam pernyataan sikapnya juga menyoroti persoalan tenaga kerja yang lain.
Hingga saat ini sebut mereka, dari total 3.755 tenaga kerja yang tersebar di 959 unit usaha ,2.448 di antaranya masih belum memiliki BPJS Kesehatan.
Akibatnya, jaminan kesehatan yang merupakan hak kaum buruh hingga saat ini belum mendapat perhatian.
Ari Koli, Koordinator Umum FMPR saat diwawancarai awak media mengatakan, aksi unjuk rasa tersebut bertujuan untuk menyoroti rendahnya upah buruh yang selama ini terjadi di Kabupaten TTU.
Menurut dia akibat rendahnya upah buruh, jaminan kesehatan dan pendidikan terhadap keluarga dari tenaga kerja menjadi kurang perhatian.
“Hasil temuan kami itu,di salah satu perusahaan tahu tempe di kota kefamenanu ini, ada 6 orang tenaga kerja yang bekerja full dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore tapi gaji hanya Rp 500 ribu per bulan, ini sudah jelas tidak ada keberpihakan terhadap kaum buruh,” sesal mahasiswa Unimor tersebut.
Dia menegaskan, aksi unjuk rasa terkait nasib buruh tidak hanya bersifat momemtual, namun ke depan akan terus dilakukan advokasi terhadap kehidupan buruh sehingga kesejahteraannya bisa terjamin.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Adrianus Aba