Borong, Vox NTT-Pembangunan rumah adat Kampung Tanggar, Desa Compang Laho, Kecamatan Poco Ranaka, Kabupaten Manggarai Timur diawali ritual adat “racang skap” (asah skap).
Upacara adat ini adalah kegiatan menyiapkan peralatan kerja agar dalam proses pembangunan terhindar dari segala jenis kendala dan bahaya.
Nikolaus Ambut, Tua adat kampung Tanggar kepada VoxNtt.com di sela-sela upacara adat “racang skap“, Sabtu (12/05/2018), mengatakan, pembangunan rumah adat Kampung Tanggar dilakukan karena yang lama sudah dibongkar, kondisinya sudah tidak layak digunakan.
Sebelum proses pembangunan yang pertama dilakukan upacara adat tosi atau pemberitahuan secara resmi kepada leluhur untuk sementara mereka tinggal di tempat lain. Hal itu sambil menunggu proses pembangunan hingga upacara adat congko lokap (upacara memasuki rumah baru).
Selanjutnya dibuat ritual adat racang skap sebagai simbol mulainya pengerjaan rumah adat Kampung Tanggar.
Ritual itu dibuat agar seluruh peralatan kerja tidak membahayakan para tukang. Ritual itu juga dibuat agar terhindar dari bahaya dalam proses pengerjaan rumah adat itu.
Nikolaus menambahkan, seluruh rangkaian upacara adat tidak boleh dilewati. Sebab hal itu penting agar tidak terjadi hambatan dalam membangun.
Bahan persembahan adalah ayam kampung berwarna merah (lalong cepang).
Pembangunan rumah adat Kampung Tanggar dilakukan swadaya murni seluruh masyarakat dengan angaran setiap kepala keluarga sebesar Rp 50-100 ribu.
Jumlah kepala keluarga di Kampung Tanggar sebanyak 200. Selain uang juga kayu kosen dan bantal, dan papan disumbang setiap kepala keluarga.
Proses pekerjaan dilakukan perkelompok doa. Sementara makan minum selama kegiatan ditangung oleh kelompok.
Menurut Nikolaus, pembangunan rumah adat Tanggar tentu saja mengeluarkan biaya yang cukup besar karena ukuran sangat besar.
Karena itu, dia berharap ada bantuan dari Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur, sehingga proses pekerjan cepat selesai.
“Kami minta uluran tangan pemerintah matim agar kiranya bisa membantu supaya pembangunan cepat selesai,” kata Nikolaus.
Dia juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh masyarakat, pemerintah desa, serta keluarga yang tinggal di luar kampung yang turut memdukung dan mengambil bagian dalam memulia pembangunan rumah adat.
“Soal keuangan untuk pembangunan tentu membutuhkan biaya besar namun kalau kita kerja secara gotong royong sebagian dana akan dipangkas,” kata Nikolaus.
Sementara Kepala Desa Compang Laho Angalus Aman mengatakan rencana pembangunan rumah adat kampung Tanggar sejak tahun 2013 lalu.
Hal itu disebabkan karena berbagai kendala seperti sumber dana dari setiap kepala keluarga. Setelah didiskusikan kembali melalui musyawarah bersama, akhirnya rumah adat tersebut mulai dibangun.
Dia menambahkan pemerintah desa tentu sangat mendukung pembangunan rumah adat itu.
“Sebagai pemerintah tentu kami mendukung apalagi masyarakat menyepakati untuk pembuatan mbaru gendang. Tetapi untuk kontribusi dana sampai sekarang belum ada,” jelas Kades Anggalinus.
Sejak awal perencanan pembangunan dirinya terlibat aktif, memberikan masukan dan saran kepada tua-tua adat sehingga seluruh rangkaian adat tidak boleh dilupakan.
“Harapannya ada dukugan dan uluran tangan pemerintah kabupaten atau siapa saja punya niat menyukseskan pembangunan rumah adat Tanggar ini. Karena menjadi kendala kita itu di dana. Karena proses pembangunan rumah ini masih panjang dan butuh dana yang cukup banyak,” ujar Kades Anggalinus.
Penulis: Nansianus Taris