Oleh : Venan Pea Mole
Pemerhati Sosial-Politik
Kemenangan kotak kosong dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Makasar atas pasangan calon (paslon) tunggal, Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi (Appi-Cicu) merupakan sejarah pertama dimana kotak kosong mengungguli paslon tunggal yang maju.
Berdasarkan quick count (hitung cepat) beberapa lembaga survei, antara lain, Celebes Risiert Center (CRC), Jaringan Suara Indonesia, dan Lingkar Survei Indonesia (LSI), Paslon Tunggal Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi (Appi-Cicu) belum unggul atas kotak kosong (kompas.com, 2018/6/27).
Sesungguhnya istilah “kotak kosong” tidak dikenal dalam Undang-Undang kita ataupun peraturan teknis lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan pilkada. Istilah kotak kosong digunakan dalam penyelenggaraan pilkada dengan satu paslon tunggal saja.
Pemberian suara untuk pilkada yang diikuti oleh satu paslon tunggal dilakukan dengan mencoblos pada surat suara yang terdapat gambar/foto paslon atau pada gambar kotak kosong disampingnya. Hal ini berbeda dengan pilkada-pilkada sebelumnya yang dilakukan dengan mencoblos satu kali pada dua kolom pilihan yang disediakan yaitu kolom setuju dan tidak setuju. Namun demikian, pilkada dengan satu paslon tunggal masih memberi ruang kompetisi antara paslon yang ada dengan kotak kosong yang disediakan.
Dalam surat suara yang menampilkan dua pilihan yakni satu kolom paslon tunggal dan kolom lainya yang tanpa gambar akan dihitung sah apabila mencoblos pada salah satu kolom yang ada tersebut.
Kotak kosong yang disediakan sesungguhnya isinya tidak kosong. Ada suara pemilih yang termuat didalamnya; suara pemilih yang tidak memilih paslon tunggal yang ada. Selain memuat suara pemilih, kotak kosong memuat simbol-simbol tertentu sebagai bentuk ekspresi masyarakat dan gambaran situasi dan kondisi politik kita di hari ini.
Setidaknya ada beberapa hal yang dapat dimaknai dari sebuah gambar kotak kosong.
Pertama, simbol perlawanan rakyat. Simbol ini tentunya tidak boleh dipandang secara politis saja, sebagaimana saling sindir antara Waketum Partai Gerindra, Ferry Juliantono dan Jubir Wakil Presiden JK, beberapa waktu lalu di berbagai media.
Ferrry menghubungkan kemenangan kotak kosong dengan JK yang memiliki hubungan dekat dengan Munafri Arifuddin. Bagi Ferry, yang dilawan adalah orang yang punya kekerabatan dengan JK (detik.com,2018/6/30). Hal ini tentu tidak dapat digeneralisir (secara politis) seperti itu.
Kemenangan kotak kosong harus dimaknai bahwa dalam penyelenggaraan pilkada terdapat kondisi ketidakpuasan dari masyarakat atau sikap oposisi dari masyarakat terhadap paslon yang ada. Ketidakpuasan atau sikap oposisi tersebut dapat disebabkan karena sikap kontroversial paslon tunggal, minimnya sosialisasi diri dan sosialiasi visi dan misi paslon, tidak dikenal secara luas oleh masyarakat, elitis, otoriter, terlibat kasus hukum seperti korupsi atau asusila, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, rakyat bangkit dan melawan dengan memilih kotak kosong. Ini harapan tentang simbol perlawanan rakyat yang dimaksud.
Kedua, sebagai kritik. Hadirnya paslon tunggal merupakan kritik dan juga tamparan keras terhadap ketidakmampuan partai politik dalam menghasilkan calon-calon pemimpin yang berkualitas yang dapat melayani masyarakat.
Ketidakmampuan parpol/gabungan parpol menghadirkan pilihan bagi masyarakat untuk memilih calon pemimpinnya mengakibat rakyat diperhadapkan pada pilihan alternatif yaitu kotak kosong. Hal ini harus menjadi bahan evaluasi bagi parpol atau gabungan untuk berbenah kedepannya. Kotak kosong adalah kritik terhadap parpol yang gagal dalam melakukan proses pengaderannya.
Ketiga, sebagai pembelajaran. Kotak kosong adalah pembelajaran dalam perkembangan demokrasi kita. Tidak ada calon pemimpin yang dipilih secara aklamasi walaupun tersedia calon tunggal saja. Rakyat dapat memutuskan untuk memilih pemimpinnya apabila calon pemimpinnya yang ditawarkan oleh partai politik tidak sesuai dengan keinginan masyarakat.
Akan tetapi, bila semakin berkurangnya alternatif calon pemimpin yang ditawarkan bagi masyarakat akan menunjukan bahwa terdapat kegagalan dalam berdemokrasi yang seharusnya menghadirkan banyak pilihan bagi masyarakat.
Keempat, sebagai permenungan. Kotak kosong seharusnya menjadi permenungan. Saya teringat sebuah falsafah tentang kosong, yaitu “kosong itu isi”. Kotak kosong sebetulnya tidaklah kosong melainkan sedang dalam proses pengisian. Bahwa dalam kotak kosong, masyarakat sedang mengisinya dengan sebuah pilihan yang dianggap paling baik, paling tepat, dan paling menguntungkan.
Dalam kekosongannya masyarakat membuat pilihan yang menentukan hidupnya. Kotak kosong menggambarkan bahwa yang terisi (gambar) belum tentulah benar atau pilihan yang diinginkan. Yang terisi bisa saja kosong. Pilihan yang telah terisi mungkin saja perlu dikosongkan agar dapat mengisinya dengan yang baru, yang lebih baik dan yang lebih bermanfat.
Pada akhirnya kotak kosong tidaklah kosong. Kotak kosong itu menampung pilihan (rakyat), simbol perlawanan, sebuah kritik, sebuah pembelajaran dan jugan sebuah perenungan. Kotak kosong juga mungkin saja adalah jawaban.
Sebagaimana diungkapkan Saifudin al Mughniy, “sebab kotak kosong adalah jawaban jatuhnya martabat ketokohan dan mundurnya gerak demokrasi”. Dengan demikian, kotak kosong tidaklah kosong seperti kelihatannya.