Borong, Vox NTT-Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Manggarai Timur (PK Matim) mengeluarkan aturan baru soal insentif guru Tenaga Harian Lepas (THL) dan BOS Daerah (Bosda).
Dalam aturan itu disebutkan tahun anggaran 2018, insentif pendidik dan tenaga kependidikan THL disesuaikan dengan besaran pembayaran untuk pendidik atau guru Bosda yaitu Rp 700.000/bulan.
Aturan itu tertuang dalam surat pemberitahuan bernomor, 420/590/PK/IV/2018 dan dikeluarkan pada 3 April 2018. Surat itu ditandatangani oleh Kadis PK Matim, Drd. Frederika Soch, M.Pd.
Konon, kebijakan baru dibuat berdasarkan arahan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) pada audit pendahuluan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2017 lalu.
Aturan yang dikeluarkan dinas pun menuai kritik, kecaman, dan penolakan masif dari berbagai elemen masyarakat Matim.
Pada Senin, 9 April, sebanyak 32 guru Tenaga Harian Lepas (THL) mendatangi Kantor DPRD Matim. Para guru datang untuk menuntut pertanggungjawaban DPRD atas pemotongan honor mereka oleh Kadis Frederika.
Sebelumnya, para guru THL ini diberi honor Rp 1.250.000 tiap bulannya, kini menjadi Rp 700.000.
Setelah itu, Komisi C DPRD Matim mengeluarkan rekomendasi agar gaji guru THL kembali seperti semula yaitu Rp 1.250.000. Karena gaji guru THL sudah ditetapkan dalam Perda APBD Matim 2018.
Komisi C DPRD juga mendesak Bupati Tote untuk mencopot Kadis PK Matim karena telah menyalahi kewenangan dan telah melanggar Perda.
Kemudian, Selasa, 8 Mei, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manggarai menggelar aksi demonstrasi di Kantor Dinas PK, DPRD, dan Kantor Bupati Matim,
Aksi unjuk rasa tersebut sebagai bentuk protes atas putusan Kepala Dinas PK Matim, Frederika Soch yang melakukan pemotongan gaji guru THL dari Rp 1.250.000 menjadi Rp 700.000 setiap bulannya.
Berbagai upaya itu telah dilakukan, tetapi sampai hari ini aturan yang dikeluarkan Kadis PK Matim yang menyetarakan gaji guru THL dan Bosda tetap berlaku. Bahkan persoalan ini bertambah runyam.
Baru-baru ini, Kadis PK Matim, Frederika Soch mengeluarkan persyaratan kepada sejumlah guru THL yang sudah melakukan aksi penolakan agar meminta maaaf di media massa (online) kepada Bupati Yosef Tote dan dirinya.
Persyaratan itu mutlak bagi Kadis Frederika. Jika tidak, dia tidak akan memberikan dan menandatangani rekomendasi pencairan gaji bagi para guru. Dan gaji guru THL untuk triwulan satu akan ditarik ke kas daerah oleh Kadis Frederika.
Persyaratan itu pun mendapat penolakan dari sejumlah guru THL. Ada yang menuruti, ada pula yang menolak.
Bagi guru yang sudah meminta maaf di media massa, tuntutannya harus menunjukkan bukti melalui link berita kepada Kadis Frederika bahwa sudah meminta maaf kepada bupati dan dirinya.
Setelah itu, rekomendasi pencairan gaji akan diberikan Kadis Frederika. Jika ada rekomendasi, maka gaji pun bisa dicairkan di bank.
Berdasarkan catatan VoxNtt.com, dua orang guru THL yang tidak meminta maaf kepada Kadis Frederika. Keduanya bersi keras tetap menolak kebijakan Kadis PK Matim yang memotong gaji guru THL di tahun 2018 ini.
Keduanya atas nama inisial KJ dan MB. Saat ini dua orang guru itu sudah dipecat secara lisan oleh Kadis PK Matim. Gaji mereka pun selama enam bulan tidak diberikan.
Yang menjadi pertanyaan publik Matim saat ini, mengapa aturan dinas yang memotong gaji guru THL hingga kini belum ada titik terang? Aturan ini masih menyisahkan luka bagi para guru THL. Lantas siapa di balik kebijakan Kadis PK Matim ini?
Maximilianus Herson Loi, pengamat kebijakan asal Matim pun angkat bicara soal kebijakan Kadis PK yang diduga ditopang sejumlah elit daerah.
Menurut Herson, Kadis PK Matim Fredrika Soch adalah bawahan Bupati Tote. Tentu, kebijakan Dinas PK berdasarkan arahan sang bupati sebagai pimpinan daerah.
Ketika kebijakan Kadis PK Matim yang dinilai tidak bijak dan menimbulkan kisruh besar, maka sebagai pucuk pimpinan, Bupati Tote mestinya harus turun tangan untuk mengatasinya.
“Tetapi jika bupati diam dan tidak mau ambil sikap maka dugaan saya kebijakan kadis PK Matim tersebut didukung juga oleh bupati dan elite DPRD Matim,” tegas Herson.
Dia menambahkan, gaji guri THL 2018 sudah di-Perda-kan. Sebab itu, wajib hukumnya untuk dilaksankan. Guru THL berhak mendapat gaji sesuai besaran yang tercantum dalam Perda. Apalagi sudah ditandatangani bupati dan DPRD Matim.
“Kepada DPRD dan Bupati Matim pun saya berharap agar secepatnya mengambil langkah bijak untuk mengatasi persoalan yang dialami oleh guru THL. Toh, mereka merupakan generasi Manggarai Timur. Mereka turut memberikan suara buat bapak dan ibu sampai Bapak dan Ibu bisa duduk disinggasana. Berikan mereka keadilan biar mereka tidak menjadi pengemis ditanah sendiri,” katanya.
“Perhatikan kesejahteraan mereka karena kesejahteraan yang layak dapat mendorong etos kerja yang baik dan upaya mewujudkan mutu anak didik bisa tercapai. Anak didik bermutu. Generasi Manggarai Timur cerdas dan daerah Manggarai Timur pun kuat dan jaya selalu,” ujar Herson.
Penulis: Nansianus Taris
Editor: Adrianus Aba