Oleh: Pius Rengka
Rensi Ambang, sebuah nama. Pria asli Manggarai Flores itu sudah nikah dan punya anak. Dua pekan ini, namanya mengambang di ambang pintu peradaban.
Memang, Rensi telah berkibar cukup lama. Dia pelantun lagu Manggarai. Kocak, reflektif dan menyejarah. Suranya merdu, enak didengar. Hari-hari ini Ambang jadi obyek uji publik. Dia dipuja, dibela dan dihujat. Puja dan puji seiring sejalan hujatan massa tanpa lelah dari segala arah. Apa pasal.
Soal dia simple. Tetapi serius. Dia menghajar pria lain. Tindakan itu disiar langsung di media sosial. Sontak saja mata aneka jagat terpana pada aksi kekerasan itu. Riuh protes pun menyeruak dari mana-mana. Gelombang opini menerjang. Tetapi juga prihatin.
Disebutkan, belum lama berselang di panggung media sosial, Istri nan terkasih Rensi Ambang asyik masuk chating dengan pria lain dari tempat lain, dan diduga punya kelainan. Mungkin mereka iseng. Ini mungkin semacam iseng yang dipersungguh. Sebagaimana umumnya laku gaul di ruang media sosial, hal-hal privat dapat saja terjadi. Intens sekali, makin jauh kian mendalam.
Isi chatingan, mulanya biasa-biasa saja. Dialog tanya jawab bernada nyaris setara. Pria itu biasa disapa Eki. Tukar pikiran dan informasi, saling uji nyali masing-masing. Baku takar daya tahan dan uji imajinasi sambil berfantasi. Lalu saling tafsir.
Tafsir pembaca chatingan meluas. Rensi Ambang menuding, isi chatingan memang benar bermula biasa-biasa saja. Lambat laun chatingan terkesan beraroma godaan. Rensi Ambang malah memastikan, Eki menggoda dan mengajak istrinya selingkuh. Perihal ajakan selingkuh itulah yang membakar amarah Rensi.
Rasanya wajar jika Rensi Ambang tak terima baik. Harga dirinya sebagai pria direnggut jatuh menyusul rayuan Eki, pria pesaingnya itu, kepada istrinya.
Atas nama fair play, Eki diundang ke rumah Rensi Ambang. Di sanalah kekerasan itu berawal. Rensi Ambang menghajar Eki. Istri dan anaknya pun ikut menyumbangkan pukulan. Bibir Eki pecah menyusul akumulasi tinju ke wajah Eki. Sialnya, seluruh kejadian disiar langsung melalui video. Eki minta maaf.
Eki mengikuti jalur adat Manggarai. Demi teguh dan tulusnya maaf, Eki membawa sebotol bir dan sebungkus rokok. Dia mengaku salah. Apakah hanya sampai di situ? Tidak!
Gelombang tafsir pembaca dan penonton tayangan itu mengalir jauh bak air bah. Sedikitnya ada dua kubu. Kubu pro dan kontra. Sama kuat. Hanya sedikit yang menyeret istri Rensi sebagai pihak tergugat dalam dialog agak bernada miring itu.
Namun, kita patut mahfum. Media sosial adalah medan pertemuan dari dan untuk semua lapisan sosial, tak peduli posisi sosial masing-masing individu yang melakukan pertemuan dengan metode dialog. Entahkah dia presiden, laki atau perempuan atau waria, kaya atau miskin, cantik atau ganteng, pintar atau bodoh. Istri atau suami orang, kekasih atau musuh, sama saja. Tak peduli amat.
Tema perjumpaan dapat berupa apa saja, tentang apa saja yang mungkin dengan metode dialog gambar, vignet, dialog sosial, dialog individual. Bahkan mungkin saja isi obrolan tentang ideologi politik, ideologi sosial, pandangan keagamaan, puisi, kisah duka lara dan luka, lelucon, membadut, humor dan apa saja, boleh semua hal, karena media sosial itu memang begitulah wataknya.
Media sosial adalah produk revolusi industri keempat, produk ilmu pengetahuan. Tujuannya mulia untuk menggampangkan relasi antarmanusia lintas sekat. Sekat ruang, waktu dan sekat sosial kultural.
Karena itu, mereka yang berdialog, berdiskusi memiliki peluang yang sama untuk memanfaatkan media sosial demi kepentingan apa saja, termasuk relasi super privat tanpa ada keharusan batas-batas yang mungkin dirumuskan secara sosial.
Relasi super privat. Lalu pertanyaannya, atas dasar apa hasil dialog super privat itu kesalahannya ditimpakan hanya kepada satu pihak? Atas argumen mana kiranya penimpaan kesalahan hanya pada Eki seorang? Bukankah istri terkasih Rensi Ambang terlibat aktif dalam dialog nan senyap itu?
Eki bertanya istrinya Rensi menjawab. Jika toh benar, Eki cenderung mengajak hadirnya hubungan khusus dengan istri Rensi, lalu istri Rensi Ambang juga membuka dialog itu berlangsung dengan cara terus berdialog.
Maka, istri Rensi Ambang perlu dimintai pertanggungjawaban. Mengapa? Substansi dialog mereka mengarah ke arah privat karena adanya dialog di antara mereka.
Jika dialog tak ada, tak akan ada pengarahan atau kecenderungan. Dalam hukum pidana, ada ajaran yang disebut Culpa in Causa. Artinya, orang yang membawa dirinya ke dalam suasana atau kondisi percobaan atau terjadinya delik pidana, wajib diminta pertanggungjawabannya juga.
Saya duga, dialog ini mulanya ziarah mencari sahabat. Sebagaimana umumnya pengembara, dia berkelana ke padang kehidupan menerjang badai gurun sunyi. Perihal ini, teringat kita pada dialog seorang pemuda gelisah dengan penyair Libanon Kahlil Gibran.
Perihal sahabat Gibran bertutur.
‘Sahabat adalah keperluan jiwa, yang mesti dipenuhi. Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau tuai dengan penuh rasa terimakasih. Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu. Karena kau menghampirinya saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa mau kedamaian. Bila dia berbicara, mengungkapkan fikirannya, kau tiada takut membisikkan kata tidak di kalbumu sendiri, pun tiada kau menyembunyikan kata ya. Dan bilamana dia diam, hatimu berhenti dari mendengar hatinya; karena tanpa ungkapan kata, dalam persahabatan, segala fikiran, hasrat, dan keinginan dilahirkan bersama dan dikongsi, dengan kegembiraan tiada terkirakan. Di kala berpisah dengan sahabat, tiadalah kau berdukacita; Karena yang paling kau kasihi dalam dirinya, mungkin kau nampak lebih jelas dalam ketiadaannya, bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih agung dari pada tanah ngarai dataran. Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya roh kejiwaan. Karena cinta yang mencari sesuatu di luar jangkauan misterinya, bukanlah cinta ,tetapi sebuah jala yang ditebarkan: hanya menangkap yang tiada diharapkan. Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu. Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenali pula musim pasangmu. Gerangan apa sahabat itu jika kau senantiasa mencarinya, untuk sekadar bersama dalam membunuh waktu? Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu! Karena dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu. Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria dan bersekutu kegembiraan. Karena dalam titisan kecil embun pagi, hati manusia menemui fajar dan gairah segar kehidupan‘. Begitulah.
Baca Juga:
- Status “Supaya Laos” Viral di Medsos
- Ahang: Kasus Rensi Ambang dan Eki Sebaiknya Diurus Secara Adat
- Eki Akan Lapor Rensi Ambang ke Polisi
- Rensi Ambang Sadari Kesalahannya
- Permabar Desak Polres Manggarai Tangkap Rensi Ambang
- Marsel Ahang “Disemprot” Netizen
- Didampingi Pengacaranya, Eki Resmi Laporkan Rensi Ambang
- Eki: Saat Telepon Urus Secara Adat, Tahu-tahunya Langsung Dihajar
- Isi Chat Istri RA dan Eki Bukan Tindak Pidana
- Terkait Kasus Rensi Ambang, DPRD: Stop Bully di Medsos!
- Ini Alasan Istri Rensi Ambang Lapor Balik Eki