Oleh: Yefri Kuafeu
Mahasiswa Pascasarjana Geografi UGM
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah propinsi yang bila ditinjau dari sudut pandang geomorfologi memiliki sembilan dari sepuluh bentuk lahan asal proses genesisnya, hanya bentuk lahan glasial/es yang tidak ada dijulukan kota pelajar tersebut.
Salah satu bentuk lahan yang dimiliki DIY namun tidak ada di daerah lain adalah bentuk lahan Aeolian (proses terbentuknya oleh angin) yang terkenal dengan sebutan gumuk pasir tipe barkhan di Parangtritis.
Gumuk Pasir Parangtritis terbentuk dari akumulasi material pasir hitam oleh proses aeolian yang kuat dengan materialnya berasal dari material vulkanis Gunungapi Merapi yang terbawa oleh proses fluvial Sungai Opak dan Sungai Progo menuju Samudera Hindia.
Material ini pada mulanya terendapkan membentuk gisik. Pada saat pasang surut, terdapat gisik tidak terendam air laut. Kemudian tenaga angin mendorong material pasir yang kering menuju daratan.
Adanya hambatan berupa tutupan vegetasi menjadi barrier (penghalang) yang menyebabkan perubahan arah angin.
Perubahan tersebut menyebabkan material pasir yang terbawa angin terakumulasi membentuk bukit-bukit pasir. Bukit-bukit pasir ini disebut juga gumuk pasir.
Selain itu, Angin Musson tenggara yang membentur sisi timur topografi karst Pantai Pararangtritis merupakan tenaga yang cukup untuk pembentukan dan perkembangan gumuk pasir.
Keistimewaan tersebut juga ternyata dapat ditemukan di Pantai Oetune, Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi NTT.
Mungkinkah pantai ini disebut gumuk pasir?
Menurut Sunarto 2014, gumuk pasir adalah gundukan material pasir yang terangkut oleh angin dan terendapkan setelah kekuatan tiupan angin berkurang atau akibat terhalang oleh adanya rintangan yang umumnya vegetasi.
Soe adalah pusat kota di Kabupaten Timor Tengah Selatan yang memiliki Luas wilayah perairan laut sebesar 157,3 km2 dengan panjang garis pantai di perairan selatan sepanjang 101,86 km.
Terdapat 6 kecamatan yang wilayah daratannya berbatasan dengan laut dan di dalamnya terdapat 22 desa pesisir.
Potensi kawasan pesisir dengan jenis pantai berpasir di Kecamatan Amanuban Selatan dan Kualin, berbatu dan terumbu karang di Kecamatan Kualin, Kolbano, Kot’olin, Nunkolo, Boking, tanaman mangrove di Kecamatan Amanuban Selatan dan Kualin. Untuk budidaya pantai yaitu budidaya bandeng, udang dan kepiting di Kecamatan Amanuban Selatan dan Kualin.
Hemat saya yang menarik dari pantai selatan Soe adalah garis pantai dengan panjang 28 km di Kecamatan Amanuban Selatan, Kualin dan Kolbano terdapat asal proses bentuk lahan Aeolian dengan material pembentuk angin di Oetune beach, bentuklahan struktural dengan material pembentuk batuan di Kolbano cliff dan tipologi bentuklahan fluvial bermaterial lumpur dan rawa di Toineke mud flat.
Hal ini yang menjadi pembeda utama akan keunikan wilayah pesisir ‘coastal area’ yang terdiri pantai ‘shore’, pesisir ‘coastal’ di Soe.
Proses pembentukan Gumuk Pasir Oetune sama dengan Gumuk Pasir Parangtritis yang terbentuk dari akumulasi material pasir putih oleh proses aeolian yang kuat yang berasal dari material vulkanis gunung api tua (Gunung Mutis, Gunung Timau, Gunung Kekneno) yang terbawa oleh proses fluvial Noelmina dan Noel Muke.
Material ini pada mulanya terendapkan membentuk gisik pada muara Sungai Noelmina yang terbentang di sepanjang Pantai Oetune dengan material utamanya pasir.
Pada saat pasang surut, terdapat pasir yang tidak terendam air laut. Kemudian tenaga angin mendorong material pasir yang kering menuju daratan.
Adanya hambatan berupa tutupan vegetasi yang lebat dengan adanya material rataan lumpur (mud flat) atau rawa payau (saltmarsh) yang bermuara di Noel Muke menjadi penghalang yang menyebabkan perubahan arah angin dengan material pasir yang terbawa angin terakumulasi membentuk bukit-bukit pasir di sepanjang pantai.
Selain itu posisi geografis Pulau Timor yang lebih dari 100LS (10 derajat Lintang Selatan) menimbulkan hamparan hembusan angin dari Samudera Hindia yang begitu kuat dan membentur tipologi karst dengan material utama batu gamping yang keras di Pantai Kolbano, pantai yang sangat terkenal dengan sebutan beribu batu warna.
Apabaila ditinjau dari geomorfologi bentuk lahan Aeolian (angin) dan perpaduan antara bentuk lahan marine (laut) dan fluvial (sungai) di sepanjang garis pantai selatan So’e memiliki material penyusun yang berbeda-beda.
Pantai Oetune materialnya pasir dengan sebutan Oetune beach, Pantai Toineke dengan material lumpur (Toineke mud flat/saltmarsh) dan Pantai Kolbano dengan material penyusun perbukitan karst (Kolbano cliff).
Perlu diketahui bahwa wilayah pesisir dengan material penyusun pasir (beach), lumpur (mud flat) dan batuan (cliff). Sehingga sebutan untuk Pantai Kolbano adalah cliff not beach.
Suatu keistimewaan bagi Soee karena garis pantai dengan radius yang tidak jauh, terbentuklah fenomena alam dengan asal proses geomorfologi yang unik yakni di bagian barat ada gumuk pasir, di timur ada batuan berwarna dan di tengah terdapat endapan lumpur di wilayah kepesisiran.
Hamparan sawah fluviomarin Noel Muke, teras pantai dengan lekukan yang membentuk batu berwarna di perbukitan karst Kolbano, gulungan gelombang beriak-riak ke pantai Oetune, hembusan angin menelusuri lorong-lorong cemara laut (bahasa latin; Casuarina Equisetifolia) dan mengendapkan gumuk pasir yang membekas.
Sungguh suatu keistimewaan dengan panorama bentang lahan wilayah kepesisiran So’e yang tiada tara.
Fenomena alam dengan proses material penyusun yang khas menjadikan wilayah pesisir Soe sebagai yang istimewa. Bukan saja untuk kaum milenial zaman now pencinta traveling spot selfie, tetapi juga menjadi destinasi baru parawisata yang patut dikembangkan dan dijaga kelestariannya sebagai bentuk lahan yang khas di Pulau Timor.