Oelamasi, Vox NTT- Pendeta (Pdt) Yunus Kaitulang, Ketua Majelis Klasis Sulamu Kabupaten Kupang mengatakan, tokoh agama mempunyai peran strategis dan penting dalam membangun Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal itu diungkapkan Pdt Yunus dalam sambutannya pada kegiatan dialog
‘membangun hubungan kolaboratif komunitas desa dan pemerintah’ di Gedung Kebaktian GMIT Imanuel Kukak, Desa Pariti, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, Kamis (29/11/2018).
Kegiatan dialog yang berlangsung sejak 29-30 November tersebut atas kerja sama organisasi Care International dan CIS Timor.
Menurut Yunus, peran tokoh agama seperti pendeta juga tak hanya strategis untuk membangun NTT, tetapi juga dalam kolaborasi di desa.
Banyak hal yang bisa dilakukan secara bersama guna mendukung kesuksesan pembangunan di NTT umumnya, dan di desa khususnya.
Dalam sambutannya pula, Pdt Yunus menyentil peran strategis Klasis Sulamu, yang mana berada pada dataran rendah pesisir untuk pengelolaan garam.
Tujuan Dialog
Koordinator Lapangan Program Partner for Resilient Care International – CIS Timor, Silvester Ndaparoka mengungkapkan, implementasi program Partners for Resilience Strategic Partnership (PfR-SP) telah memasuki tahun ke-3.
Kata Silvester, dialog ‘membangun hubungan kolaboratif komunitas desa dan pemerintah’ dilakukan sebagai bentuk implementasi program PfR-SP yang hingga kini telah memasuki tahun ke-3.
Dialog juga dilakukan untuk membangun hubungan kolaboratif antara komunitas desa dengan pemerintah desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, serta nasional.
Ia menjelaskan, strategi pencapai trajektori tiga (3) ditempuh dengan model peningkatan dan penguatan kapasitas warga dan aparat.
Bisa juga ditempuh dengan model dialog lain yang muaranya bisa memengaruhi kebijakkan sektor terkait, sehingga lebih mengarah pada adaptasi perubahan iklim (API), pengelolaan risiko bencana (PRB) dan restorasi lingkungan hidup.
Sementara itu, Distrik Officer Program PfR Care-CIS Timor, Elfrid V. Saneh mengatakan, kegiatan advokasi penguatan kapasitas IRM – GMIT Sulamu ini bertujuan untuk memberikan perspektif terkait program PfR II, IRM dan posisi strategis pendeta dalam advokasi di level desa, kabupaten dan provinsi.
Menurut Efrid, dialog itu juga bertujuan untuk menemukan peluang kolabarasi program gereja dan pemerintah dalam perencanaan pembangunan di desa. Peluang kolaborasi tersebut terutama dalam pengelolaan dana desa.
Selanjutnya untuk meningkatkan pemahaman dan ketrampilan para pendeta, tokoh gereja, dan aparat desa tentang hubungan gender dalam pengelolaan dana desa.
Itu terutama dari fase perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban.
“Memahami hubungan Program Revolusi Nusa Hijau (tanaman Kelor) oleh Pemerintah Provinsi NTT dalam hubungannya dengan manajemen dan restorasi lingkungan,” sambung Efrid.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba