Mbay, Vox NTT-Tim Pengelola Inovasi Desa (TPID) Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo melakukan kegiatan proses penangkapan pengetahuan inovatif untuk menghasilkan dokumen pembelajaran atau capturing di kantor camat setempat pada 4 November lalu.
Kegiatan capturing tersebut melibatkan pendamping desa, pendamping lokal desa, kepala desa, dan masyarakat.
Ketua TPID Kecamatan Keo Tengah, Fikarius Kota menjelaskan, salah satu tugas TPID adalah memfasilitasi praktik cerdas, melakukan identifikasi, dokumentasi eksposisi dan replikasi.
Selain itu, TPID juga melakukan berbagai kegiatan lain yang bisa memicu lahirnya ide baru yang kreatif. Ide ini bisa dikembangkan dalam upaya mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan ekonomi yang ada di desa.
Untuk itu, kata Fikarius Kota, TPID bersama pemerintah desa dan masyarakat perlu berikhtiar bagaimana memanfaatkan sumber daya alam dan manusia yang ada di desa.
Fikarius menjelaskan, kegiatan capturing yang dilakukan adalah mengunjungi beberapa desa yang memiliki inovasi baru.
TPID Kecamatan Keo Tengah melihat dan mendokumentasikan kegiatan masyarakat. Itu seperti; infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan kewirausahaan.
Di Desa Lewangera, lanjut dia, TPID melihat pelaksanaan kegiatan kerajinan tangan merangkai berbagai aksesoris yang bahan bakunya dari daun lontar dan daun pandan.
Kerajinan tangan yang dihasilkan tersebut antara lain; topi, mboda oka (tempat menyimpan siri pinang), gabha (tas adat laki-laki), wati yang biasa digunakan sebagai media pengganti piring tempat untuk menyajikan makanan kering, tikar, serta mboda mbae (bere atau keranjang).
Kerajinan tangan ini dikelolah oleh PKK Desa Lewangera dengan nama kelompok Bukit Bulan Bintang.
Fikarius mengaku, sebagai Ketua TPID Kecamatan Keo Tengah saat kegiatan capturing ini, pihaknya terus memberikan motivasi kepada kelompok untuk memanfaatkan potensi yang ada di desa.
Menurut dia, di Desa Lewangera memiliki potensi alam daun lontar dan daun pandan yang pada zaman dahulu oleh masyarakat lokal digunakan untuk kebutuhan hidup.
Saat ini, pengembangan potensi-potensi lokal mulai mendapat perhatian pemerintah. Sebab itu, aspek ketrampilan masyarakat juga sangat dibutuhkan.
TPID, lanjut Fikarius, terus melakukan pendampingan dan memberikan motivasi. Menurut dia, beberapa hasil kerajinan tangan yang ditekuni oleh kelompok Bukit Bulan Bintang tersebut juga mendukung aspek pembangunan kepariwisataan.
Ia berharap, pemerintah di masa mendatang perlu memetakan dan mengorganizir potensi-potensi ini untuk menjadi sebuah kekuatan baru dalam pembangunan ekonomi dan kepariwisataan.
Kepala Desa Lewangera, Nobertus Kodi mengaku pihaknya memilih untuk berinovasi di bidang kerajinan tangan karena selain tersedianya bahan baku juga ekonomis sangat menguntungkan.
Selama ini, kata dia, kelompok Bukit Bulan Bintang yang anggotanya berjumlah 30 orang sudah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk pemasaran hasil karya mereka.
Itu di antaranya; hotel, tempat penginapan, Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan juga dikirim ke Bali.
Menurut Kades Nobertus, kerajinan tangan ini menjadi jalan menuju keberhasilan kelompok Bukit Bulan Bintang untuk terus melanjutkan usahanya. Apalagi sudah ada kerja sama dengan beberapa pihak, baik pemerintah maupun swasta.
Hasil kerajinan kelompok Bukit Bulan Bintang seperti topi dijual dengan harga Rp 50.000, wati seharga Rp 25.000, tikar seharga Rp 100.000, mboda oka Rp 50.000, mboda mbae Rp 100.000.
Nobertus mengatakan, selain hal tersbut, misi utama dari kegiatan ini adalah untuk mendukung program Desa Lewangera yang akan berinovasi di bidang wisata budaya pada tahun anggaran 2019.
Dalam rencana pembangunan desa 2019, pihaknya berkomitmen untuk mengembangkan usaha yang sedang dijalankan oleh ibu-ibu. Hal tersebut tentu saja sebagai upaya mendukung pembangunan kepariwisataan.
Untuk mendukung kegiatan keberlanjutan usaha ini, pemerintah desa Lewangera memprogramkan penanaman pandan.
Kegiatan itu dilaksanakan dengan modal awal sebesar Rp 160.000 untuk membeli pita, pewarna dan kain untuk pembuatan tali dan keuntungan sebesar Rp 12.000.000.
Nobertus juga mengaku, kendala utama yang dialami warga dalam pemasaran adalah sulitnya akses jalan dari Puuwada menuju Lewa dan Lewangera.
Kata dia, ada jalan tanah menuju dua desa tersebut. Jalan itu bisa menghubungkan ke beberapa desa di wilayah Mauponggo. Desa-desa tersebut yakni Ua, Kota Gana, dan Kelurahan Mauponggo.
Penulis: Arkadius Togo
Editor: Ardy Abba