Kupang, Vox NTT- Masyarakat NTT boleh sedikit lega saat moratorium Tenaga Kerja Indonesia (TKI) diumumkan oleh pemerintah Provinsi NTT membuat .
Pasalnya, kebijakan itu akan membebaskan daerah ini dari belenggu perdagangan manusia yang saban tahun kian menggila.
Faktanya, jumlah TKI yang diproduksi oleh NTT menempati angka yang tidak sedikit. Selama tahun 2018, sebanyak 600 orang perempuan dan sebanyak 700 laki-laki yang dikirim keluar daerah (Data Disnakertrans NTT).
Niat untuk mencari rejeki ke luar daerah tersebut rupanya tidak redup meski Gubernur NTT, Viktor Laiskodat sudah mengumumkan moratorium TKI.
Itu terbukti dari angka pencekalan TKI selama 8 hari pertama tahun 2019. Jumlah CTKI yang berhasil digagalkan oleh Petugas satgas Human Trafficking Bandara Eltari sudah memasuki angka 75 orang. Data itu belum termasuk dengan jumlah yang lolos dengan berbagai modus licik dan picik ala perekrut.
Penelusuran Voxntt.com (08/01/2019) di Posko Satgas Pencegahan dan Perlindungan TKI Nonprosedural, menemukan banyak modus yang dilakukan oleh para perekrut TKI ilegal atau nonprosedural.
Modus itu antara lain uang sirih pinang yang diberikan calo TKI kepada orang tua agar mengantar anak mereka sampai lolos di bandara Eltari Kupang. Ikhtiarnya adalah agar anaknya bisa bekerja di luar Negeri dan pulang membawa berkat bagi keluarga.
“Mereka membayar uang sirih pinang kepada orang tua, agar mereka bisa mengantar CTKI supaya bisa lolos di Bandara. Jadi, kalau ada yang tanya, mereka jawab saja mau antar anak mereka liburan ke luar daerah,” ungkap salah satu petugas yang tak mau namanya dimediakan.
Jumlah uang sirih pinang yang diberikan berkisar Rp 1.000.000 hingga Rp 2.000.000.
Saat diantar orang tuanya ke bandara, para calo memonitor dari luar Bandara. Bahkan, para orang tua sudah dibekali dengan baik agar tidak boleh menjawab apapun jika modus ini sudah diketahui.
Para petugas Disnakertrans NTT yang bertugas di Bandara El Tari pun mengaku kesulitan jika modus itu dipakai.
Baca: 8 Hari Pertama Tahun 2019, Sudah 75 CTKI Dicekal di Bandara Eltari
“Biar kami desak, mereka tidak akan jawab. Kalau tertangkap dan dipulangkan yah tidak ada alasan dan bertengkar. Mereka langsung pulang agar nama dan identitas perekrut tidak bisa diketahui,” tambahnya.
Modus lain adalah liburan dan kuliah. Liburan adalah modus yang paling banyak ditemui, jika diinterogasi oleh pengaman di Bandara.
“Aneh juga, kalau liburan tapi dibelikan tiket, juga yang membeli tiket mereka tidak tahu, aneh juga kalau harga tiket yang begitu besar itu dibelikan begitu saja dengan kondisi sebagian besar orang tua mereka petani dan juga mereka sendiri pengangguran,’ ungkap petugas lain.
Minim Fasilitas
Selain masalah modus operandi yang dipakai beragam, para petugas penertiban Calon Tenaga Kerja Nonprosedural juga masih terkendala fasilitas.
Para petugas yang stand by selama 24 jam ini belum dilengkapi dengan tempat kerja yang memadai dan minimnya anggaran.
Kordinator Piket Satgas Pencegahan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nonprosedural, Volkes Nanis, menyatakan, selama ini proses pencekalan ini masih terkendala anggaran dan juga fasilitas.
“Lihat saja ini kantor kecil dan kami harus biaya sendiri. Padahal, ini program utama Gubernur NTT. Kadang kami sementara urus yang ditahan di Posko yang lain memanfaatkan peluang untuk bisa lolos di Bandara dan keluar,” ungkapnya Selasa (08/01/2019).
Masalah lain juga soal iming-iming uang para calo kepada para CTKI. Semangat mereka ke luar negeri tak terbendung karena dijanjikan jumlah penghasilan yang besar. Para perekrut juga mendapat fee yang sangat besar.
“Satu TKI saja para calo bisa dapat uang RP 15.000.000,” lanjutnya.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Boni J