Ruteng, Vox NTT- Direktur JPIC Keuskupan Ruteng, Pastor Marthen Jenarut, Pr. S.fil, SH, MH turut menyoroti kebijakan Pemkab Manggarai menghibahkan sebidang tanah kepada PT Pertamina (Persero).
Tanah seluas 24.640 meter persegi di Kelurahan Wangkung, Kecamatan Reok itu sudah diberikan secara cuma-cuma kepada PT Pertamina (Persero).
Acara penandatanganan penyerahan hibah sudah dilakukan di Hotel Ayana Labuan Bajo, Jumat, 11 Januari 2019 lalu.
Menurut Pastor Marthen, legislatif dan eksekutif Manggarai belum menjelaskan apa konsep atau kerangka berpikir (epistemologi politiknya) di balik pilihan hibah tanah itu ke PT Pertamina.
”Sangat mengejutkan dan ironis kalau pilihan-pilihan terhadap sebuah keputusan politik tanpa didasari pada konsep atau epistemologi politik yang strategis dan obyektif,” ujar seorang advokat dari Peradi itu kepada VoxNtt.com, Minggu (13/1/2019).
Ia menegaskan, kegaduhan tentang hibah tanah milik Pemkab Manggarai ke PT Pertamina memang belum berakhir.
Hal tersebut terjadi karena masyarakat Manggarai belum mendapat informasi tentang konsep yang logis dan cerdas di balik perbuatan hukum peralihan hak atas tanah.
Baca Juga: JPIC: Agak Lucu Aset Tanah Milik Masyarakat Dihibahkan ke Pertamina
Kata Pastor Marthen, peralihan hak atas tanah di Reo itu bisa dengan sistem jual beli, warisan ataupun sewa pakai.
“Pertanyaaan mendasarnya adalah mengapa pilihannya harus hibah dari pilihan-pilihan yang lain? Bukankah ada pilihan yang lebih cerdas dan membawa manfaat yang lebih besar untuk kepentingan pembangunan daerah?” tanya advokat dari kantor hukum Marthen Jenarut and Partners Law Firm yang beralamat di Jl. Pelita Nomor 4 Ruteng, Flores, NTT itu.
Pastor Marthen menyatakan, argumentasi pemerintah hanya berkutat pada DPRD sudah menyetujui dan sudah memiliki legal opinion dari Kejaksaan Agung.
Logisnya, menurut dia ini bukan argumentasi di balik pilihan hibah. Itu hanya sebuah keterangan tentang prosedur yang sah dari sebuah perbuatan hukum, peralihan hak terhadap asset Negara/Daerah.
Dikatakan, peralihan hak atas tanah melalui hibah, bukan satu-satunya perbuatan hukum peralihan hak atas tanah yang benar dan sah menurut hukum.
”Yang dipersoalkan adalah kenapa hibah yang dipilih?” demikian Pastor Marthen kembali bertanya.
Ia menyatakan, hibah tanah kepada PT Pertamina berarti menambah asset perusahan tersebut.
Penambahan asset menjadi modal peningkatan produktivitas dan keuntungan.
“Masyarakat atau Pemda Manggarai sebagai pihak yang punya tanah dapat apa?” tanya dia.
Pastor Marthen mengatakan, Pertamina adalah badan hukum PT padat modal dan mempunyai keuntungan yang sangat besar. Ia mempunyai modal yang cukup untuk membeli asset sebagai modal investasi.
Masyarakat, lanjut dia, membutuhkan penjelasan yang logis dan argumentatif, serta prospektif terhadap pilihan peralihan hak atas tanah melalui hibah kepada Pertamina.
”Saya sampai saat ini belum bisa mengerti ketika hibah menjadi pilihan peralihan atau pelepasan hak atas tanah kepada Pertamina,” tukas mantan dosen di Fakultas Hukum Atmajaya Jakarta itu.
Penulis: Ardy Abba