Kupang, Vox NTT-Selfiana Dada Gole (24), Regina Kodi Mete (19) dan Ngada Ata Linda (19) menjadi korban perdagangan orang setelah berhasil diungkap aparat penegak hukum di Sumba, NTT.
Ketiga perempuan usia milenial ini, diberangkatkan dari kampung halaman mereka secara ilegal dan tanpa ada pelatihan yang memadai.
Ngada Ata Linda diberangkatkan dari kampung Lukuwalu, Desa Tamburi, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur menuju Jakarta pada 18 April 2018 lalu.
Sementara kedua temanya Selfiana Dada Gole dan Regina Kodi Mete menyusul pada 21 April 2018, tiga hari setelah keberangkatan Linda.
Selfiana berasal dari kampung Bondo Kandelu, Desa Bonsosula, Kecamatan Mamboro, Kabupaten Sumba Tengah.
Sedangkan Regina berasal dari kampung Billa Karendi, Desa Bukambero, Kecamatan Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya.
Menurut keterangan ketiganya, Ngana Ata Linda direkrut Nona, Selfiana Dada Gole direkrut Martha Wawo dan Regina Kodi Mete direkrut seorang lelaki bernama JOI.
Sayangnya, alamat dari para perekrut tersebut belum diketahui secara pasti.
Dari Bandara Soekarno-Hatta, mereka ditampung di sebuah rumah di Bekasi. Alamat pasti rumah penampungan itu tidak mereka ketahui.
Mereka hanya mengingat nama Bunda Ani sebagai pemilik rumah. Belakangan baru diketahui kalau Bunda Ani juga pemilik perusahaan yang merekrut mereka.
Kasus ini terkuak ketika ketiga korban hendak diberangkatkan ke Medan, Sumatra Utara pada 25 Apri 2018 lalu melalui Bandara Soekarno Hatta (Soetta). Saat itu, ketiganya diantar langsung oleh Bunda Ani.
Tiba di Soetta, Selfiana, Regina dan Linda merasa curiga dan diselimuti perasaan takut. Hati kecil mereka mulai mencium gelagat tak beres.
Perasaan itu yang pada akhirnya menyelematkan mereka ketika bersepakat membatalkan penerbangan dan berusaha untuk menyelamatkan diri.
Beruntung usaha mereka cepat sampai ke Ikatan Keluarga Besar Sumba (IKBS) Jakarta.
Ketua IKBS, Mikael L.Umbu Sasa segera menginformasikan kondisi ketiga korban ke Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia (PADMA Indonesia).
Kepada ke PADMA, Umbu Sasa melaporkan bahwa ketiga perempuan Sumba itu diduga korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan saat ini sedang diamankan di kantor penghubung propinsi NTT yang berada di Jakarta.
“Berdasarkan informasi tersebut saya dan tim dari PADMA Indonesia segera mendatangi kantor penghubung propinsi NTT untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Dan ketika kami sampai di kantor penghubung, kami diterima oleh staf kantor penghubung yakni saudara Ishak untuk mempertemukan dengan ketiga korban tersebut,” kisah Gabriel Goa kepada VoxNtt.com beberapa waktu lalu.
Keesokan harinya (26 April 2018), PADMA Indonesia bersama International Organisation For Imigration (IOM) mendatangi kantor Penghubung untuk melakukan assesment.
Tanggal 28 April 2018, ketiga korban dipindahkan ke rumah aman (shelter) Syalom dengan alasan keamanan.
Kasus yang menimpa Selfiana Dada Gole dan Regina Kodi Mete resmi dilaporkan PADMA ke kepolisian resort Sumba Barat pada 30 April 2018 lalu.
Sementara yang menimpa Ngana Ata Linda dilaporkan ke Polres Sumba Timur.
Hukuman Bagi Pelaku
Pada Kamis (17/01/2018) kasus ini telah disidangkan dan diputuskan di pengadilan negeri Waikabubak, Sumba Barat.
“Tadi putusannya sesuai dengan yang kami dakwa. Dia (Bunda Ani) didakwa pasal 2 ayat 1 UU TPPO. Putusannya penjara 6 tahun 6 bulan ditambah denda 200 juta pak,” ungkap Alan, Jaksa Penuntut Umum yang sejak awal menangani kasus ini.
Sementara Arnoldus, kaki tangan Bunda Ani di Sumba, diputuskan penjara 5 tahun 6 bulan dengan denda 120 juta. Arnoldus terbukti melanggar pasal 10 UU No 21 tahun 2007.
“Setiap orang yang membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6,” demikian bunyi pasal 10 UU TPPO.
Menurut Jaksa Alan, Arnoldus tidak pernah berkomunikasi langsung dengan Ani. Dia hanya membantu Maman Supardi. Sayangnya, status Maman hingga saat ini masih DPO (Daftar Pencarian Orang).
Alan menyebut keputusan ini belum berkekuatan hukum tetap. Kejari Sumba Barat masih menunggu pihak Ani untuk menyatakan banding atau tidak.
Atas putusan tersebut, Gabriel Goa, Direktur Lembaga Hukum dan HAM Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA Indonesia) menyampaikan apresiasi atas kinerja aparat Penegak Hukum di.Sumba Barat mulai dari Polres, Kejari dan Pengadilan Negeri Waikabubak.
Aparat penegak hukum menurut dia, telah sungguh-sungguh menerapkan dan menegakkan UU No.21 Tahun 2007 tentang TPPO terhadap pelaku.
Selain itu, PADMA juga mendesak Kapolres Sumba Timur untuk segera menetapkan BA atau Bunda Ani sebagai tersangka dalam kasus yang menimpa Ngana Ata Linda.
Gabriel Goa, direktur PADMA justru merasa aneh dengan Polres Sumba Timur. Pasalnya, kasus dengan pelaku yang sama (Baca: BA) telah diputuskan di Polres Sumba Barat.
“Anehnya di Polres Sumba Timur BA belum dinyatakan tersangka” terang Gabriel kepada VoxNtt.com, Jumat (18/01/2019).
Gabriel menambahkan, jika tidak ditetapkan sebagai tersangka maka Polres Sumba Timur gagal menegakkan supremasi hukum.
“TPPO hanya tajam ke bawah yakni hanya ditetapkan tersangka kepada perekrut orang Sumba dan menumpul pada penampung dan penyalurnya” tegas Gabriel.
Penulis: Irvan K