Labuan Bajo, Vox NTT- Matheus Siagian, salah satu pelaku pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) menanggapi rencana Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat yang menutup Taman Nasional Komodo (TNK) selama satu tahun.
Rencana penutupan hanya akan dilakukan di Pulau Komodo. Hal ini akan terjadi ketika Pemerintah Pusat sudah menyetujui kerja sama pengelolaan kawasan wisata TNK dengan Pemerintah Provinsi NTT.
Menurut Gubernur Viktor, pentupan Pulau Komodo perlu dilakukan untuk tujuan pembenahan terutama berkaitan dengan keberlangsungan hidup binatang Komodo.
Matheus sendiri menyatakan, rencana Gubernur Viktor ini merupakan kejutan besar di awal tahun 2019 ini.
Kendati kejutan besar, namun menurut pemilik restoran Tree Top Labuan Bajo itu, penutupan Pulau Komodo selama setahun perlu dipikirkan kembali secara baik. Sebab, selama ini pariwisata merupakan kawan dari konservasi. Lawan sebenarnya adalah mereka yang memburu rusa, pembom ikan, dan perusak lingkungan di kawasan TNK.
“Di dalam berita tersebut tertulis bahwa penutupan TNK selama setahun merupakan ide Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laikodat, yang saya kenal secara pribadi sebagai sosok yang visioner dan pro-keberlanjutan,” kata Matheus dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Selasa (22/1/2019).
Menurut dia, konservasi di area TNK memang merupakan ranah yang penting untuk ditilik.
“Menyambung tulisan saya tentang pariwisata dan komodo di media online VoxNtt.com tanggal 21 Desember 2018 lalu, apapun solusi konservasi ini merupakan solusi yang harus berjangka panjang dan secara kontekstual dapat menjadi framework konservasi,” katanya.
Baca di sini: Menggantung Nyawa di Ujung Ekor Kadal Raksasa
Menurut Matheus, tidak ada konservasi yang dapat dicapai dalam satu tahun, kecuali jika hanya dibuat-buat, hanya membedakan-bedakan, dan make-up agar terlihat heroik.
Secara natural, ekologi membutuhkan solusi yang berorientasi pada integritas proses selama bertahun-tahun, demi kelangsungan NTT di masa depan.
Hal ini juga, kata dia, erat kaitannya dengan masalah sosial kemasyarakatan yang perlu dipikirkan lewat solusi-solusi konservasi.
“Mengutip percakapan saya dengan ahli perencanaan ekowisata rural Curtin University dan pendiri Budaya Kreatif Foundation (BKF), Saskia Tjokro; pariwisata di Manggarai Barat bisa jadi merupakan aspek yang justru menyelamatkan keberlanjutan Manggarai Barat khususnya, NTT pada umumnya,” ucap Matheus.
Ia menjelaskan, pariwisata dapat menjadi alat untuk meningkatkan kualitas dua hal. Keduanya yakni taraf hidup masyarakat dan ekologi alam di NTT.
Bahkan NTT, lanjut dia, dapat menjadi pioneer best practice konservasi satwa pada taman nasional di Asia Pasifik, seperti Singapura.
Matheus mengingatkan, pariwisata adalah kawan, bukanlah lawan. Sejak TNK dibentuk dan turis mulai masuk, banyak perubahan yang terlihat.
Lautnya mulai dilindungi dari ulah pengebom ikan dan nelayan yang bandel. Geliat pariwisata sudah menyelamatkan alam bawah laut di TNK.
Nelayan mulai mendapatkan pengetahuan tentang pentingnya menjaga beberapa spesies demi keberlangsungan mereka sendiri.
Oknum menjadi takut untuk berbuat macam-macam karena mengetahui kapal pariwisata akan melaporkan, jika berani berulah.
Dikatakan, jika problem TNK adalah berkurangnya jumlah Komodo karena kekurangan rantai makanan binatang itu, maka solusinya adalah melakukan pengontrolan lebih baik terhadap penangkapan rusa dan satwa lainnya yang ilegal di dalam TNK.
“Berlakukan bagian besar dari TNK zona proteksi penuh, jangan izinkan satu manusia pun masuk ke sana. Di area ini dapat diberlakukan patroli yang sering dan juga hukuman yang lebih berat bagi pelanggar. Kalau perlu, tembak saja mereka,” tegas Matheus.
Dia menambahkan, TNK adalah seluruh ekosistem di dalamnya. Itu berarti bukan hanya hewan Komodo saja.
Komodo adalah simbol, tetapi bukan alasan satu-satunya mengapa lingkungannya harus dilindungi.
Bagi turis dan nelayan, bawah laut TNK merupakan aspek yang penting. Hal ini meliputi keseimbangan spesies-spesies yang layak makan dan keindahan bawah lautnya untuk para wisatawan.
Menurut Matheus, tanpa koral tak akan ada spesies. Tanpa spesies tak akan ada keseimbangan siklus air. Tanpa keseimbangan siklus air migrasi plankton dan spesies pionir tidak akan datang. Pada akhirnya manusia yang akan sengsara.
“Jadi tunggu apa lagi? Seperti yang juga dilansir dalam dokumen Kawasan Pariwisata Strategis Nasional Komodo arahan PP Nomor 50 tahun 2011; lindungi alam bawah laut TNK, jaga terumbu karangnya, kontrol penangkapan ikan liar, dan hukum mereka yang membuang sampah sembarangan. Salut untuk Ibu Julie Laiskodat, Ibu Gubernur NTT yang mendukung konservasi dan preservasi di NTT,” imbuh Matheus.
Tak hanya itu, ia juga mengharapkan agar melindungi bakau di TNK. Sebab bakau penting untuk mitigasi bencana ombak besar.
Kata dia, banyak investor datang dan memotong bakau atas nama pembangunan. Hal ini dapat dibuktikan dari citra satelit secara historik, dimana beberapa tahun silam bisa menunjukkan letak-letak bakau di masa lalu.
“Paksa mereka tanam bakau kembali. Selain itu, jaga alam bawah lautnya dijaga sedemikian rupa agar ikan dugong / ikan duyung yang dulu datang ke TNK datang kembali,” katanya.
“Berikan limit kepada kapal di setiap dive site atau tempat snorkeling (penegakan regulasi buat para dive operator). Selain itu, kontrol jumlah penduduk dalam kawasan TNK, berikan mereka kesempatan dan edukasi agar mereka memilih tinggal di daratan Pulau Flores saja,” sambung dia.
Perkuat Dive Site dan Ranger di TNK
Matheus mengaku, seorang ahli biologi kelautan, Wally Siagian menitipkan pesan kepadanya terkait pentingnya akan keberadaan dive site dan ranger di TNK.
Wally yang adalah ayah Matheus mengatakan, dive site di TNK yang membuat pariwisata bawah laut Manggarai Barat menjadi terkenal seperti sekarang ini.
Menurut Matheus, meski Wally Siagian setuju akan isolasi TNK, namun ia tetap berpendapat bahwa pariwisata memiliki peran penting untuk melindungi lingkungan. Pariwisata harus dijadikan kawan, bukan musuh dan dijadikan eko-wisata.
“Beliau (Wally Siagian) menyarankan saya untuk memperkuat pasukan ranger TNK, suplai mereka dengan senjata dan bensin yang cukup. Sejahterakan mereka sehingga mereka tidak sibuk dengan hal lain, tetapi terfokus pada perlindungan TNK dari tangan-tangan jahat. Tahan perizinan-perizinan di pulau-pulau terdekat atau di dalam TNK dan kita jaga kealamian daerah itu sampai di daerah penyangga,” aku Matheus.
“Selain itu, bekali koordinasi antara pelaku pariwisata, terutama kapal-kapal pariwisata dengan aparat, agar setiap mata di TNK bisa melaporkan semua kejadian kejadian secara real time. perkuat jaringan radio dan telekomunikasi di dalam TNK. Sejalan dengan rencana KSPN, bangun moring bouy di dive dan snorkeling site agar orang tidak perlu buang jangkar lagi,” sambung Matheus.
Menurut Matheus, koordinasi ini adalah kesempatan bagi aparatur pemerintahan untuk saling bersinergi demi NTT yang satu dan kuat. Hal ini menunjukkan pentingnya peranan partai sebagai pengayom masyarakat, eksekutif kegubernuran sebagai penerusan tangan strategis nasional, serta masyarakat dan lingkungan sebagai subyek utama pembangunan Indonesia yang berkelanjutan.
Ia menambahkan, jika permasalahan datang dari jumlah turis atau jenis turis, maka naikkan harga di beberapa spot. Hal itu agar jenis turis yang datang adalah mereka yang tidak memiliki sifat destruktif, tetapi menjaga kebersihan dan berkualitas.
Perlu juga, lanjut dia, penalti tinggi buat yang membuang sampah sembarangan. Menilik lebih dalam terhadap solusi teknis keberlangsungan ekologi yang berkelanjutan di TNK,
“Sekali lagi, kadang masalah tak hanya yang tampak di mata. Mengutip Ibu Saskia Tjokro sekali lagi, jika pemberlakuan penutupan Pulau Komodo adalah karena berkurangnya rusa dan rantai makanan Komodo, bisa jadi alasannya karena rusa-rusa itu tak lagi memiliki sumber air dan sumber makanan rusa-rusa tersebut. Dengan mengenalkan rantai makanan lain yang tak butuh air terlalu banyak di dalam TNK, jumlah rusa-rusa tersebut akan bertambah banyak dan komodo-komodo yang ada di dalamnya dapat makan dengan kenyang,” tukas Matheus.
“Yang pasti musuh kita bukan pariwisata. Siapa penembak dan penangkap rusa-rusa liar tersebut, peluru dapat dari mana, backing aparat? Berbarengan dengan penangkap dan pembom ikan ilegal, para pembuang sampah, para turis yang membuang sampah sembarangan; itulah musuh kita bersama. Para penjahat-penjahat lingkungan. Kepariwisataan merupakan garda terdepan dalam melindungi Taman Nasional Komodo dan NTT untuk Indonesia raya,” tutup dia.
Penulis: Ardy Abba