Borong, Vox NTT– Hingga kini keputusan pemberhentian 1.014 guru dari alokasi dana bantuan sosial daerah (Bosda) dan Tenaga Harian Lepas (THL) oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Timur (PK Matim), Frederikas Soch masih abu-abu.
Pemberhentian ribuan guru itu dinilai tak adil. Hal itu lantaran lamanya masa bakti tak dihiraukan oleh kadis Frederika.
Keputusan itu pun sempat dikeluh oleh para guru yang namanya tidak masuk dalam daftar penerima insentif guru/pendidik tahun anggaran 2019.
Namun, sayang rasa takut seolah menjadi “hantu” untuk mengadu pada sang kadis. Narasi pun hanya sebatas curahan hati (curhat). Tak sampai jadi aksi.
“Saya memang kecewa, tetapi yang lebih kecewa lagi para guru yang sudah lama mengabdi lebih dari saya dan tidak masuk dalam daftar guru penerima insentif itu,” curhat seorang guru sekolah Negeri di Kecamatan Borong, Kamis 31 Januari 2019 lalu.
Kepada VoxNtt.com, ia hanya mampu bergumam, dengan nada pelan. Curhatnya pun berkutat pada minimnya upah yang akan diperoleh.
“Kami tak punya gaji lagi harapan kami pada bosda, tetapi sekarang kami tak bisa hidup dengan gaji komite yang hanya Rp 350.000 setiap bulan,” imbuh sumber itu.
Tak ada cara lain untuk mengadu. Mereka hanya mampu meminta tolong pada bupati untuk meninjau kembali keputusan itu.
Mendatangi Kantor Dinas PK Matim
Dari ribuan guru yag ada di Matim hanya 928 orang yang diakomodir.
Menyikapi itu, puluhan guru dan kepala sekolah mendatangi Kantor Dinas PK Matim.
Para guru datang dari berbagai sekolah untuk menanyakan alasan Kadis Frederika yang tidak memasukan nama mereka dalam daftar itu.
Padahal menurut mereka, sudah lebih dari lima tahun menjadi tengaja pendidik dan dibiayai oleh dana bosda. Mereka pun menilai Kadis Frederika tidak transparan.
Menanggapi hal tersebut Kadis Frederika, melalui kepala bidang (kabid) PTK, Matias Mingga angkat bicara.
Menurutnya pemberhentian guru bosda dan THL dikarenakan kekurangan dana.
“ Tahun 2019 dana yang tersedia hanya mampu membiayai 928 guru dan yang tidak dapat dibiayai yakni 1.014 guru,” ungkap Matias, Jumat, 1 Januari 2019.
Akan Rapat DPR dan Bupati
Walau tak berujung demonstrasi, namun keluhan para guru atas keputusan Kadis Frederika pun didengar oleh para pemangku kebijakkan di kabupaten yang dimekarkan 2007 silam itu.
Kepada VoxNtt.com, Ketua DPRD Matim Lucius Modo berjanji, pihaknya dan Bupati Matim Agas Andreas, akan melakukan rapat konsultasi terkait keputusan Kadis Frederika.
“Kami sudah pertemuan lintas komisi. Hari Rabu, 6 Febrari 2019 nanti rapat konsultasi dengan pa bupati,” ungkapnya saat dihubungi VoxNtt.com, Selasa, 5 Januari 2019 lalu.
Politisi partai demokrat itu juga mengatakan subtansi rapat itu, untuk melihat kembali kebijakkan Kadis PK dari berbagai sudut pandang.
Rupanya pernyataan Lucius cukup beralasan. Menurutnya, sifat dari kebijakkan itu harus memberi kontribusi positif pada masyarakat, bukan sebaliknya.
Rapat Ditunda
VoxNtt.com terus melakukan penelusuran terkait kebijakkan Kadis Frederika. Pada Rabu, 6 Febrari 2019, seperti yang dijanjikan, beberapa awak media mendatangi kantor DPRD Matim di Lehong.
Kala itu suasana tampak ramai. Namun, rupanya bukan untuk membahas nasib para guru, melainkan rapat DPRD bersama OPD.
Di depan gedung itu, tampak beberapa kepala dinas sedang menunggu rapat untuk dimulai.
Setelah lama menunggu, Lucius pun menemui awak media, siang itu.
“Rapatnya ditunda, pak bupati masih ada kegiatan di luar,” imbuhnya bernada pelan.
Kendati demikian, kata dia, sudah memberitahukan persoalan itu kepada bupati Ande, melalui sambungan telepon.
“Pak bupati sudah tahu, pasti akan segera lakukan rapat dalam beberapa waktu ke depan,” tukasnya.
Memilih Keluar Daerah
Abu-abunya keputusan nasib guru di Matim kian memperkeruh situasi.
Beberapa guru yang tak mau namanya dimediakan mengaku, memilih berhenti dan mencari rezeki di luar Matim. Papua, Kalimantan, Bali menjadi wilayah andalan mereka, kini.
Pilihan itu bukan tanpa alasan. Abu-abunya para pengambil keputusan membuat mereka terpaksa memilih untuk ke luar daerah. Walau sulit, tapi pasti.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba