Kupang, Vox NTT- Deputi Sumber Daya Alam Kementerian Koordinator Kemaritiman Nusa Tenggara Timur (NTT), Agung Kuswandono mengatakan, provinsi itu memiliki potensi besar untuk pengembangan produksi garam nasional. Itu dari segi luas wilayah dan air lautnya. NTT, kata dia, sangat luar bisa untuk menjadi Provinsi Garam.
Menurut Agung, selama ini sentra-sentra produksi garam nasional rata-rata hanya ada di Pulau Jawa.
“Kalau kita bicara garam, sejak zaman Belanda identik dengan Madura. Kami sudah melakukan penelitian, daerah yang paling cocok untuk pengembangan ekstensifikasi industri garam adalah Nusa Tenggara Timur. Sebagian ada di Sulawesi Selatan, tetapi yang paling cocok saaat ini adalah NTT,” ungkap Agung dalam Rapat Koordinasi Monitoring Progres Ekstensifikasi Lahan Garam di Provinsi NTT serta Rencana Pengembangan Pilot Project Garam Industri di Kabupaten Kupang di Aula Fernandez Kantor Gubernur NTT, Rabu (20/2/2019) kemarin.
Menurut dia, Kemenko Maritim sangat fokus untuk membangun pabrik garam di NTT. Karena kebutuhan garam terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin membaik.
Tahun 2017 kata dia, kebutuhan garam nasional, hanya 3,7 juta ton.
Sementara,Tahun 2018 bertambah menjadi 4,4 juta ton dengan rincian untuk keperluan garam industri sebanyak 3,7 juta ton dan garam konsumsi sebesar 700 ribu ton.
Kemampuan produksi nasional hanya mencapai 2,2 juta ton. Ditambah lagi dengan kenyataan, bahan baku garam sangat dibutuhkan oleh kurang lebiih 400 industri di antaranya pembalut, pipa, farmasi, kosmetik, spa dan masih banyak lainnya.
“Kalau hanya mengandalkan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura, tidak akan cukup untuk pasokan kebutuhan garam nasional setiap tahunnya. Butuh ekstensifikasi, tidak cukup intensifikasasi lahan. Usaha garam di NTT sudah dijalani sejak 26 tahun lalu, namun belum bisa berproduksi karena terkendala maslah lahan. Padahal lahan NTT sangat cocok untuk produksi garam sepanjang tahun dengan teknologi sederhana. Panen bisa dilaksanakan setiap bulan. Jangan kuatir dengan pemasarannya,Kemenko Kemaritiman tidak akan lepas tangan,” jelasnya.
Ia menjelaskan, potensi lahan garam di NTT sangat potensial. Sudah saatnya masyarakat NTT menikmati kekayaan alam yang tidak terkelola selama ini.
Usaha garam tidak hanya bisa dikelola oleh perusahaan untuk garam konsumsi dan industri tapi juga oleh masyarakat.
Garam-garam untuk spa dengan harga tinggi yakni Rp 280 ribu per setengah kilogram dapat diproduksi dengan teknologi rumahan oleh ibu-ibu rumah tangga di Cirebon dan Buleleng.
“ Kita ingin mengembangkan ini di sini. Kalau lahan garamnya sudah jadi, masyarakat NTT dapat menikmati hidup layak. Masyarakat di NTT mungkin akan bolak-balik mendapat keuntungan besar bukan hanya jadi petani garam tapi juga ahli spa,” pungkasnya.
Terpisah, Deputi Teknologi Informasi, Energi dan Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Eniya Listiadi Dewi mengatakan, kondisi curah hujan di Kupang lebih sedikit dan waktu panasnya tinggi, bahkan yang tertinggi di Indonesia. Kondisi ini kata dia, sangat potensial untuk pengembangan garam.
“Betapa bapak dan ibu masih dikarunia dengan air laut yang bersih di sini di kupang. Kalau dibandingkan dengan tempat lain, kualitas lahan di sini jauh lebih baik. Dihandingkan dengan di Pati Jawa Tengah dan Jeneponto, Sulawesi yang punya tingkat sedimentasi cukup tinggi, eksekusinya jelas lebih sulit dan kualitas garamnya lebih rendah karena endapan sedimennya besar. Kupang itu lebihy gampang, lebih potensial lho,” ujarnya
Ia melanjutkan, hambatan utama untuk pendirian pabrik garam di Kupang adalah soal lahan.
Walau pun rapat sudah berpuluh kali namun tidak ada hasilnya. Koordinasi berkali-kali dilakukan dengan pemerintah kabupaten Kupang. Beberapa kali surat, kunjungan balik, namun izin lahan tidak juga kelar.
“Uang Rp. 45 miliar yang sudah dianggarkan untuk pendirian pabrik garam di Kabupaten Kupang akhirnya dikembalikan lagi ke kas negara. Kami sampai mendapat surat teguran keras dari Menteri Keuangan Sri Mulyani karena ini masuk dalam program strategis nasional. Dananya tahun ini sudah dialihkan ke tempat lain (Gresik) sampai ada surat jaminan dari Kabupaten Kupang terkait kejelasan lahan. Kalau lahan seluas 400 hektar di (Nunkurus) Kabupaten Kupang clear, maka Kupang akan menjadi tempat pertama pengolahan dengan sistem intiplasma garam di Indonesia,” katanya
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian Penguasaan Tanah dan Pemanfaatan Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Budi Situmorang mengatakan, permasalahan lahan untuk garam di Kabupaten Kupang terjadi karena setelah perusahaan diberikan Hak Guna Usaha, tidak ada aktivitas produksi garam sama sekali.
Akibatnya lahan-lahan untuk garam seluas 3.720 hektar di Teluk Kupang yang mencakup Desa Oebelo, Bipolo, Nunkurus, Babau dan Merdeka Kecamatan Kupang Timur, Kecamatan Kupang Tengah serta Sulamu dan 225 hektar di Nunkurus dianggap sebagai tanah terlantar.
“Terkait tanah terlantar ini telah ditegaskan dalam surat Dirjen Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah atas nama Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 3454/35-2-700/IX/2017 Tanggal 20 September 2017 bahwa apabila dalam jangka waktu setahun, tidak ada upaya pemanfaatan, maka akan diambil kembali oleh negara tanpa syarat.Itu perintah aturan. Harus dipahami, sama sekali tidak ada keinginan negara untuk mengambil hak bapak. Kalau hak bapak diberikan namun tidak manfaatkan, hak negara untuk mengambilnya kembali,” jelas Situmorang.
Tidak Ada Pertemuan Lagi
Gubernur NTT , Viktor Bungtilu Laiskodat dalam arahannya pada kegiatan itu menegaskan, Rapat koordinasi ini tentang lahan garam di Kabupaten Kupang adalah rapat yang terakhir.
Masalah terberat dalam pengolahan garam di NTT kata Viktor, adalah di Teluk Kupang dan Nagekeo.
“Saya adalah seorang saksi sejarah. Saat tamat SMA , saya salah satu orang yang ukur lahan garam di Teluk Kupang setelah diberi HGU untuk perusahaan (PT Panggung Guna Gana Semesta). Tapi setelah 26 tahun, tidak ada garam sama sekali di tempat itu. Karena itu saya tegaskan ini rapat terakhir, tidak ada lagi rapat lagi setelah ini. Langsung action dan lakukan pelelangan,” jelas Viktor.
Terkait pelelangan ini lanjut dia, perusahaan-perusahaan di bidang produksi garam harus punya kesungguhan untuk bekerja dan harus melakukan deposit sejumlah besar dana di Bank NTT sebagai jaminan untuk menunjukan keseriusan dalam melakukan pengolahan dan produksi garam.
“Berdasarkan pertemuan dengan Menteri Koordinator Kemaritiman, Gubernur diberikan hak untuk mengeluarkan HPL (Hak Pengelolaan) sebagai ganti HGU dan melakukan pelelangan dengan beauty contest khusus untuk perusahaan yang serius berinvestasi. Bagus untuk mereka yang menempatkan sejumlah uang sebagai bentuk komitmen dan keseriusan untuk bangun garam di Teluk Kupang,” ujar Viktor.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba