Redaksi Vox NTT-Beberapa pekan lalu, tepatnya Kamis (21/02/2019) ruang diskursus publik kembali dihebohkan dengan pernyataan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat. Ketika itu, ia memerintahkan, menutup dan segera memproses hukum Lippo Plaza Kupang.
Perintah penutupan itu bermula ketika dirinya menghadiri acara talk show di Kantor Pos Kupang, tak jauh dari Lippo.
Seperti diberitakan media ini, sepanjang acara, Viktor mencium bau busuk dari luar gedung sehingga ia segera mencari sumber bau itu.
Selekas keluar, didapatinya sejumlah tumpukan sampah dan cairan limbah yang dibuang di atas lahan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT, belakang Lippo. Sampah dan cairan limbah itu diketahui milik Lippo.
Melihat hal itu, Gubernur Viktor naik pitam. Seorang staf operasional Lippo diperintahkan untuk membersihkan sampah tersebut saat itu juga. Sementara Irwan, staf Lippo yang lain disuruhnya menggayung cairan limbah itu menggunakan tangan dan menciumnya.
“Coba kamu cium ini, bau nggak?” tanya Viktor disambut anggukan Irwan.
Menurut Viktor, ulah Lippo yang membuang sampah serta limbah secara sembarangan itu merupakan kejahatan kemanusiaan dan lingkungan. Karena itu, ia memerintahkan agar Lippo Plaza Kupang segera diproses dan ditutup.
Limbah cair yang ada dalam kompleks tersebut, kata Viktor, sangat berbahaya bagi warga Kota Kupang karena akan meresap ke dalam tanah dan digunakan oleh warga yang memakai sumur bor.
“Ini kejahatan ni. Ini kejahatan lingkungan. Proses dan panggil Undana untuk segera selidiki ini,” ujar Viktor.
Sejak dilantik, Gubernur Viktor memang terlihat sangat sensitif dengan sampah dan kondisi kota yang tampak kotor dan jorok ini.
Dua pekan berselang, tepatnya Senin (04/03/2019) Viktor kembali membuat pernyataan yang sama ke Sotis Hotel.
“Periksa dan bongkar sekarang juga,” kata Viktor saat membersihkan sampah di pantai Pasir Panjang, tepat di belakang Hotel Sotis.
Kemarahan Viktor meledak karena pihak Hotel tidak ikut dalam aksi bersih pantai hari itu. Menurut dia, pihak Hotel tidak memiliki rasa tanggung jawab, karena itu dia perintahkan tutup.
Tak hanya itu, Viktor juga menilai Hotel tersebut melanggar aturan wilayah konservasi karenanya harus dibongkar.
“Ini kita lihat saja sudah tabrak aturan. Periksa dan bongkar sekarang juga. Masak, hotel di depan sini kok tidak ada tanggung jawab sedikit pun? Siapa pun pemiliknya, saya tidak akan ambil pusing. Kalau tidak punya kontribusi dan melanggar aturan ya saya kira ditutup saja,” tegas Viktor.
Beranikah Viktor?
Pasca pernyataan Viktor soal Hotel Sotis viral di media sosial, publik kembali ramai membahasnya, seperti pernyataan-pernyataan sebelumnya.
Seorang teman dalam sebuah diskusi kecil bahkan menanyakan keseriusan Viktor.
Tak hanya itu netizen juga turut mempertanyakan konsistensi Viktor atas pernyataan publik yang telah ia lontarkan.
Kepada teman tersebut saya katakan, tidak. Pak Gubernur bercanda saja. Mengapa? Sebab banyak pernyataan, janji Viktor yang disampaikan sejak dilantik tetapi banyak pula yang belum ditepati.
Semisal, Moratorium Pengiriman TKI, faktanya baru sebulan lebih dia keluarkan keputusan itu, muncul keputusan baru, isinya, boleh kirim TKI asal melalui dua PT, yakni Citra Bina Tenaga Mandiri milik keluarga Paul Liyanto dan Gasiondo Buala Sari Kupang, milik John Salmon Saragih, Ketua APJATI NTT.
Demikian pun pernyataannya soal moratorium tambang, yang hingga hari ini tidak jelas arahnya.
Soal Tambang, Gubernur Viktor Laiskodat Dinilai Tidak Konsisten
Soal Lippo, VoxNtt.com mencatat sebagai salah satu poin yang disampaikan Viktor dalam pidato perdananya sebagai Gubernur NTT.
Kala itu dia mengatakan, akan meninjau kembali perjanjian dengan Lippo, bila perlu dikembalikan seluruh modalnya dan Lippo jadi milik Pemprop NTT.
Hal itu disampaikan Viktor karena sewa pakai lahannya yang sangat kecil. Tetapi hingga saat ini, pernyataan itu juga tidak jelas hasilnya. Masih sebatas ucapan.
Hari ini genap 14 hari (dua minggu) sejak pernyataan Viktor dilancarkan, tetapi pusat perbelanjaan milik James Riady itu tetap beroperasi. Belum ada tanda-tanda mau dilaporkan ke lembaga penegak hukum atas kejahatan kemanusiaan dan lingkungan seperti yang disampaikan sebelumnya.
Karena itu, menurut saya Viktor memang sekedar bercanda, dia suka iseng dan jago gertak saja. Sesungguhnya ia tak berani. Karena itu, sekeras apapun dia bicara tak perlu terlalu ditanggapi serius.
Soal Human Trafficking, Gubernur Viktor Seperti ‘Orgasme’ Sebelum Klimaks
Demikianpun soal Hotel Sotis. Pernyataan Viktor itu kemudian diangggap enteng saja oleh Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kupang, Yohanis Mase.
Mase menyebut Gubernur NTT hanya sekadar iseng-iseng saja.
“Saya berpikir bahwa Bapak Gubernur cuman iseng. Awalnya Saya pikir bahwa iseng-iseng tidak perlu ditanggapi, tapi kalau tidak ditanggapi, Bapak Gubernur merasa bahwa semua yang dikeluarkan itu merasa benar seluruhnya, dan masyarakat akan menilai seperti itu,” jelas Mase seperti dilansir klikntt.com, Rabu (06/03/2019).
Gubernur Asal Bunyi?
Menurut Mase, sebagai pemimpin mengeluarkan kata-kata itu harus berpikir dulu, bukan mengeluarkan kata-kata baru berpikir.
Mase juga merasa lucu dengan Gubernur Viktor karena terkesan tidak paham batas kewenangannya.
“Gubernur NTT sekarang merangkap dua jabatan yakni Gubernur, dan Walikota. Karena tidak bisa membedakan mana tupoksi antara Gubernur dan Walikota,” tulis Klik NTT.
Terkait izin, Mase mengatakan Hotel Sotis itu didirikan jauh sebelum Viktor menjadi Gubernur NTT. Dia juga mengatakan, tidak ada hotel yang didirikan tanpa izin.
“Gubernur baru dilantik, sedangkan hotel itu sudah lama. Jadi jangan asal bunyi. Tidak ada hotel yang begitu besar didirikan tanpa melalui semua proses izin yang ada. Jadi, nanti cek dulu izin-izinnya apabila tidak sesuai baru bisa katakan seperti itu,” ujar Mase.
Mase berharap ke depan, Gubernur Viktor harus menjadi seorang pemimpin yang arif dan bijaksana.
Perang Bintang
Tanggapan Mase ini jelas menimbulkan spekulasi baru. Siapakah Mase sehingga berbicara seolah-olah sedang mewakili pemilik Hotel Sotis?
Mungkinkah pernyataan seorang kerabat bahwa semua ini hanyalah “perang bintang” ada benarnya? Analisis ini memang terkesan salah alamat dan prematur sebab kapasitas Viktor memerintahkan penutupan dan membongkar Sotis dan Lippo dalam kapasitasnya sebagai Gubernur.
Namun demikian, pernyataan itu, entah disampaikannya secara serius atau sekadar iseng menurut saya menarik untuk disimak.
Mengapa? Mari kita cek, apa kapasitas Yohanis Mase yang berbicara seolah-olah mewakili pemilik Hotel Sotis itu?
Pernyataan Mase itu bisa saja tidak sekadar mewakili dirinya sendiri. Publik dengan enteng menilai apa yang disampaikan Mase adalah pikiran Herman Heri (HH) pemilik Hotel Sotis.
Penilaian itu logis, karena secara politik Mase memiliki keterkaitan dengan HH. Yohanis Mase merupakan Ketua DPC PDIP Kabupaten Kupang dan HH merupakan DPP PDIP.
Baik Viktor maupun HH, keduanya kini menjadi tokoh penting di NTT dalam kapasitas sebagai pengurus partai politik. Mereka juga sama-sama mempunyai akses yang kuat ke puncak kekuasaan.
Namun, pernyataan Viktor, seolah tidak peduli, siapa itu HH dan seperti apa kekuatan di belakangnya? Bagi Viktor kekuasaannya sebagai Gubernur berhak untuk menindak pemilik Hotel Sotis yang menurutnya sudah melanggar aturan konservasi tanpa peduli siapa pemiliknya.
Seperti apa akhir dari pernyataan Viktor ini? Publik tentunya masih setia menanti. Satu hal yang pasti, nyali gubernur NTT ini sedang dipertaruhkan di Lippo dan Sotis.
Jika sabda itu menjadi nyata, maka dia layak disebut sebagai pembebas yang mengeluarkan rakyat NTT dari kemiskinan sistemik. Seperti kata Viktor sendiri bahwa NTT tidak miskin melainkan salah urus. Pernyataan ini juga bisa ditafsir begini, “NTT tidak miskin melainkan dimiskinkan oleh relasi ekonomi-politik yang dimainkan pemerintahan sebelumnya.”
Penulis: Boni J