Labuan Bajo, Vox NTT- Konsep wisata halal yang ingin dicanangkan di Labuan Bajo, Manggarai Barat (Mabar), Nusa Tenggara Timur (NTT) menuai protes banyak pihak.
Sebelumnya, dilansir dari genpi.co Dirut Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo, Shana Fatina mengatakan, daerah tersebut punya potensi untuk dapat menerima wisatawan muslim sebagai pasar demi meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
“Dari pengenalan konsep wisata halal khususnya di Kabupaten Manggarai Barat, diharapkan dapat membantu peningkatan kunjungan wisatawan dan memperluas pangsa pasar Labuan Bajo khususnya bagi wisatawan Muslim,” jelas Shana dalam Sosialisasi Pengembangan Pariwisata Halal Labuan Bajo di Sylvi Resort Labuan Bajo, Selasa (30/04/2019) lalu.
Salah satu tokoh agama, Silvianus M. Mongko menjelaskan terkait wisata halal, ada beberapa hal yang perlu dikaji secara jelas. Sehingga alasan, motif, sasaran dan implikasinya jelas bagi masyarakat.
Menurut alumnus Lemhannas RI 2018 itu, ada beberapa pertimbangan terkait wacana wisata halal di Labuan Bajo.
Pertama, konsep wisata halal itu mesti jelas, datangnya dari mana? Halal menurut perspektif siapa?
Silvianus mengatakan, dari berbagai penjelasan dan sumber, indikasi halal itu datang dari perspektif agama.
”Jika itu maksudnya, maka terminologi halal untuk mendefinisikan wisata Labuan Bajo, melukai perasaan masyarakat yang berkeyakinan lain. Seolah-olah selama ini wisata kita haram, maka perlu dihalalkan,” katanya.
Kedua, jika halal itu terkait dengan ajaran agama tertentu, maka tidak boleh dipaksakan untuk diberlakukan di ruang publik. Artinya, halal itu terkait ritual privat beragama atau pilihan moral privat yang tidak bisa menjadi kebijakan imperatif di ruang publik.
Ketiga, halal itu sangat profit-oriented. Artinya, pertimbangannya sangat pragmatis-ekonomis. Ukuran halal lebih untuk menjawab kebutuhan bisnis pariwisata.
Keempat, implikasi bias tafsir atas halal, bisa berbahaya untuk toleransi lokal. Oleh karena terminologi itu tendensius untuk melayani umat agama tertentu, maka bisa mengusik sensitivitas religius masyarakat lokal (mayoritas).
”Bisa mengganggu perasaan umat beragama yang tidak ingin ajaran agama soal halal (moral privat) dibawa ke ruang publik,” kata Silvianus.
Atas dasar itu, menurut Silvianus, tidak perlu membawa konsep wisata halal di Labuan Bajo karena tidak cocok untuk konteks sosial budaya masyarakat Manggarai.
“Jangan sampai jika konsep ini dipaksakan, malah merusak keseharian toleransi di Mabar,” tegasnya.
Karena itu kata dia, konsep wisata halal mesti ditolak untuk diberlakukan di Labuan Bajo.
“Lebih baik kita promosikan wisata budaya untuk konteks Manggarai yang sangat kaya dengan warisan budaya,” pungkasnya.
Penulis: Sello Jome
Editor: Ardy Abba