Puisi-Puisi Melki Deni*
Menari di Penjara
Kita sedang dipenjara di dalam ruang yang sama.
Semua orang mau diselamatkan dalam sejarah peradaban ciptaan.
Kita sedang dipenjara dengan skandal yang berbeda-beda.
Mereka mencuri dunia ide-ide dan ranting-rantingnya.
Kau merampok segala yang ada di bumi;
uang, perempuan, kekuasaan, nama baik, dan muara-muaranya.
Sedangkan aku merampok surga, dan mengejar orang-orang di bumi ini.
Termasuk kau dan mereka akan terbantai secara massal.
Aku tidak menggunakan pisau, senjata, rudal, nuklir atsu bom atom.
Kata dan bertindak.
Karena tindak adalah kata-kata yang telah dijelmakan.
Itu saja!
Menari Kepiluan
Tadi aku tega menyerah dalam pelukan itu.
Pelukan adalah ritus tersempurna mendeskripsikan keluh ini.
Aku telah menelan kata tobat kemarin,
tiba-tiba aku tertakluk,
ketika dijemput di ujung tebing putus rasa.
Memang itu mimpi dalam siesta, tapi lebih nikmat daripada kenyataan.
Mimpi adalah jawaban terlengkap mengenai narasi terputus.
Aku telah menyantap hidangan kepiluan empat bulan.
Enaknya meracuni hulu darah murni ini.
Aku menari kepiluan di tengah samudra buana.
Sebab hidup adalah komplikasi seni tarian,
yang bahagia dan yang telantar,
yang hambar dan yang madu.
Aku dibuang dalam danau air mata terkumuh,
merenang dengan lunglai.
Air mata adalah bius total tuk menghabisi narasi hikayat ini.
*Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero-Maumere NTT.